Iwan Tompo Maestro Lagu Makassar
Prakata dan Latar Belakang Buku Profil Iwan Tompo Maestro Lagu Makassar Terbit (1)
Buku ini untuk mengenang wafatnya Iwan Tompo salah satu Maestro lagu-lagu khas Makassar.
TRIBUN-TIMUR.COM - Tribun-timur.com mulai Senin (25/2/2019) akan menerbitkan secara berseri buku Iwan Tompo Maestro Lagu Makassar.
Buku ini ditulis Wandi Daeng Kulle dengan editor Rusdin Tompo.
Buku ini untuk mengenang wafatnya Iwan Tompo salah satu Maestro lagu-lagu khas Makassar.
'Karena orang baik meninggalkan jejak' demikian pameo yang menjadi pemikiran sehingga buku ini dimuat berseri di Tribun-timur.com.

Prakata
Jumat, 24 Mei 2013. Sehari setelah berpulangnya Sang Maestro lagu-lagu daerah Makassar, Iwan Tompo Daeng Liwang, saya (Wandi Dg Kulle) mem-broadcast pesan BlackBerry Massenger (BBM) yang berbunyi:
“Mengenang Sang Maestro Iwan Tompo Daeng Liwang, Saksikan Sindo Hari ini (SHI), pukul 19.00 Wita hanya di SUN TV Channel 51 UHF, Televisi Referensi Sulsel.”
Seketika saya mendapat respons dari orang-orang yang berada dalam kontak BBM saya.
Tanggapan dari teman-teman BBM itu beragam.
Tapi rata-rata mereka memberikan jempol. Karena saya yakin, hari itu, memang masyarakat Sulawesi Selatan masih menunggu berita tentang berpulangnya almarhum yang memang masih hangat-hangatnya.
Di antara balasan itu, ada satu yang membuat saya tertegun.
Asalnya dari salah satu sahabat saya bernama Muhammad Takbir. Kebetulan yang bersangkutan bekerja untuk TV One di Makassar.
Begini bunyi pesannya:
“Terkenang Sang Maestro Iwan Tompo semasa masih liputan Kriminal dulu, saat penggerebekan miras dan judi di Mallengkeri. Kami sempat diburu parang oleh beliau, karena mengambil gambar penggerebekan di sekitar rumahnya. Saya (Muhammad Takbir), Alwy Fauzy, Budi Amin, Parda, Sahran, Hendra Berita Kota dan Ical Fajar serta Ary Fajar TV… Ini mi semua yang dikejar parang… Kejar Pake Parang…”
Saya yang waktu itu masih dalam suasana duka tersenyum membaca pesan sahabat saya itu, antara sedih dan geli membacanya.
Memang itulah salah satu sifat dari almarhum yang saya tahu betul: keras dan tegas!
Namun, di balik itu, beliau sesungguhnya pribadi yang sangat bersahaja, bersahabat, romantis, menyayangi keluarga dan sangat menjunjung apa yang dinamakan Siri’ na Pacce.
Tanggal 28 Mei 2013, saya kembali mendapat pesan BBM dari sahabat saya yang lain, Upi Asmaradhana.
Isi pesannya begini:
“Bisaki’ buat tulisan in memoriamnya Iwan Tompo? Karena kita yang tahu banyak soal Iwan Tompo, kalau perlu berseri”
Pesan BBM sahabat saya inilah yang membuat saya berpikir,
“Iya yah, sangat sedikit memang referensi tentang beliau. Di balik namanya yang begitu besar, dan karya-karyanya yang begitu banyak, mungkin tidak banyak yang tahu sosok beliau.”
Akhirnya, malam harinya saya ke rumah beliau dengan maksud meminta izin kepada istri dan anak-anaknya untuk menulis ‘sedikit’ dari apa yang saya ketahui tentang beliau.
Alhamdulillah. Daeng Sangnging, istri beliau, bersama anak-anaknya mengizinkan saya untuk mencoba menuliskan perjalanan hidup pelantun lagu Ana’ Kukang ini.
Saya juga yakin, Iwan Tompo akan mengizinkan saya menuliskan kisahnya semasa hidup.
Saya meyakini, beliau di alam sana tahu dan paham bahwa apa yang saya lakukan ini tulus ikhlas.
Saya berharap, tulisan sederhana saya akan bermanfaat bagi orang lain. Sehingga, menjadi amal jariyah bagi beliau.
Apabila orang-orang kemudian bisa mengambil inspirasi dari apa yang beliau perjuangkan dan apa yang Sang Maestro cita-citakan.
Daeng, anne mami akkulle kugaukang mange ri katte, punna sallang na a’matu matu ikatteji kukarannuang na ku so’na, barang ajjari kabajikang mangnge ri iya ngaseng rupa taua…
(Bang, hanya ini yang bisa saya lakukan untuk abang. Jika nanti bermanfaat, hanya abang yang saya rindukan dan impikan. Semoga memberi kebaikan untuk sebanyak mungkin manusia)
Sebagai prakata buku ini, saya sertakan sebuah puisi karya Udhin Palisuri, yang dibuat oleh Sang Jenderal Puisi, semasa hidupnya, ketika dia mendengar kabar bahwa Iwan Tompo wafat.
SELAMAT JALAN IWAN TOMPO
(Karya: Udhin Palisuri)
“Selamat jalan lelaki yang bernyanyi lagu Bugis-Makassar”
“Selamat jalan lelaki yang terbaring dalam pelukan cinta”
“Selamat jalan lelaki yang menyambut tangan malaikat”
“Selamat jalan lelaki yang tersenyum dalam luka duka”
“Selamat jalan lelaki yang kini menuju rumah akhirat”
“Selamat jalan lelaki yang berpisah ruh dan jasad”
“Selamat jalan lelaki yang mengasihi keluarganya”
“Selamat jalan lelaki yang membuka pintu surga”
“Selamat jalan lelaki yang disayang Tuhan”
Kamis, 23 Mei 2013, sekira pukul 06.30 Wita. Sang Legenda Lagu-lagu Daerah Sulawesi Selatan, Iwan Tompo Daeng Liwang, berpulang ke rahmatullah dipelukan istri tercintanya, Daeng Sangnging.
Beliau memang selalu mengimpi-impikan peristiwa indah itu. Kelak, apabila tiba ajalnya, beliau ingin menutup mata selama-lamanya dalam pelukan hangat istrinya.
“Sangnging, erokka sallang punna ammoterang sambil nurakaka’, andi’” (Sangnging, saya ingin kelak meninggal dipelukanmu, dinda)
Kata-kata itu selalu diucapkan Iwan Tompo kepada sang istri.
Terutama ketika penyakit mulai menggerogoti tubuhnya.
Begitu dirinya mulai sakit-sakitan, Iwan Tompo, menyadari bahwa usianya tak lama lagi. Lagu semerdu apapun akan berakhir. Pertunjukkan di penghujung pentasnya. Artis dengan segala atribut selebritasnya akan tinggal kenangan. Iwan Tompo meninggalkan begitu banyak kenangan bagi orang-orang yang ditinggalkannya.
Hujan deras turun saat pengantaran jenazah menuju peristirahatan terakhirnya di Perkuburan Keluarga Biring Romang, Kassi, Antang.
Perbatasan Makassar-Kabupaten Gowa. Hujan yang tercurah dari langit seolah menjadi gambaran begitu banyak orang yang bersedih atas kepergiannya. Tentu, sebagai hamba yang taat, kita harus menerima takdir dan kehendak Allah Swt. Bukankah setiap yang bernyawa akan mati? Sebagaimana yang Iwan Tompo goreskan dalam salah satu lirik lagunya:
“Tena tojeng lilianna, punna anjayya mo akkio…” (Tak ada yang dapat menghalangi, jika Tuhan telah memanggil…)
Selamat jalan Daengku… “Nia’ maki ri Anjayya… ka tenamo sare bajitta ri linoa… Jera’ta mami kucini… kelongta’ kulangngere… kuminasai mangnge rikatte anne biografita… kipammoporangnga punna nia kesalahan karena katte rupa taua tampa’na kasalangnga Batarayyaji Maha Sempurna…”.
Dari tulisan sederhana itulah yang kemudian dikembangkan menjadi buku ini. Proses pembuatan bukunya juga tak disengaja. Suatu sore, saya singgah di Kafe Baca untuk ngopi.
Di situ, saya bertemu dengan Saudara Rusdin Tompo, yang menyampaikan niatnya untuk mendokumentasikan para tokoh dan orang-orang yang sudah menjadi icon bagi daerahnya. Salah satunya adalah Iwan Tompo.
Saudara Rusdin memberi alasan bahwa menjadi tanggung jawab kita untuk merawat ingatan publik akan tokoh-tokoh itu yang sudah mendedikasikan hidupnya pada profesi tarik suara dan bidang seni musik yang digeluti.
Apalagi, menurutnya, kisah hidup Iwan Tompo masih jarang diungkap. Maka, penulisan dan penerbitan buku tentang kiprah Iwan Tompo semasa hidupnya di bidang musik, merupakan bentuk apresiasi kita pada Sang Maestro.
Saya tentu sangat gembira. Saya langsung membuat status di akun FB saya dengan maksud mengabarkan bahwa kami akan menulis tentang diri dan perjalanan karier Iwan Tompo.
Kami pun memutuskan untuk segera mewujudkan hadirnya buku ini, meski dalam kondisi tidak mungkin bisa mengungkap kisah hidup Iwan Tompo secara lengkap. Paling tidak, orang bisa lebih dekat mengenal dirinya, bukan hanya menikmati suara emasnya.
Alhamdulillah, buku ini akhirnya bisa rampung. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada istri Iwan Tompo, Daeng Sangnging (alm), serta anak-anak beliau: Yudhi, Ilham, Jemmy, Jenny, Jency, Iswan, Ismi dan Isda.
Terima kasih kepada Gubernur Sulawesi Selatan, Dr. Syahrul Yasin Limpo, SH. M.Si. M.H., dan Wali Kota Makassar, Ir. Mohammad Ramdhan Pomanto, yang telah memberikan sambutannya untuk buku ini. Terima kasih kepada semua sahabat Iwan Tompo yang ikut memberikan kesan dan kenangan, sebagai pengingat kepada sosok yang kita banggakan ini. [*)
Makassar, Maret 2017
Wandi Daeng Kulle