Aksa Mahmud dan Gagasan Spontan Lomba Barzanji Bahasa Bugis Antar-Santri se-Sulsel
Kala duduk berdampingan dengan sang ustad, Haji Muhammad Agus Lc, MThi (34), Aksa meminta sang ustad berceramah dalam bahasa Bugis
Penulis: Saldy Irawan | Editor: Thamzil Thahir
Dalam keadaan berduka, Founder Bosowa Corp, HM Aksa Mahmud menggagas lomba baca terjemahan Barzanji dan lomba talqiin dalam bahasa Bugis untuk santri se-Sulsel.
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM -- Gagasan original kerap datang di moment sempit, spontan, dan tepat.
Nah, itulah yang ditunjukkan founder sekaligus owner Bosowa Corporation, HM Aksa Mahmud (74 tahun), Selasa (19/2/2019) malam.
Gagasan spontan Wakil Ketua MPR-RI (2004-2009) ini adalah upaya memelihara tradisi tutur bahasa ibunya, Bugis menjadi salah satu alat syiar Islam.
Dia pun menggagas lomba baca terjemahan barzanji dan lomba talqiin dalam bahasa Bugis.
Gagasan ini mendadak muncul saat Aksa justru dalam keadaan berduka.
Menjadi shohibul bait (si empunya hajat) di acara takziyah malam pertama atas meninggalnya H Hasanuddin Hasma (1959-2019), Selasa (19/2/2019) di Kompleks Hertasning Blok B9, Kelurahan Gunungsari, Kecamatan Rappocini, Makassar.
Baca: Innalillahi, Mantan Pemimpin Umum Tribun Timur Hasanuddin Hasma Berpulang
Baca: Sosok Mendiang Hasanuddin Hasma Dikenal Tegas Tapi Mendidik Oleh Anaknya
Hasanuddin Hasma adalah keponakan Aksa sekaligus Vice Presiden Bosowa Group (1998-2006). Hasanuddin Hasma juga pernah menjabat Pimpinan Umum (PU) PT Bosowa Media Grafika, penerbit surat kabar harian Tribun Timur (2006-2009).
Hasanuddin Hasma meninggal dunia, Senin (18/2/2018) lalu. Almarhum dimakamkan di kompleks pekuburan keluarga di Kampung Lapasu, Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, sekitar 121 km dari Makassar, ibu kota Provinsi Sulsel.
Nah, usai prosesi pemaksman, Aksa pun salat Magrib berjamaah di masjid kampung kelahirannya.
Di masjid itulah dia mendengarkan takmiliyah atau bacaan zikir yang diterjemahkan dalam bahasa Bugis.
"Saya langsung ingat dan rindu masa kecil, saat mengaji di Mangkoso, sebelum sekolah SMP di Parepare, " ujar jebolan fakultas teknik Unhas itu, kepada Tribun.
Sekembali ke Makassar, lantunan zikir dalam bahasa Bugis itu, terus melintas di ingatannya.
Aksa pun mengambil kesimpulan tradisi baik syiar Islam itu harus lestari.
Namun caranya bagaimana?
Nah, gagasan spontan itu muncul saat menjamu ustad pembawa ceramah Takziyah di kediaman kemenaknnya.
Kala duduk berdampingan dengan sang ustad, Haji Muhammad Agus Lc, MThi (34), Aksa meminta sang ustad berceramah dalam bahasa Bugis.
"Ini tak biasanya saya ceramah di Makassar pakai bahasa Bugis, tapi karena permintaan to malebbitta Haji Aksa Mahmud, maka saya akan ceramah pakai Bahasa Bugis, dan campur bahasa Indonesia sedikit," kata sang Ustad, membuka ceramah takziyah soal Mati dan Kematian.
Dari pantauan Tribun, sekitar 45 menit ceramah, pembina Pondok Pesantren DDI Mangkoso, Barru itu, hampir 80% menggunakan bahasa Bugis.
Aksa dan sekitar 200-an kerabat, sahabat dan karyawan Bosowa Group, pun menyimah materi ceramah kandidat doktor ilmu tafsir hadits UIN Alauddin Makassar ini.\
Baca: UIM Gelar Halaqah Maulidurrasul , Ada Pembahasan Sejarah Barzanji
Baca: VIDEO: Khataman Quran Hingga Barzanji Warnai Syukuran HUT ke-45 Bosowa Corporation
Baca: Ikatan Mahasiswa DDI Rayakan Harlah Ke-48, Mengapa IMDI Diminta Lestarikan Barzanji?
Usai ceramah, Aksa juga meminta orang dekatnya di manajemen induk Bosowa Corporation untuk menggagas Lomba terjemahan Barazanji dan talqiin berbahasa Bugis antar santri Pondok Pesantren se-Sulsel.
"Kita bikin acaranya dalam rangka ulang tahun ke-46 Bosowa Corporation, awal Maret lah," kata Aksa Mahmud yang datang didampingi istrinya, Hajjah Ramlah Kalla.
Dia berharap, lomba ini diikuti santri tsanawiyah dan aliyah dari pondok pesantren di kabupaten yang masih aktif menggunakan bahasa Bugis; mulai dari kota Makassar, Pangkep, Maros, Barru, Parepare, Pinrang, Sidrap, Soppeng, Wajo, Bone, Sinjai dan Bulukumba.
Aksa mulai khawatir, jika tak ada upaya sistemik, massif dan institusional maka bahasa lokal dengan penutur terbesar di timur Indonesia ini akan punah.
"Kalau bukan kita siapa lagi," kata perintis kelompok usaha dengan singkatan, Bone-Soppeng-Wajo itu.