Belum Lunasi SPP, Siswi SD Mengaku Dihukum Push Up 100 Kali, Sekolah Sebut Agar Jadi Shock Therapy
Belum melunasi Sumbangan Pembinaan Pendidikan(SPP), seorang siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Mujtama Bogor, GNS mengku dihukum push up
TRIBUN-TIMUR.COM-Belum melunasi Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), seorang siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Mujtama Bogor, GNS mengku dihukum Push Up hingga 100 kali.
GNS mengaku peristiwa tersebut terjadi pekan lalu, lantaran orangtunya tak memiliki biaya untuk melunasi SPP-nya di SDIT Bina Mujtama Bogor.
Ia bercerita, kepala SDIT Bina Mujtama Bogor tiba-tiba memanggilnya saat dirinya tengah belajar di ruang kelas.
Baca: Taspen Jadi Penyelenggara Jaminan Sosial ASN, PPPK, dan Honorer
Baca: Panitia HBH Ikatek Unhas 2019 Ajak Warga Makassar Ikuti Maritime Eco Run! Minat, Daftar di Sini
Baca: Gara-gara VAR, Jepang Lolos ke Final Piala Asia 2019, Rekor Iran Rusak! Lihat Gol-golnya
Baca: Update Korban Banjir Sulsel: 69 Meninggal, 7 Hilang, JK Kirim 10 Mesin Pompa
Setelah menghadap ke kepala sekolah, ternyata GNS diminta Push Up 100 kali.
"Yang nyuruh kepala sekolah. Katanya belum dapat kartu ujian soalnya belum bayaran," ucap GNS dengan mata berkaca-kaca.
Sejak dirinya dihukum Push Up 100 kali, GSN memutuskan tidak mau lagi melanjutkan sekolah di SDIT Bina Mujtama.

“Takut (ke sekolah lagi). Takut disuruh Push Up,” ucap GSN di rumahnya di Depok, Jawa Barat.
Ia mengaku, setelah melakukan Push Up perutnya langsung merasa tidak enak.
“Sakit perutnya,” ujar GSN sambil memegang perutnya. Menurut dia, hukuman Push Up bukan kali ini diterimanya, melainkan sudah dua kali dihukum seperti itu.
Selain itu, kata dia, siswa lain pun ada yang dihukum sama dengannya.
"Pernah lagi waktu itu dihukum Push Up, tetapi cuma disuruh 10 kali. Dari kelas aku ada dua orang lagi yang disuruh Push Up," ucap GNS.
Baca: Update Korban Banjir Sulsel: 69 Meninggal, 7 Hilang, JK Kirim 10 Mesin Pompa
Baca: VIRAL Video Perkelahian Maut di Polman! Polisi Ringkus Pelaku Pembacokan Karman, Korban Tewas
Baca: Puncak HUT ke-675 Kabupaten Sidrap Akan Diramaikan Tari Kolosal
Baca: Bursa Liga 1, Rishadi ke Persija, 2 Pilar Brasil ke PSIS? Bagaimana Pelatih PSM-Bhayangkara FC?
Penjelasan sekolah
Kepala Sekolah SDIT Bina Mujtama Budi mengaku memberikan hukuman Push Up kepada muridnya sebagai bentuk shock therapy.
Namun ada perbedaan keterangan. GSN mengaku dihukum Push Up 100 kali karena tidak membayar uang pendidikan.
Sementara itu, menurut Budi, ia tak menghukum Push Up 100 kali, tetapi 10 kali.
“Oh enggak, jadi hanya shock therapy, memang kami lakukan (hukuman Push Up) tapi tidak sampai sebanyak itu, hanya 10 kali,” ujar Budi.
Ia mengatakan, awalnya pihak sekolah memanggil GSN untuk berdiskusi mengenai uang sekolahnya yang belum dilunasi orangtuanya selama lebih dari sepuluh bulan.
Setelah mengajak berdiskusi, GSN pun diberi hukuman Push Up. Hal itu dilakukan agar orangtua GSN datang ke sekolah tersebut.
Budi mengatakan, orangtua GSN sudah beberapa kali dipanggil oleh sekolah untuk datang, tetapi tidak juga datang.
“Itu waktu kami panggil orangtuanya tidak datang berkali-kali. Jadi kami sampaikan ke GSN kalau bisa orangtuanya panggil datang ke sekolah, kami katakan seperti itu," tutur Budi.
Baca: Polisi Ringkus Pengedar Ekstasi di Sidrap
Baca: Kabar Terbaru CPNS 2019, Hanya Digelar di Tiga Provinsi, Cek Jadwalnya! Ada juga Penerimaan PPPK
Baca: Detik-detik Cucu Presiden Jokowi Jan Ethes Takut dengan Andre Taulany, Sule Tak Sadar, Cek Videonya
Baca: Kabar Terbaru CPNS 2019, Hanya Digelar di Tiga Provinsi, Cek Jadwalnya! Ada juga Penerimaan PPPK
Penanganan
Hal yang menimpa GSN menjadi sorotan publik, khususnya Pemerintah Kota Depok.
Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna mengatakan, pihaknya akan menelusuri penyebab GSN (10), siswi SDIT Bina Mujtama yang tidak mampu melunasi SPP selama berbulan-bulan.
“Kami akan telusuri tunggakan SPP ini, apakah karena betul-betul belum sejahtera atau ada alasan lain,” ujar Pradi. Selain itu, Pradi menyatakan kemungkinan memindahkan GSN ke sekolah lain di Depok.
Pasalnya, dari tempat tinggal GSN di Kampung Sidamukti, Sukamaju, Cilodong, Depok ke SDIT Bina Mujtama yang berada di Jalan KH Mudham, Pondok Manggis, Bojong Baru, Bogor berjarak 12 kilometer dan membutuhkan waktu 29 menit.
“Kami tidak akan tinggal diam. Saya coba langsung cari sekolahnya, apa benar ini warga Sukamaju, Depok. Kalau informasi sekolah jauh dari rumahnya mungkin nanti bisa diupayakan pindah ke sekolah Depok saja,” ucap Pradi.
Pradi mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas-dinas tekait untuk melakukan penanganan konkret terhadap GSN.
“Kalau GSN ini trauma, kami akan koordinasikan dengan Dinas Sosial untuk memberikan pendampingan pada dia. Kemudian kami juga akan koordinasikan dengan Dinas Pendidikan untuk memindahkan sekolah GSN . Kami akan koordinasi dengan pihak terkait sambil saya telusuri persoalannya. Kami ambil langkah-langkah konkret, jangan sampai anak ini terganggu pendidikannya,” tutur Pradi.

KPAI Sebut Tergolong Kekerasan
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, hukuman Push Up di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Bina Mujtama kepada GNS (10) karena belum melunasi uang sekolah merupakan kekerasan terhadap anak.
Retno mengatakan, hukuman tersebut bisa dikategorikan sebagai kekerasan fisik dan psikis, serta berpotensi kuat melanggar Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Apalagi jika Push Up dilakukan berpuluh kali tanpa mempertimbangkan kondisi anak, maka itu berpotensi menyakiti dan membahayakan anak tersebut. Ini masuk kategori kekerasan fisik,” ucap Retno melalui pesan tertulis, Senin (28/1/2019).
Retno mengatakan, tindakan sekolah juga dikategorikan dalam kekerasan psikis karena kondisi GSN tertekan dan merasa direndahkan hingga dipermalukan di lingkungan sekolah.
“Apalagi banyak temannya atau gurunya yang tahu kalau orangtuanya belum bisa melunasi uang SPP,” ucap Retno.
Retno menilai, seharusnya jika orangtua belum bisa melunasi SPP anak, sekolah tidak berhak melakukan penghukuman.
Anak harus tetap mendapatkan haknya atas pendidikan, seperti mengikuti pembelajaran dan ujian.
“Jadi kalau orangtua belum melunasi SPP, maka itu bukan salah si anak, tetapi itu kewajiban orangtuanya. Yang harus dipanggil, ditegur, dan disurati pihak sekolah adalah orangtuanya,” ujar Retno.
Retno mengatakan, dalam menekan pelunasan SPP sekolah anak, seharusnya sekolah bisa berkomunikasi langsung dengan para orangtua siswa. Bukan siswanya yang ditekan dan diperlakukan tidak wajar.
“Kalau ada perjanjian antara orangtua siswa dengan pihak sekolah saat mendaftar sekolah di tempat tersebut, maka perjanjian itu juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang ada,” tutur Retno.
Baca: TRIBUNWIKI: 8 Tempat Makan Enak di Sunu, Ada Coto, Pallubasa, Sop Saudara, Sampai Nasi Campur
Baca: Kemensos Serahkan Santunan Ahli Waris Korban Longsor Gowa
Baca: 10 Mesin Pompa Air Wapres JK Tiba dan Siap Pakai di Jeneponto
Subscribe untuk Lebih dekat dengan tribun-timur.com di Youtube:
Jangan lupa follow akun instagram tribun-timur.com
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengakuan Siswi SD yang Dihukum "Push Up" 100 Kali karena Tunggak SPP"