Banjir Sulsel
Tolong Jeneponto Darurat Air Bersih
Masalah krisis air bersih itu kian diperparah karut-marut manajerial otoritas penyedia kebutuhan dasar itu di level kabupaten.
Penulis: Ikbal Nurkarim | Editor: Thamzil Thahir
MAKASSAR, TRIBUN -- Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Perumpamaan pepatah inilah yang kini mendera belasan ribu warga Jeneponto, akhir Januari 2019 ini.
Setelah diterjang banjir bandang awal pekan lalu, sejak akhir pekan ini, mereka mulai merasakan susahnya mendapatkan air bersih.
Sumber air bersih utama kabupaten berpenduduk 430 ribu jiwa ini adalah reservoir dan Sungai Kelara.
Sumber air itu masih ada. Sayang, jalur distribusinya kini juga jadi korban banjir.
Masalah itu kian diperparah karut-marut manajerial otoritas penyedia kebutuhan dasar itu di level kabupaten.

Baca: Jembatan Munte Jeneponto Putus, Warga Minta Dibangunkan Jembatan Darurat
Baca: VIDEO: Warga Desa Sapanang Jeneponto Butuh Perbaikan Rumah
Baca: Jembatan Munte Putus, 5 Hari Sudah 9000 Warga di Jeneponto Terisolir, Tolong Pak JK
Pasca-banjir, 10 instalasi intake machine PDAM Jenepont kota kabupaten sekaligus kecamatan terparah terkena dampak banjir.
Darurat mendapatkan air laik konsumsi untuk sekitar 10 ribu pelanggannya yan sebagian besar ada di Binamu, ibukota kabupaten.
Dari 10 intake itu, kini hanya lima yang berfungsi baik. Namun, kala banjir menghantam, mesin penyerap dan pengolahan air bersihnya rusak.

Setelah air bercampur lumpur datang bawa bencana, kini kami berteriak mencari air bersih.
“Jeneponto Darurat air bersih, Kalau bisa truk tangki air dari Makassar, Gowa, Bantaeng dan Taklar yang tidak terpakai kirim dulu standbay di Jeneponto,” kata Dr Zakir Sabara HW MT, pakar lingkungan dari Fakultas Teknologi Industri (FTI) UMI Makassar.
Zakir dan tim relawan kemanusiaan dari FTI UMI sejak Sabtu (26/1/2019) sudah mendistribusi dan mendokumentasikan dampak banjir di Jeneponto.
Doktor ilmu lingkungan dari Universitas Brawijaya (UB) Malang ini, menyebutkan perencanaan dan pemetaan Jalur distribusi yang rentan bencana alam, perlu perencanaan yang tangguh (robust).
Selain langkah darurat menjelang masa pemulihan dan rekonstruksi pascabencana, jelasnya, pemerintah daerah mulai dari sekarang sebaiknya menata ulang masa depan sumber dan jalur distrubusi air. ”Pasca-bencana ini, semua pihak perlu membuat rencana,” kata Dekan FTI UMI ini.

Suara senada juga disuarakan Sekjen Pengurus Pusat (PP) Kerukunan Kelurga Turatea (KKT) Dr Amiruddin Kadir M.Ei dan Wasekjen PP KKT Attock Suharto.
“Sejak hari Kamis (24/1) warga sudah berteriak mana air bersih, ini PLN juga mati,” kata Attock yang datang bertandang ke kantor Tribun Timur, Minggu (27/1/2019) malam bersama lima pengurus Himpunan Mahasiswa Pelajar Turatea (HMPT).
Mereka berharap, pemerintah pusat dan provinsi mengarahkan sumber daya natura dan kebijakan untuk membantu keluarga mereka di Jeneponto.
Kabupaten berjarak 84 km selatan Makassar, ibu kota provinsi Sulsel ini terparah kedua dari sisi korban jiwa yang meninggal (14), setelah Gowa. (44 korban) dari total 59 korban jiwa di 6 kabupaten/kota di Sulsel. Namun dari sisi pengungsi dan dampak, Jeneponto terbesar.
Hingga Minggu (27/1/2019) atau tepatnya lima hari pasca-diterjang bencana hydrometeorologi, Selasa (22/1/2019) hingga Rabu (23/1/2019), dmpak bencana merata di semua kecamatan.
Data dari Posko Terpadu Penanggulangan Bencana yang dikoordinir Badan Penanggulangan
Bencana Nasional, merilis dari total 113 desa (83) dan (31) kelurahan di 11 kecamatan, sebanyak 34 desa/kelurahan terpapar bencana di skala tinggi dan sangat tinggi.
Di Binamu, ibukota kabupaten ada lima desa (Sapanang, Balang, Monro-Monro, Balang Toa, dan Pabbiringan) masuk kategori sangat tinggi.

Sedagkan dua desa di Kecamatan Turatea (Bontomate’ne, Pa’rasanan Beru, dan Jombe) di kecamatan Bontoramba terparah di Desa Bangkalaloe. Sisanya, 24 desa/kelurahan menyebar di delapan kacamatan lain,
Dalam catatan Tribun, hingga tadi malam, ratusan relawan dari Makassar, hingga tadi malam, terus membagikan sumbangan natura ke Jeneponto.
Baca: Bahas Banjir Jeneponto, Pengurus KKT Minta Perhatian Pemerintah Pusat Banjirnya Sangat Parah
Jalur lalulintas dari dan ke daerah ini macet di malam hari, Sebagian besar datang ke Jeneponto, pagi harinya, dan balik ke Makassar malam harinya.
Tanpa dikoordinir, mereka terjun langsung membagikan sumbangan.
Akhirnya, banyak bantuan hanya tersalur di kawasan pinggir jalan namun tidak sampai ke pelosok.
Dalam catatan Tribun, masalah manajemen pengelolaan air di Jeneponto, memang sudah ada dua tahun terakhir.
Penetapan tersangka direktur PDAM setempat, tahun lalu, rangkaian tunggakan pemakaian listrik oleh PDAM Jenepo sepanjang 2016, 2017 dan 2018, menambah runyam masalah air bersih di Jeneponto.
Hingga awal 2018, total tunggakan listrik PDAM Jeneponto yang tercatat di PLN Rayon Jeneponto mencapai Rp 595 juta per September 2017.
PDAM melayani kurang lebih 9.155 pelanggan aktif. Namun dari jumlah tersebut, banyak yang dilaporkakan menunggak membayar iuran air.
Dana yang dikelola PDAM itu Rp461 juta per bulan, sedangkan jumlah pegawai PDAM 94 orang. Pembayaran listrik per bulan itu Rp250 juta dari pedapatan. Juga akumulasi masalah gaji pegawai sudah 3 bulan belum dibayarkan,
Rekomendasi Amerika
Dari hasil pemantauan lapangan dilansir IUWASH, proyek penerlitian air bersih daru USAID tahun 2017 lalu, sudah menemukan titik-titik kerentanan utama PDAM Jeneponto.
Titik intake PDAM di sepanjang aliran Sungai Kelara (Intake Munte, Intake Kallakara, dan Intake Parappa).
Di balik potensi debitnya yang besar, Sungai Kelara menyimpan potensi bencana. Sungai Kelara pernah mengalami bencana banjir dan berpotensi bencana yang sama di masa yang akan datang.
Perubahan tata guna lahan di daerah hulu, kondisi geologi, dan perubahan iklim akan meningkatkan potensi tersebut. Pada saat kemarau, potensi kekeringan juga sangat
berpotensi terjadi di DAS Jeneponto yang tentu berpengaruh terhadap debit Sungai Kelara.
IUWASH-USAID merekomendasikan perlunya upaya sistemastis menahan air selama mungkin di daratan terutama di bagian hulu.
Titik lain yang perlu menjadi perhatian PDAM Kabupaten Jeneponto adalah Sungai Biroanging. Berdasarkan hasil studi, Sungai Biroanging sangat potensial untuk dijadikan sumber air baku PDAM.
Sungai Biroanging memiliki debit cukup besar dengan parameter fisik yang memenuhi standar kualitas air baku untuk air minum dan terlebih di sungai ini sejak tahun 2011 telah terdapat bangunan intake namun belum dimanfaatkan.
Pengoperasian intake Sungai Biroanging dapat memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya yang berada di bagian barat Kabupaten Jeneponto.
Selain itu, pembatalan UU SDA yang menuntut prioritas pengelolaan sumber daya air berada pada badan usaha milik negara (BUMN) maupun badan usaha milik daerah (BUMD) harus disikapi sebagai momentum PDAM untuk semakin didukung dan dikembangkan.
Aksi spesifik yang dilakukan IUWASH adalah Penyusunan StudiKelayakan Penggunaan Sumber air.