Akademisi: Bunga Acuan Tetap itu Dimaklumi, CAD Masih Mengganggu
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Desember 2018 memutuskan mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00 persen
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan Tribun Timur, Muhammad Fadhly Ali
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Desember 2018 memutuskan mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
Menanggapi hal tersebut, Akademisi Fakultas Ekonomi Unhas, Anas Iswanto Anwar Makatutu yang dihubungi Kamis (20/12/2018) menuturkan memaklumi kebijakan moneter BI tersebut.
"Untuk kondisi sekarang bisa dimaklumi hasil RDG. Tetapi jangan lengah karena uncertainty (ketidakpastian) masih terus mengancam, CAD (current account deficit) masih mengganggu, terlebih ancaman suku bunga The Fed untuk 2019 naik sampai 3 persen, ini harus diantisipasi dengan baik," kata Anas Iswanto.
Baca: Tim Buser Polres Pangkep Tangkap Pelaku Jambret HP di Makassar
Baca: Guru SDN 005 Rantepao Jajal Bisnis Online Tanaman Anggrek Mamasa, Gaet Anak Muda Jadi Reseller
Baca: Ini Kemudahan dan Fasilitas Dealer Baru Suzuki di Gowa
Baca: VIDEO: Marching Band dan Pasukan Berkuda Jemput Kedatangan Ketua Bawaslu Sulsel di Jeneponto
Baca: Sederet Fakta Tentang Siska Icun, Ibu Muda yang Tewas di Apartemen Kebagusan City, ini Profesinya
Baca: TRIBUNWIKI: Ini Profil Hilmi Farizan Hakim, Kepala Cabang Asuransi Astra Makassar
Baca: Pembayaran Gaji Guru Tidak Tetap di Sulbar Belum Mendapat Kejelasan
Baca: Warga Kacibo Bulukumba Butuh Jaringan Internet Seluler
Baca: Milenial: Libur Akhir Tahun, Besse Khusnul Rencana Mudik ke Sengkang
Baca: Lebih Enak Jadi Wakil Presiden SBY atau Jokowi? ini Jawaban Wapres Jusuf Kalla (JK)
Baca: Di Wajo, 6 Bidan PTT Bakal Diangkat Jadi CPNS
Lelaki berkacamata itu menilai, BI tidak bisa bekerja sendiri. "Harus tetap berkordinasi baik dengan fiskal untuk menjaga perekenomia domestik," kata Ketua IKA Ilmh Ekonomi Unhas itu.
Hal yanv tidak kalah penting, kata Anas yakni tingginya pertumbuhan kredit dibanding dengan Dana Pihak Ketiga (DPK).
"Hal tersebut juga serius, gap-nya terlalu besar. Di angka 13-an persen dengan 7-an persen. Ini terkait inklusi keuangan, masih banyak dana masyarakat yang tidak di bank yang ada di Indoneska, malah di luar negeri. Itu namanya financial inclusion" katanya.
Solusinya, kata dia, perlu digiatkan literacy dan inclusion harus menjadi perhatian khusus BI.
Subscribe untuk Lebih dekat dengan tribun-timur.com di Youtube:
Jangan lupa follow akun instagram tribun-timur.com