Cerita Guru Berdediksi Asal Pangkep, Mendaki Gunung dan Bawa Sajam ke Sekolah
Satriani (33) menjadi salah seorang dari lima guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diberi penghargaan oleh Kementerian Agama
Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Anita Kusuma Wardana
"Kadang saya menginap di rumah penduduk. Musim hujan biasanya jalanan licin, dan semakin banyak ular," tandasnya.
Baca: Teuku Wisnuh Jadi MC Tabligh Akbar Ummat Fest 2018 CCC Makassar
Baca: Pemilih Pemula Antusias Ikuti Kursus Kepemiluan KPU Sidrap
Baca: Selamat Ber-KONFERDA Apoteker se-Sulsel
Baca: Curi Motor di Masjid, 6 Remaja Pinrang Diringkus Polisi
Tantangan lain yang dihadapi Satriani, tempat mengajaranya yang terbilang msih cukup tertinggal dan jauh dari modernisasi, membuat sebagian masyarakatnya masih menganut paham animisme. Satriani yang mengajar Agama Islam pun berusaha untuk menyesuaikan diri, memberi pemahaman agama ke siswanya tanpa menentang kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat.
"Anak-anak di sana membutuhkan bimbingan, karena keadaan masyarakat masih sangat tradisional, dan tertinggal. Emahaman animisme masih sangat kental, tapi kita tak bisa frontal juga melarang mereka, jangan sampai kami diusir," kata dia.
"Alhamdulillah ketika saya mengajar agama, mereka cukup termotivasi, apalagi kerika saya mengajar pakai cara unik, mereka terkesan. Saya pikir anak-anak ini memiliki respon baik, dan saya harap mereka bisa memiliki pengetahuan agama, dan mereka meninggalkan pemahaman animisme," sambung dia.
Mengajar dengan status guru honorer, tentu bukan menjadi sesuatu yang baik untuk kesejahteran Alumnus Universitas Muhammadiyah ini. Gaji yang minim tak cukup baginya. Namun Satriani menegaskan, mengajar tak semata untuk mencari uang, ada tugas dan tanggung jawab besar yang harus ia laksanakan.
"Kita ini sebagai guru, bukan hanya saya yang sebagai honorer, yang PNS juga, dan mengajar di manapun apakah itu di kota atau pelosok, kita punya tanggung jawab untuk mengabdi dan mencerdaskan anak-anak kita. Masa depan bangsa ada di tangan anak-anak kita, dan kita bertanggung jawab mendidik mereka sampai ke sana," pungkasnya.
Satriani juga berharap, penghargaan yang diterimanya dapat memotivasi guru-guru lain, baik yang masih honorer maupun PNS untuk lebih bersemangat mengabdi.
"Saya harap dengan adanya penghargaan guru berdedikasi ini, guru bisa lebih bersemangat dan berprestasi, juga bisa menginspirasi untuk tak menyerah dalam mengabdi," pungkasnya.
"Terima kasih juga kepada DPW Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia Sulsel dan KKG, yang selama ini banyak membantu saya hingga dapat meraih penghargan ini," tutup Satriani.
Sementara Kabid PAI Kemenag Sulsel, M Rasbi juga berterima kasih kepada pemerintah khusunya Dirjen Pendidikan Agama Islam atas apresiasinya terhadap Kanwil Kemenag Sulsel, khusunya Bidang PAI Sulsel.
"Semoga ke depannya, guru makin banyak terinspirasi dan termorivasi dengan adanya apresiasi ini. Guru honorer saja bisa berprestasi, apalagi yang PNS. Selain itu kita juga selalu membutuhkan perhagian pemerintah terhadap guru-guru kita seperti Ibu Satriani ini," ucapnya.
"Suatu kesyukuran, tentu prestasi tak didapatkan begitu saja, ini semua atas dukungan semua pihak, sekolah, kemenag kabupaten/kota, arahan kakanwil, dan lain-lain, Ini adalah kado terindah dari Bidang PAI dalam rangka Hari Amal Bakti Kemenag ke-73," tutup Rasby. (*)
Lebih dekat dengan Tribun Timur, subscribe channel YouTube kami:
Follow juga akun instagram official kami: