Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Cerita Guru Berdediksi Asal Pangkep, Mendaki Gunung dan Bawa Sajam ke Sekolah

Satriani (33) menjadi salah seorang dari lima guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diberi penghargaan oleh Kementerian Agama

Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Anita Kusuma Wardana
Satriani
Guru SD 44 Bakka, Satriani bersama Kabid PAI Kemenag Susel M Rasby, usai menerima penghargaan dari Kementerian Agama. Satriani merupakan satu dari lima guru Agama Islam berdedikasi di Indonesia yang menerima penghargaan dari Dirjan Pendidikan Agama Islam Kemenag. 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Satriani (33) menjadi salah seorang dari lima guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diberi penghargaan oleh Kementerian Agama melalui Dirjen Pendidikan Fama Islam atas dedikasinya mencerdaskan bangsa.

Satriani yang merupakan guru honorer di SD 44 Bakka, Kabupaten Pangkep, dianugrahi penghargaan sebagai guru berdedikasi, karena selama bertahun-tahun rela mengajar siswa di pelosok Kabupaten Pangkep.

SD 44 Bakka terletak di Dusun Bakka Desa Bontoa, Kecamatan Minasatene, Pangkep. Untuk mengajar di sekolah tersebut, setiap hari Satriani menempuh perjalanan 15 kilometer dari rumahnya.

Delapan kilometer pertama, ibu dua anak ini menggunakan sepeda motor, namun, tujuh kilometer selanjutnya, ia harus berjalan kaki lantaran akses menuju ke sekolah merupakan hutan dan gunung yang hanya dapat diakses dengan berjalan kaki.

Baca: Terungkap Alasan Kawan-kawan Tukang Parkir Iwan Hutapea Berani Bantu Keroyok Anggota TNI

Baca: Alat Berat Perbaikan Jembatan Kembar Gowa Sempat Macetkan Pallangga-Sungguminasa

Baca: BREAKING NEWS:  Eks Sandera Abu Sayyaf, Hamdan Tiba di Wonomulyo Sulbar

Satriani sudah menjadi guru honorer sejak 2006, namun awalnya dia mengajar di Kota Pangkep dengan jam mengajar yang sangat minim. Pada 2014, Ia mendengar kabar, sebuah sekolah di pedalaman Pangkep membutuhkan tenaga guru PAI.

Satriani pun tertarik mengajar di sekolah tersebut, demi menambah jam mengajarnya dan juga mentransfer pengetahuannya ke siswa. Ia bahkan rela meninggalkan tempat mengajarnya sebelumya, yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumahnya.

Dibantu suaminya, ia kemudian menghadap ke kepala sekolah dan bermohon untuk pindah mengajar. Meskipun waktu menghadap, orang-orang tak percaya jika Satriani ingin benar-benar pindah mengajar di pelosok.

"Waktu saya menghadap itu, mereka sempat tidak percaya. Katanya bagaiman mungkin saya yang seorang perempuan bisa mengajar di SD Bakka yang sulit diakses, perjalanan ke sana saja sangat sulit katanya. Apalagi waktu itu konfisi fisik saya masih sangat kurus," ujar Satriani yang ditemui di ruangan Kabid PAI, Kemenag Sulsel, Jumat (14/12/2018).

Satriani memang diundang khusus ke Kemanag Sulsel untuk menceritakan pengalamannya, dimana sehari sebelumnya Ia baru pulang dari Jakarta menerima penghargaan guru berdedikasi, diqdampingi Kabid PAI Kemenag Sulsel, Rasbi.

Satriani melanjutkan ceritanya, untuk mengajar di SD 44 Bakka yang hanya memiliki 31 Siswa, setiap hari ia sudah harus berangkat setelah Salat Subuh.

"Saya berangkat setelah Salat Subuh, naik motor delapan kilo, lalu motor dititip di rumah warga, lalu lanjut jalan kaki sekitar tujuh kilo menuju sekolah," ungkapnya.

Dalam perjalanan menyusuri hutan dan mendaki gunung, Satriani selalu membekali diri dengan senjata tajam. Hal itu untuk melindungi dirinya dari hewan buas yang masih cukup banyak berkeliaran di hutan tersebut.

Ia mengungkapkan, pernah suatu ketika dalam perjalanan ke sekolah, Ia dikagetkan dengan ular yang cukup besar di hutan itu. Tak hanya sekali, beberapa kali Satriani harus berpapasan dengan ular dan hewan-hewan buas lainnya. "Makanya selalu bawa parang ke sekolah," kata Satriani sambil tertawa.

Jarak yang sangat jauh dari rumah, membuat Satriani kadang memutuskan untuk menginap di Dusun Bakka. Apalagi jika menghadapi nusim hujan, dimana jalan yang semakin sulit, ia memilih menumpang di rumah warga.

"Kadang saya menginap di rumah penduduk. Musim hujan biasanya jalanan licin, dan semakin banyak ular," tandasnya.

Baca: Teuku Wisnuh Jadi MC Tabligh Akbar Ummat Fest 2018 CCC Makassar

Baca: Pemilih Pemula Antusias Ikuti Kursus Kepemiluan KPU Sidrap

Baca: Selamat Ber-KONFERDA Apoteker se-Sulsel

Baca: Curi Motor di Masjid, 6 Remaja Pinrang Diringkus Polisi

Tantangan lain yang dihadapi Satriani, tempat mengajaranya yang terbilang msih cukup tertinggal dan jauh dari modernisasi, membuat sebagian masyarakatnya masih menganut paham animisme. Satriani yang mengajar Agama Islam pun berusaha untuk menyesuaikan diri, memberi pemahaman agama ke siswanya tanpa menentang kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat.

"Anak-anak di sana membutuhkan bimbingan, karena keadaan masyarakat masih sangat tradisional, dan tertinggal. Emahaman animisme masih sangat kental, tapi kita tak bisa frontal juga melarang mereka, jangan sampai kami diusir," kata dia.

"Alhamdulillah ketika saya mengajar agama, mereka cukup termotivasi, apalagi kerika saya mengajar pakai cara unik, mereka terkesan. Saya pikir anak-anak ini memiliki respon baik, dan saya harap mereka bisa memiliki pengetahuan agama, dan mereka meninggalkan pemahaman animisme," sambung dia.

Mengajar dengan status guru honorer, tentu bukan menjadi sesuatu yang baik untuk kesejahteran Alumnus Universitas Muhammadiyah ini. Gaji yang minim tak cukup baginya. Namun Satriani menegaskan, mengajar tak semata untuk mencari uang, ada tugas dan tanggung jawab besar yang harus ia laksanakan.

"Kita ini sebagai guru, bukan hanya saya yang sebagai honorer, yang PNS juga, dan mengajar di manapun apakah itu di kota atau pelosok, kita punya tanggung jawab untuk mengabdi dan mencerdaskan anak-anak kita. Masa depan bangsa ada di tangan anak-anak kita, dan kita bertanggung jawab mendidik mereka sampai ke sana," pungkasnya.

Satriani juga berharap, penghargaan yang diterimanya dapat memotivasi guru-guru lain, baik yang masih honorer maupun PNS untuk lebih bersemangat mengabdi.

"Saya harap dengan adanya penghargaan guru berdedikasi ini, guru bisa lebih bersemangat dan berprestasi, juga bisa menginspirasi untuk tak menyerah dalam mengabdi," pungkasnya.

"Terima kasih juga kepada DPW Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia Sulsel dan KKG, yang selama ini banyak membantu saya hingga dapat meraih penghargan ini," tutup Satriani.

Sementara Kabid PAI Kemenag Sulsel, M Rasbi juga berterima kasih kepada pemerintah khusunya Dirjen Pendidikan Agama Islam atas apresiasinya terhadap Kanwil Kemenag Sulsel, khusunya Bidang PAI Sulsel.

"Semoga ke depannya, guru makin banyak terinspirasi dan termorivasi dengan adanya apresiasi ini. Guru honorer saja bisa berprestasi, apalagi yang PNS. Selain itu kita juga selalu membutuhkan perhagian pemerintah terhadap guru-guru kita seperti Ibu Satriani ini," ucapnya.

"Suatu kesyukuran, tentu prestasi tak didapatkan begitu saja, ini semua atas dukungan semua pihak, sekolah, kemenag kabupaten/kota, arahan kakanwil, dan lain-lain, Ini adalah kado terindah dari Bidang PAI dalam rangka Hari Amal Bakti Kemenag ke-73," tutup Rasby. (*)

Lebih dekat dengan Tribun Timur, subscribe channel YouTube kami: 

Follow juga akun instagram official kami: 

ii
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved