Abdul Rauf, Seniman Tari Sarappolompo Komitmen Lestarikan Kondo Buleng Hingga Akhir Hayat
Tarian tersebut berasal dari daerah asalnya Sarappolompo, Mattiro Langi, Liukang Tupabbiring, Pangkep, Sulawesi Selatan.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Nurul Adha Islamiah
Laporan Wartawan Tribun Timur, Desi Triana Aswan
TRIBUNTIMUR.COM, MAKASSAR- Kepada Tribun Timur, Abdul Rauf (81) mengaku sangat mencintai tarian Kondo Buleng.
Tarian tersebut berasal dari daerah asalnya Sarappolompo, Mattiro Langi, Liukang Tupabbiring, Pangkep, Sulawesi Selatan.
Tarian ini adalah kisah dan bentuk kegemberiaan masyarakat pulau Sarappolompo saat terlepas dari penjajahan.
Baca: Siswa Athirah Bone, Wakili Indonesia di Model United Nations 2019
Baca: TRIBUNWIKI: Sejarah Kondo Buleng, Tarian Asal Sarappolompo Pangkep
Baca: TRIBUNWIKI: Sejarah Kondo Buleng, Tarian Asal Sarappolompo Pangkep
Penjajah belanda yang diidentikkan dengan angsa putih menjadi ikon dalam tarian ini, yang pada masa penjajahan selalu merampas ikan hasil tangkapan nelayan.
Sejak tahun 1969 lelaki yang dulunya nelayan, sudah senang menarikan tarian daerahnya ini.
Kecintaannya kepada karya seni tari kondo buleng, terbukti dari hasil pantauan Tribun Timur saat menyambangi rumahnya pada Rabu (28/11/2018) yang juga berada di pulau Sarapolompo.
Terdapat banyak alat yang digunakan sebagai pendukung tarian tersebut.
Dia juga adalah ketua dari sanggar tari kondo buleng.
Terpilihnya dia sebagai ketua, menjadikan tanggung jawabnya untuk terus berkarya dan memperkenalkan tarian ini ke semua orang.
"Saya ingin tarian ini dikenal sama orang-orang," ujarnya.
Meski tinggal di pulau terpencil, lanjutnya, tarian ini juga merupakan warisan dari leluhur kami dulu.
Selain itu, Abdul Rauf mengatakan juga melibatkan anak-anak hingga cucu-cucunya sebagai pelakon dalam tarian ini.
"Anak saya juga ikut menari bersama saya, cucu-cucu saya juga seperti itu," katanya.
Baginya, dengan mengajarkan tarian tersebut keanak-anaknya dia berharap agar tarian ini tidak mati oleh jaman dan dapat diteruskan nantinya.
Dulunya, Abdul Rauf banyak mendapat panggilan untuk menarikan tarian ini hingga ke Kota Makassar.
Namun, saat ini diakuinya sudah jarang mendapat tawaran tersebut.
2016 adalah tahun terakhir Abdul Rauf bersama kawan-kawan sanggarnya mendapatkan panggilan menari.
"Dulu banyak tampil, paling banyak dibayar Rp. 7 juta itu dibagi 20 orang penari. Tapi, sekarang sudah jarang dipanggil," katanya.
Meski jarang mendapat panggilan. Namun, dia masih tetap menarikan tarian ini bersama keluarga dan kawan-kawannya untuk sekedar menghibur tetangga atau acara adat di pulau tersebut.
Dia juga mengatakan akan terus melestarikan tarian dari daerahnya ini hingga akhir hayat.
"Maju terus pantang mundur, pokoknya harus tetap dilestarikan," ujarnya.
Lebih dekat dengan Tribun Timur, subscribe channel YouTube kami:
Follow juga akun instagram official kami: