Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Jadi Keynote Speaker di Universitas Sriwijaya, Farida Patittingi Paparkan Ini

Penggunaan bukti-bukti ilmiah banyak dilakukan untuk penanganan perkara lingkungan hidup atau SDA sehingga para hakim diharapkan bersikap progresif

Penulis: Jumadi Mappanganro | Editor: Jumadi Mappanganro
Farida Patittingi
Dekan FH Unhas Prof Dr Farida Patittingi SH MHum menerima cinderamata dari Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Dr Febrian, Kamis, 29 Nov 2018 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin Prof D Farida Patittingi SH MHum (51) tampil sebagai keynote speaker pada Sriwijaya Law Conference, Kamis (29/11/2018).

Berlangsung di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (Unsri), Palembang.

Tema yang dibahas Penemuan Hukum (Rechtsvinding) melalui Scientific Evidence dalam Sistem Peradilan Indonesia.

Pada acara ini, Farida menegaskan bahwa bukti ilmiah merupakan salah satu alat bukti yang sangat penting digunakan oleh hakim dalam melakukan penemuan hukum.

Khususnya terhadap penyelesaian kasus-kasus yang memang harus menggunakan kajian ilmiah dalam proses pembuktiannya.

“Seperti pada kasus pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam lainnya,” ujar wanita kelahiran Bone, 26 Juni 1967 ini.

Baca: Kepala Pusat Pengawasan dan Audit Yayasan Wakaf UMI Makassar Raih Gelar Doktor

Dalam hal ini, katanya, bukti ilmiah sangat diperlukan untuk menjelaskan ada tidaknya atau terjadi tidaknya pencemaran atau kerusakan lingkungan yang dilakukan pihak tertentu.

Untuk itu dibutuhkan saksi ahli (expert wtinesses) untuk menerangkan dan menguraikan bukti dan prosedur yang digunakan dalam memeroleh bukti apabila ada kasus pencemaran atau kerusakan linfkungan

Bukti ilmiah adalah bukti yang diambil dari prosedur ilmiah yang dapat membantu mengungkap fakta untuk memahmi bukti atau menentukan fakta yang dipermasalahkan dalam proses peradilan.

Penggunaan bukti-bukti ilmiah banyak dilakukan untuk penanganan perkara lingkungan hidup atau SDA sehingga para hakim diharapkan bersikap progresif.

Alasannya, perkara lingkungan hidup dan SDA sifatnya rumit dan banyak ditemui adanya bukti-bukti ilmiah.

“Olehnya itu hakim harus berani menerapkan prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup seperti prinsip kehati-hatian dan melakukan judicial activism,” papar Ketua Badan Kerja Sama Dekan Fakultas Hukum PTN Se-Indonesia ini.

Baca: KPK dan BPKP Bakal Terlibat Dalam Pengawasan Asset Pemprov Sulsel

Namun permasalahannya, jelasnya, pemahaman scientific evidence (bukti ilmiah) belum merata di kalangan aparat penegak hukum.

Penegak hukum masih menggunakan cara-cara konvensional dalam mengungkap perkara lingkungan hidup.

Sementara alat bukti dalam perkara lingkungan lebih luas, bisa mencakup informasi elektronik, magnetic, optic dan atau data rekaman yang terekam secara elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 96 UU No 32 Tahun 2009 tentang PPHL

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved