Cerita Nuriadi Soal Kampungnya 'Tertelan Bumi' di Palu: Tanah Bergerak, Tak Bisa Selamatkan Istrinya
Nuriadi (45), menjadi salah satu saksi mata detik-detik tanah di Perumnas Balaroa, Kota Palu, amblas sekitar 5-10 meter
Penulis: Nurhadi | Editor: Ardy Muchlis
TRIBUN-TIMUR.COM, PALU - Nuriadi (45), menjadi salah satu saksi mata detik-detik tanah di Perumnas Balaroa, Kota Palu, amblas sekitar 5-10 meter usai diguncang gempa 7,7 magnitudo pada Jumat (28/9/2018).
Balaroa merupakan salah satu titik yang mengalami dampak terparah gempa yang mengguncang Donggala dan Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Nuriadi menceritakan, saat kejadian ia berada dalam masjid baru saja selesai laksanakan Salat Magrib.
"Saat saya mendengar gemuruh. Saya langsung berlari keluar dari Masjid dan tanah sudah terbela,"kata Nuriadi kepada Tribun saat ditemui sementara mencari sisa-sisa barangnya yang masih utuh, Selasa (2/10/2018).
Nuriadi mengungkapkan, sebelum tanah amblas sekitar 5-10 meter, ia menyaksikan dari jauh tanah bergerak dan mengeluarkan air bercampur lumpur.
"Kemudian tanah bergeser bersama seluruh bangunan sekitar 300-500 meter dari posisi semula,"ujarnya.
Sambil menjatuhkan air mata, Nuriadi mengatakan, meski bersyukur karena berhasil selamat, namun ia sedih karena tidak bisa menyelamatkan istrinya dari bencana dahsyat tersebut.
"Posisi istri saya ada dalam rumah karena sakit sehingga sudah tidak sempat saya selematkan. Tapi alhamdulillah paginya saya temukan jenazahnya dan sudah dimakamkan,"kata dia.
Kata Nuriadi, Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, dihuni ribuan penduduk dan hanya sedikit yang berhasil menyelamatkan diri pada saat kejadian.
"Sampai sekarang masih banyak yang belum ditemukan karena tertimbun tanah,"ucapnya.
Ia berharap supaya pemerintah cepat mengambil tindakan, mau dikemanakan warga kelurahan Balaroa setelah adanya bencana ini.
"Kita harus mendapat tempat yang layak. Karena kalau lokasi ini mau digarap kembali tidak mungkin karena air dan lumpur dibawah," tuturnya.
Cerita Rosna
Gempa bumi yang mengguncang Kabupaten Donggala dan Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada Jumat (28/9/2018) menyisahkan sejumlah cerita korban yang berhasil selamat dari bencana.
Rosna salah satunya, Rosna adalah warga Perumnas Balaroa, Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, yang berhasil selamat dari gelombang lumpur yang keluar dari perut bumi usai diguncang gempa dengan kekuatan 7,7 magnitudo yang disusul dengan tsunami dipesisir pantai.
"Saat itu posisi saya dalam rumah. Saya keluar rumah tanah sudah terbelah semua, semua benda-benda kayak terbang-terbang, tapi alhamdulillah saya selemat berempat dengan anakku,"kata Rosna kepada Tribun ditemui saat mencari sisa barangnya yang masih utuh dibawa reruntuhan bangunan, Selasa (2/10/2018).
Rosna mengatakan, ia bersama anaknya tidak sempat tertimpah bangunan yang ribuh. Namun sempat terbawa tanah yang bergeser sekitar 300-500 meter, tapi berhasil lari sambil memeluk anaknya yang kecil.
"Yah kita bersukurlah biar karena masih selamat. Karena ada tetangga saya satu keluarga tidak ada yang selamat,"ujarnya.
Rosna menuturkan, lima hari pascagempa mereka belum disentuh bantuan. Karena tempat pengunsian mereka lain.
"Kami bangun tenda sendiri karena tidak dapat bantuan tenda sampai sekarang. Kita orang juga makan seadanya. Kita beli sendiri kasian dibuat jadi bubur baru dimakan rame-rame dengan keluarga dan tetangga yang masih selamat,"kata dia.
Sampai saat ini ia mengaku ditempat pengunsian, mereka sangat terkendala dengan air bersih sejak hari pertama musibah.
"Rumah saya ini ada 500 meter bergeser dari posisi semula, ini sekarang saya lagi mencari sisa-sisa barang yang bisa diselamatkan,"ungkapnya.
Dikatakan, di Balaroa memiliki penduduk ribuan dan sedikit yang berhasil selamat dan masih banyak yang hilang atau belum diketahui keberadaannya.
"Disini satu kelurahan. Saya sendiri hanya baju dalam badan yang berhasil saya selamatkan. Sementara kami lagi mencari-cari apa yang bisa diambil,"lanjutnya.
Rosna berharap, cepat memberikan solusi atau bantuan kepada mereka utamanya makanan pakaian layak untuk anak-anaknya.
Fenomena Likuifaksi
Kepala Humas BMKG Hary Tirto Djatmiko menyebut fenomena Likuifaksi adalah tanah yang kehilangan kekuatan akibat diguncang oleh gempa, yang mengakibatkan tanah tidak memiliki daya ikat.
"Guncangan gempa meningkatkan tekanan air sementara daya ikat tanah melemah, hal ini menyebabkan sifat tanah berubah dari padat menjadi cair," kata Hary saat berbincang-bincang dengan wartawan di Jakarta, Minggu(30/9/2018).
Hary menjelaskan fenomena likuifaksi tersebut sudah banyak terjadi di Indonesia.
"Sudah banyak terjadi (di Indonesia) seolah-olah rumah ditelan bumi,"ujar Hary.
Hal ini biasanya terjadi saat gempa pada daerah-daerah dengan tanah yang mengandung pasir dan air.
Seperti daerah dekat pantai.
Likuifikasi terbagi menjadi dua jenis. Ada yang berupa semburan air dari dalam tanah, juga berupa lapisan pasir yang menjadi padat akibat guncangan gempa dan airnya terperas keluar sehingga mengalir membawa tanah.
Likuifaksi yang terjadi di Palu adalah tipe yang tanahnya hanyut bersama air.
Bahaya dari fenomena ini adalah bangunan akan ambles.
Hal itu karena airnya terperas ke luar dan tanahnya memadat jadi permukaan tanah turun.
Pondasi bangunan ada di tanah itu jadi ikut turun, sehingga bangunannya ambles.
Video Fenomena Likuifaksi di Palu
Video Ilustrasi Fenomena Likuifaksi
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Mengenal Likuifaksi, Fenomena Alam Mengerikan yang Terjadi Usai Gempa