Mantan Napi Koruptor Boleh Nyaleg, Ini Tanggapan Peneliti ISD
Menurutnya dari sisi hukum, putusan MA tersebut bisa dipahami, karena asas berlakunya hukum memang begitu.
Penulis: Nurwahidah | Editor: Nurul Adha Islamiah
Laporan Wartawan TribunSelayar.com, Nurwahidah
TRIBUNSELAYAR.COM, BENTENG -Peneliti Institute for Social and Democracy (ISD) Masmulyadi turut
menanggapi dibolehkannya mantan narapidana koruptor menjadi caleg.
Menurutnya dari sisi hukum, putusan MA tersebut bisa dipahami, karena asas berlakunya hukum memang begitu. Lex superior derogat legi inferiori, artinya peraturan perundangan yang lebih tinggi kedudukannya mengalahkan peraturan perundangan yang lebih rendah.
"Putusan MA itu mencerminkan betapa hukum itu hanya, bermanfaat untuk hukum itu sendiri. Padahal, hukum itu dibuat disamping azas kepastian, ada juga azas keadilan, dan kemanfaatan," kata mantan Komisioner KPUD Selayar saat di hubungi melalui WhatsApp kepada Tribunselayar.com, Selasa (18/9/2018).
Ia menambahkan bahwa putusan MA itu mencerminkan betapa dominannya paradigma positivisme yang mengkonstruksi pendidikan tinggi, hukum di Indonesia
"Menyerahkan pilihan secara bebas kepada pemilih juga berisiko ditengah pragmatisme, vote buying dan klientelisme politik yang mengakar di Masyarakat," ungkapnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung telah memutus uji materi terhadap pasal 4 ayat (3) PKPU No. 20 Tahun 2018 tentang Pancalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota terhadap UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dalam ketentuan Pasal 4 ayat (3) itu mengatur tentang larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi, mantan bandar narkoba, dan mantan narapidana pelecehan seksual terhadap anak mencalonkan diri pada Pemilu 2019. (*)