Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ketum PB HMI: Rupiah Merosot Daya Beli Masyarakat Jatuh

hingga akhir pekan pertama September 2018, rupiah terus mengalami tekanan bahkan hingga mencapai titik terendah sejak 1998.

Penulis: Hasan Basri | Editor: Anita Kusuma Wardana
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi tukar rupiah melemah terhadap dollar AS 

Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (MPO) Melalui Komisi Ekonomi mengeluarkan hasil kajian dan rekomendasi terkait situasi melemahnya nilai tukar rupiah akhir-akhir ini.

Dalam rilisnya, Pengurus Besar HMI memaparkan, hingga akhir pekan pertama September 2018, rupiah terus mengalami tekanan bahkan hingga mencapai titik terendah sejak 1998.

Meski sempat menguat tipis, Bank Indonesia (BI) mencatat kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) berada di posisi Rp 14,884 per Dolar AS. Sementara Bloomberg mencatat rupiah berada di posisi Rp 14,820 per Dolar AS.

Tren pelemahan rupiah ini sudah berlangsung sejak awal tahun 2018 dan diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2018 menyusul penguatan ekonomi Amerika Serikat.

Selain itu beberapa faktor eksternal yang turut andil dalam memberikan tekanan pada rupiah antara lain kebijakan kenaikan suku bunga acuan Fed Rate.

Ketidakpastian harga minyak menyusul gejolak politik Timur Tengah, potensi efek sistemik krisis beberapa negara berkembang seperti Turki dan Argentina, serta terjadinya proteksionisme beberapa negara menyusul perang dagang AS-Cina.

Dari dalam negeri sendiri defisit neraca perdagangan, defisit transaksi berjalan dan lemahnya fundamental perekonomian nasional turut memperparah keadaan.

Defisit neraca perdagangan tercatat sebesar 2,03 miliar dolar AS pada Juli 2018 sedangkan defisit transaksi berjalan tercatat sebesar 3 persen dari total PDB atau sebesar 8 miliar dolar AS hingga kuartal II 2018.

"Tren ini mengkhawatirkan masyarakat Indonesia mengingat tingginya ketergantungan impor pangan Indonesia. Potensi risiko likuiditas yang disebabkan oleh pelarian modal (capital flight) dan besarnya porsi kepemilikan asing di surat utang pemerintah," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) MPO, Zuhad Aji Firmantoro.

"Komoditas pangan impor akan terdampak jika terjadi pelemahan rupiah dan akan menggerus daya beli masyarakat di sektor pangan. Padahal konsumsi pangan merupakan kebutuhan primer masyarakat," lanjutnya.

Selain itu, potensi capital flight juga mengancam likuiditas nasional serta menjadi blunder bagi neraca pembayaran.

Di samping itu, tingginya porsi kepemilikan asing pada utang negara juga mengancam produktivitas fiskal dimana selisih kurs APBN 2018 dengan kurs riil pada pembayaran utang luar negeri seharusnya dapat dialokasikan pada belanja produktif.

Terlebih lagi, jika tren pelemahan rupiah terus berlanjut hingga 2019 dimana banyak utang yang jatuh tempo, fiskal pemerintah akan semakin keok.

Olehnya itu lanjut Zuhad Aji, Pengurus Besar HMI merekemondasikan beberapa hal kepada pemerintah dengan Menempuh kebijakan serta insentif jangka pendek seperti menaikkan tarif produk impor.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved