Apa Hukum Puasa 1 Muharram dan Adakah Dalilnya?
Tahun ini, 1 Muharram 1440 Hijriah jatuh pada 11 September 2018. Lalu apa hukum puasa 1 Muharram dan adakah aalilnya?
Orang yang melakukan puasa tanggal 1 Muharam, ada 2 kemungkinan niat yang dia miliki.
Pertama, dia berpuasa tanggal 1 Muharam karena motivasi hadis yang menganjurkan memperbanyak puasa di bulan Muharam.
Ini termasuk puasa yang bagus, sesuai sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana penjelasan di atas.
Kedua, dia berpuasa tanggal 1 Muharam karena ’tahun baru’, atau mengawali tahun baru dengan puasa, atau karena keyakinan adanya fadhilah khusus untuk puasa awal tahun, dst.
Dr. Muhammad Ali Farkus – ulama Aljazair – menegaskan,
وجديرٌ بالتنبيه أنَّ شهرَ اللهِ المحرَّم يجوز الصيامُ فيه من غير تخصيص صوم يوم آخرِ العام بنية توديع السَّنَةِ الهجرية القمرية، ولا أول يوم من المحرم بنية افتتاح العام الجديد بالصيام
”Perlu diperhatikan bahwa selama bulan Muharam, dianjurkan memperbanyak puasa. Tidak boleh mengkhususkan hari tertentu dengan puasa pada hari terakhir tutup tahun dalam rangka perpisahan dengan tahun Hijriah sebelumnya atau puasa di hari pertama Muharam dalam rangka membuka tahun baru dengan puasa.” (http://ferkous.com/site/rep/Bg29.php)
Kemudian Dr. Muhammad Ali Farkus menjelaskan hadis yang menganjurkan puasa tutup tahun dan pembukaan tahun baru.
Beliau mengatakan,
ومن خصّص آخر العام وأوَّلَ العام الجديد بالصيام إنما استند على حديثٍ موضوع: «مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ وَأَوَّلَ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ، خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ وَافْتَتَحَ السَّنَةَ المُسْتَقْبلَةَبِصَوْمٍ جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَّارَةَ خَمْسِينَ سَنَةً»، وهو حديث مكذوبٌ ومُختلَقٌ على النبي صلى اللهُ عليه وآله وسَلَّم
Orang yang mengkhususkan puasa pada hari terakhir tutup tahun, atau hari pertama tahun baru, mereka dengan hadis palsu:
“Barangsiapa yang puasa pada hari terakhir Dzulhijah dan hari pertama Muharam, berarti dia menutup tahun sebelumnya dan membuka tahun baru dengan puasa. Allah jadikan puasa ini sebagai kaffarah dosanya selama 50 tahun.”
Hadis ini adalah dusta dan kebohongan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hadis ini terdapat perawi bernama Ahmad bin Abdillah al-Harawi dan Wahb bin Wahb. As-Suyuthi menilai, keduanya perawi pendusta. (al-Lali’ al-Mashnu’ah, 2/92).
Penilaian yang sama juga disampaikan as-Syaukani dalam al-Fawaid al-Majmu’ah (hlm. 96).
5 Fakta Video Viral Pernikahan Diobrak-abrik Mantan Pacar: Mempelai Pria Pingsan, Ayahnya Buka Suara