DPR Aceh Belajar Perda Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak di Sulsel
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melakukan kunjungan ke DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Sulsel, Kamis (30/8/2018).
Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: Anita Kusuma Wardana
Laporan Wartawan Tribun Timur, Hasim Arfah
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melakukan kunjungan ke DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Sulsel, Kamis (30/8/2018).
Kunjungan ini mencari masukan sebelum penyelesaian Qanun atau Peraturan daerah (Perda) Provinsi Aceh.
Ketua rombongan komisi 6 DPRA Provinsi Aceh, Adam Mukhlis Arifin menyebutkan saat ini kekerasan anak dan perempuan di Aceh saat ini selalu meningkat, sehingga sangat perlu untuk dibuatkan Qanun atau Perda agar kedepan kekerasan terhadap anak dan perempuan menurun.
Bahkan saat ini, menurut Adam, saat ini telah melakukan kunjungan di sejumlah daerah yang telah membuat Perda kekerasan anak dan perempuan. Khusus di Sulsel menurutnya Perda tersebut sudah lama ada.
"Tindak kekerasan di Aceh terhadap perempuan dan anak sangat meningkat sehingga perlu pembutkan Perda dan informasi yang kami dapat jika Sulsel telah membuat Qanun (Perda)," kata Adam Muchlis
Politisi dari Partai Aceh ini menyebutkan yang menjadi masalah, soal pembiayaan menjadi kendala kedepan, khususnya dalam pelaksaan visum jika ada kekerasan terhadap anak dan perempuan.
"Masalah pembuatan Katun (Perda) tentang visum yang memiliki pembiayaan begitupula dengan pendampingan," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi E, DPRD Sulsel, M Rajab menyebutkan Sulsel dianggap salah satu provinsi sudah memiliki perda pemberdayaan perempuan dan anak dan ini sudah dilakukan ditingkat pemerintahan.
"Kekerasan perempuan dan anak menjadi penyakit kronis dihadapan masyarakat sehingga pemerintah harus mengambil langkah untuk mencegah dan menurunkan terjadinya kekerasan perempuan dan anak," kata M Rajab.
Ia menyebutkan untuk Sulsel, saat ini lebih fokus terhadap pencegahan agar tidak terjadi kekerasan kepada anak dan perempuan.
"Program pencegahan dan pendampingan dan ini sudah dilakukan dinas pemberdayaan perempuan cara melakukan sosialisasi bahaya kekerasan," katanya.
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) mencatat kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di kabupaten/kota di Sulsel selama tahun 2016-2017 sebanyak 3.300 kasus.
Sementara itu, dikutip dari Serambi Indonesia, kasus kekerasan perempuan dan anak dari tahun ke tahun meningkat di Aceh.
Hal tersebut disampaikan Ketua P2TP2A Aceh, Amrina Habibi SH, kepada Serambi disela-sela rapat teknis pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) se-Aceh di Grand Nanggroe Hotel, Banda Aceh, 8-9 Mei 2018.
Dia menjelaskan, pada tahun 2016 total kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP) di Aceh mencapai 711 kasus.
Sementara pada 2017 turun menjadi 687 kasus. Meskipun secara angka menurun, tetapi bentuk kekerasan dialami perempuan justru meningkat. (*)