La Nyalla Mattalitti Blak-blakan Bicara Soal Pilpres, Inilah Pilihan Politik dan Calon yang Didukung
La Nyalla Mattalitti Blak-blakan Bicara Soal Pilpres, Inilah Pilihan Politik dan Calon yang Didukung
TRIBUN-TIMUR.COM - La Nyalla Mattalitti Blak-blakan Bicara Soal Pilpres, Inilah Pilihan Politik dan Calon yang Didukung
Sebagai warga negara yang baik, La Nyalla Mahmud Mattalitti menolak golput.
Ketua Umum KADIN Jatim ini mengaku pasti akan menyalurkan hak politiknya untuk memilih calon presiden di Pilpres 2019.
Tokoh yang maju menjadi calon anggota DPD RI dari Jatim ini mengaku sudah punya pilihan.
Di antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo, Siapa capres pilihan La Nyalla?
Berikut petikan wawancara Surya.co.id (Grup Tribunjatim.com) dengan pengusaha sekaligus aktivis organisasi asal Jatim ini, Senin (20/8/2018) di Surabaya.
Baca: Salat Iduladha di Mamuju Akan Dipusatkan di Anjungan Pantai Manakarra
Baca: Cegah Kecelakan Lalulintas saat Iduladha, Polres Maros Sebar Spanduk Imbauan
Baca: 73 Tahun Indonesia Merdeka, Kasatlantas Polres Bulukumba: Saatnya Pemuda Taat Aturan
Tahun 2014 Anda secara terbuka mendukung pasangan Prabowo-Hatta (Prabowo Subianto dan Hatta Rajassa). Apa yang melatari pilihan Anda saat itu?
Saya tidak pernah melihat pada figur. Secara rasional saya melihat program yang ditawarkan. Saya juga melihat tren pilihan masyarakat melalui sejumlah survey. Itu secara akal. Tetapi secara batin, saya juga meminta petunjuk Allah melalui istikharah. Setelah memutuskan ya sudah, diperjuangkan dan harus tawakal apapun hasilnya. Karena itu, bagi saya tidak ada masalah, apakah calon yang saya dukung kemudian kalah atau menang. Biasa saja. Karena bagi saya, semua yang terjadi di muka bumi ini sudah tertulis. Manusia hanya ikhtiar.
Apakah artinya di pilpres tahun 2019 nanti Anda juga melakukan hal yang sama sebelum menentukan pilihan?
Iya, sama.
Tetapi di awal tahun 2018 ini, Anda pernah menyatakan di media, bahwa Anda tidak akan mendukung Prabowo lagi. Apakah artinya kalau pasangan cuma dua, Anda mendukung Jokowi?
Saya tidak pernah mengatakan saya tidak akan mendukung Prabowo. Saat itu saya mengatakan kalau Prabowo, kemungkinan besar kalah melawan Jokowi di Pilpres 2019. Saya mengatakan itu ada dasarnya. Pertama, di awal tahun 2018, elektabilitas Prabowo di bawah Jokowi. Artinya tren masyarakat yang didapat melalui survey saat itu cenderung ingin memberi kesempatan kepada Jokowi untuk melanjutkan. Kedua, Jokowi incumbent.

Baca: Iduladha 1439 H, Dosen UIN Alauddin Makassar Jadi Khatib di Lapangan Gasis Soppeng
Baca: Rahmat Erwin Atlet Sulsel di Asian Games Ingin Lampaui Prestasi Ayah
Baca: Isi Kotak Amal Salat Iduladha di Bukit Baruga akan Didonasikan untuk Korban Gempa Lombok
Apakah artinya kans Anda lebih besar untuk memilih Jokowi?
Saya akan menggunakan pendekatan tadi untuk menentukan. Pertimbangan akal dan batin. Saya tentu akan melihat program kedua pasangan terlebih dahulu. Lalu melihat tren sikap masyarakat melalui sejumlah survey. Baru secara batin, saya meminta petunjuk Allah SWT.
Apakah artinya masih belum tentu juga Jokowi?
Lihat nanti. Kan masih 2019.
Tapi Anda masih bersitegang dengan Prabowo dalam konteks pra Pilgub Jatim. Sampai sekarang?
Terus terang saat itu saya kecewa karena diperlakukan berbeda dengan calon-calon yang lain di daerah lain. Saya diminta untuk mencari partai koalisi sendiri dan hanya diberi waktu 10 hari di menit akhir menjelang batas waktu pendaftaran ke KPUD. Lalu saya juga diminta menyiapkan dana untuk pemenangan dan saksi. Padahal rekomendasi partai belum saya pegang. Sebenarnya saya menerima dan mau menjalankan tugas dari Partai Gerindra untuk mencari sendiri partai koalisi adalah hanya fatsun etika politik saya saja. Jujur, sebenarnya upaya mencari partai koalisi seharusnya dilakukan partai politik. Bukan oleh orang yang bahkan belum menerima rekomendasi resmi dari Partai Gerindra. Saat itu beberapa kolega saya meminta saya untuk menolak surat tugas itu, dan melupakan jalur partai, untuk kemudian menempuh jalur independen. Tetapi saya masih berprasangka baik dan sebagai etika kader, saya laksanakan. Tetapi akhirnya benar dugaan sejumlah kolega saya, bahwa surat tugas itu memang ibarat tugas untuk mendirikan candi dalam semalam.
Baca: Kurban 17 Sapi, Polres Maros Sebar 150 Kupon ke Warga
Baca: Korban Kebakaran Di Parepare Dapat Santunan Dari Pemkot
Baca: Jelang Iduladha, Penjual Daging Kuda Musiman bermunculan di Jalan Poros Jeneponto
Hal itu yang kemudian membuat Anda kecewa dengan Prabowo saat itu. Sampai hari ini?
Yang pasti saya mengambil banyak pelajaran dari proses politik tersebut. Biarlah ini menjadi proses perjalanan hidup saya. Secara pribadi saya tetap berpikir positif, bahwa hasil akhir ini adalah yang terbaik bagi diri saya. Apalagi sejak awal, niat saya saat itu untuk maju dalam pilgub hanya untuk mengabdi kok. Karena itu saya menghindari polatransaksional dalam berpolitik. Karena saya memiliki keyakinan, bila saya melakukan transaksional politik untuk maju dalam pilgub, maka saya akan kalah. Kemudian, prinsip itu sudah menjadi nazar saya.
Masih marah sama Prabowo?
Untuk apa? Marah kan hanya menghabiskan energi positif saya sendiri. Pemilik jiwa besar akan selalu memaafkan.
Apakah artinya Anda sudah selesai dengan Prabowo? Sudah memaafkan?
Lho... memaafkan itu perintah Alquran dan berlaku universal. Sebagai muslim saya wajib mengikuti. Di Surat An-Nur, ayat 22 jelas tertulis bahwa kaum mukmin diminta untuk memaafkan.