Sekjen BPP KKSS: Almarhum Mustari Pide Contoh Ideal Perantau Bugis
Mantan legislator DPR RI kelahiran Soppeng ini juga menyebutkan almarhum merupakan contoh ideal perantau Bugis
Penulis: Sudirman | Editor: Mahyuddin
Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng, sekitar 120 km sebelah tenggara Makassar.
Lokasi pemakaman tak jauh dari Rumah Adat Tiang 100 (bola siratuE), rumah adat raksasa yang almarhum dirikan akhir dekade 1990-an silam.
Mustari adalah bangsawan asal Batu-Batu, barat Kota WatangSoppeng.
Sudah empat dekade almarhum menjabat Ketua Dewan Penasihat Keluarga Besar Sulapa Eppae-Sao Mario, Soppeng.
Almarhum adalah pendiri sekaligus Rektor Universitas Eka Sakti Padang (UNES) Sumatera Barat.
Sejak dekade 1980-an, beliau menjabat Ketua Badan Pengurus Wilayah (BPW) Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Sumatera Barat.
Di Minang, pendiri universitas swasta tertua di Padang itu diberi gelar Datok Rajo Nan Sati dari tetua dan dewan adat Minangkabau.
Hj Sitti Runiang, istri almarhum adalah keturunan bangsawan Minangkabau.
Sejak dekade 1990-an, almarhum juga tercatat sebagau Ketua Forum Pembaruan Kebangsaan Seluruh Etnis Nusantara di Sumatra Barat ini.
Saat pengukuhan Dewan Adat Keluarga Besar Sulapa Eppae di Hotel Pesonna, Jalan Andi Mappanyukki, Makassar, Minggu (5/3/2017) tahun lalu, Ketua Umum Dewan Adat Sulapa Eppae Andi Mappewakkang Abdullah, secara terbuka menyebut pendiri sekaligus Rektor Universitas Ekasakti Padang, Sumatera Barat Prof H Andi Mustari Pide, sebagai teladan perantau.
Kala itu, almarhum Mustari Pide menyebut, meski dirinya telah lama meninggalkan kampung halamannya dan mempersunting wanita Minang, ia mengaku tetap mempertahankan darah Bugis yang mengalir dalamdarahnya.
“Saya tegaskan, meski saya dicuci tujuh air sungai berbeda, saya tetap mempertahankan darah Bugis yang mengalir di dalam tubuh saya. Kalau saya ketemu orang Bugis disana dan mereka mau bersekolah (kuliah) saya gratiskan,” kata Mustari saat memberi sambutan.
Baca: Andi Jamarro Dulung Blak-blakan Terkait Pemberhentian Dirinya, Begini Pengakuannya
Pembentukan dewan adat ini, tidak luput dari pengalamannya selama di Padang dan menjadi Ketua Forum Kebangsaan Sumatera Barat yang membawahi berbagai etnis.
“Selama saya menjadi ketua forum kebangsaan, disitu saya perhatikan bagaimana mereka mempertahankan adat budayanya. Meski tinggal di Sumatera Barat, warga Tionghoa disana tetap menjaga adat istiadatnya,” tuturnya.
“Sementara kita bandingkan di kampung kita, kantor gubernur saja rumahnya orang Belanda (arsitek Belanda). Dimana identitas kita sebagai orang Bugis,” lanjutnya.