TEROPONG
Teropong Abdul Gafar: Jabatan
Penulis adalah dosen Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin - Makassar
Oleh: Abdul Gafar
Dosen lmu Komunikasi Unhas Makassar
DALAM sebuah institusi atau apapun namanya, jabatan selalu menjadi incaran banyak orang. Mulai dari posisi terendah hingga tertinggi menjadi rebutan.
Apapun dilakukan demi mencapai yang namanya jabatan. Jabatan mampu mengangkat derajat seseorang dari kehidupan sebelumnya.
Jabatan dapat merupakan sebuah kehormatan bagi orang yang mendapatkannya dengan jujur dan bersih. Namun jika tidak pandai mengemban amanah tersebut, justeru dapat membawa kepada kehancuran.
Terkadang seseorang terburu oleh nafsu keserakahan dan kekuasaan sehingga melupakan cara-cara yang baik.
Dalam ajaran agama mengingatkan bahwa apabila suatu jabatan dipegang oleh seseorang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.
Pernyataan ini telah membuktikan kehancuran terjadi di mana-mana akibat salah ‘urus’.
Baca juga: Opini Syamsuddin Radjab: Jusuf Kalla, Otoritarianisme vs Kepastian Hukum
Baca juga: Opini Andi Januar Jaury: Persembahan Devisa Wisman untuk Rupiah
Jabatan dapat membutakan mata dan hati kita jika diawali niat yang keliru.
Berita yang menghiasi media massa kita menampilkan banyak kalangan eksekutif dan legislatif yang terlibat kasus penyalahgunaan jabatan menjadi tangkapan KPK.
Waktu demi waktu berjalan, namun para pelanggar tidak pernah jera melakukan perbuatan buruknya. Moral para pejabat kita ‘tergerus’ dengan kesenangan yang telah diperolehnya.
Oleh karena itu, seseorang yang telah merasakan ‘nikmatnya’ jadi pejabat seakan tidak ingin lepas begitu saja.
Terus dan terus ingin dilakoninya sebagai pejabat. Kalaupun ada undang-undang yang membatasi, sedapat mungkin di- judicial review agar jabatan dapat berlanjut dengan mulus.
Menjadi pejabat ada suka dukanya. Sukanya karena diberikan fasilitas sesuai jabatan yang diemban.
Penulis pernah merasakan kehidupan sebagai pejabat, walaupun bukan pada posisi puncak. Setiap bulan diberi jatah bahan bakar 100 liter.
Kemudian mendampingi kegiatan mahasiswa ke berbagai daerah mengikuti lomba-lomba prestasi.
Beberapa kali menjadi ketua rombongan membawa tim mahasiswa mengikuti musabaqah tilawatil Quran. Begitu pun sempat mendampingi mahasiswa mengikuti lomba debat bahasa Inggris.
Sebaliknya perasaan duka muncul ketika malam hari mendapat telepon ada tawuran antarmahasiswa. Perintah yang ada yakni segera menuju kampus, apapun kondisi saat itu.
Masih tampak luka yang membekas di tangan akibat terkena lemparan batu yang tidak mengenal orang.
Menjadi pejabat saat ini memperlihatkan banyak suka dibanding dukanya. Ini adalah cerita teman tentang temannya yang pejabat.
Temannya yang menjadi pejabat itu beberapa kali mendapat kesempatan berlanglangbuana ke luar negeri atas biaya negara. Temannya itu berangkat dengan rombongan pejabat lainnya.
Sebagai pembuktian keberadaannya di luar negeri dikirimlah foto-fotonya lewat aplikasi WA.
Kunjungan yang berulang-ulang selalu diekspos di WA membuat ada kebanggaan tersendiri. Hasil kunjungan ke luar negeri yang dibiayai negara entah apa hasilnya bagi institusinya.
Mestinya ada laporan pertanggungjawaban kepada publik atas apa yang telah mereka lakukan di luar sana.
Ada pernyataan menarik dari seorang pejabat ketika akan memilih pejabat yang berada di bawahnya.
“Saya dialog dengan Allah sebelum tentukan pejabat”. Subhanallah. Terharu dan sekaligus membanggakan.
Mudah-mudahan mereka yang dilantik jadi pejabat (dan sementara menjabat) memegang amanah dalam melaksanakan tugasnya. Inilah pejabat yang dirindukan dan dinantikan alam. (*)