Citizen Reporter
3 Mahasiswa Unhas Teliti Waktu Penyebuhan Penyakit DBD, Ini Hasilnya
Berdasarkan data Dinkes Kota Makassar, tercatat jumlah penderita DBD sejak Januari hingga Agustus 2016 mencapai 232 kasus.
Penulis: CitizenReporter | Editor: Suryana Anas
Dan didapatkan hasil seperti berikut: Koefisien parameter variabel suhu menjelaskan bahwa setiap
pengingkatan suhu akan meningkatkan waktu penyembuhan pasien sebesar (e^0,04439- 1)×100%=4,54%, yang artinya apabila selama masa penyembuhan jumlah suhu pasien mengalami peningkatan maka akan
berdampak pada proses penyembuhan yang memerlukan waktu yang cukup lama.
Hal ini sesuai dengan prinsip tata laksana demam berdarah dengue, yaitu terapi supportif dengan salah satu tujuannya untuk pengembalian suhu tubuh pada rentan normal karena kondisi demam merupakan keadaan ketika suhu tubuh meningkat melalui suhu tubuh normal (≥37°c).
Koefisien parameter variabel pernapasan menjelaskan bahwa setiap peningkatan jumlah pernapasan akan mengurangi waktu penyembuhan pasien sebesar (e^(-0,00632)- 1)×100%=0,63% , yang artinya apabila selama
masa penyembuhan jumlah pernapasan pasien mengalami peningkatan maka akan berdampak pada proses penyembuhan yang tidak memerlukan waktu lama.
Di mana jumlah pernapasan normal bayi sebesar 30–60 kali permenit, bayi pada tahun pertama sebesar 25–30 per kali menit, bayi pada tahun kedua sebesar 20–26 kali per menit, anak usia 14 tahun sebesar
20–30 kali per menit, wanita dewasa sebesar 18–20 kali per menit, laki-laki dewasa sebesar 16–18 kali per menit, orang tua 50 tahun sebesar 14–16 kali per menit dan orang tua 70 tahun sebesar 12–14 kali
per menit.
Sedangkan pada pasien DBD akan muncul gejala sesak nafas. Gejala ini berada pada fase kedua penyakit DBD yang menyebabkan adanya Efusi Pleura, yaitu keadaan dimana rongga selaput paru dimasuki oleh
cairan.
Kondisi ini akan menyebabkan paru-paru sulit berkembang atau berkontraksi untuk mengambil nafas. Hal ini lah yang pada akhirnya menyebabkan kondisi sesak nafas (Egawati W, 2011).
Koefisien parameter variabel hematokrit (HCT) menjelaskan bahwa setiap peningkatan kadar hematokrit akan mengurangi lama waktu penyembuhan pasien sebesar (e^(-0,00868)- 1)×100%=0,86% , yang artinya apabila selama masa penyembuhan kadar hematokrit pasien mengalami peningkatan maka akan berdampak pada proses penyembuhan yang tidak memerlukan waktu yang lama.
Pada data rekam medis pasien DBD Rumah Sakit Unhas, jumlah persen HCT normal pada tubuh manusia sebesar 40% sampai 50%.
Sedangkan pada pasien penderita DBD mengalami kebocoran plasma yang terlihat dari tes hematokrit yang menunjukkan adanya penurunan kadar hematokrit dari angka normal.
Koefisien parameter variabel jumlah infus menjelaskan bahwa setiap pengingkatan jumlah infus akan meningkatkan waktu penyembuhan pasien sebesar (e^0,03006- 1)×100%=3,05% dan (e^0,02690- 1)×100%=2,72%, yang artinya apabila selama masa penyembuhan jumlah infus pasien mengalami
peningkatan maka akan berdampak pada lamanya waktu penyembuhan.
Protokol penatalaksanaan DBD yang disusun oleh perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia bersama Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia dijelaskan bahwa pemberian infus kristaloid pada pasien penderita DBD tergantung dari derajat infeksi, berat bsdan
pasien serta kondisi umum dari pasien tersebut.
Dengan menggunakan prinsip-prinsip penatalaksanaan yang tepat sesuai indikasi, praktis
pelaksanaanya, serta mempertimbangkan cost effectiveness.
Hal ini menunjukkan bahwa memang jumlah infus dapat mempengaruhi dari cepat
maupun lama penyembuhan penyakit, tergantung dari kondisi pasien tersebut, derajat DBD yang diderita, serta kebutuhan cairan tubuh perharinya sesuai berat badan pasien.
Hasil tersebut didapatkan dari beberapa literatur sehingga selanjutnya akan dilakukan diskusi bersama dokter ahli untuk lebih memperjelas dan sebagai validasi atas penelitian yang telah dilakukan. (*)