OPINI
OPINI: Problematika Tata Ruang Usai Pilwali Makassar
Ditulis Rimba Arief ST MEng, Pemerhati Tata Ruang Perkotaan / Wakil Ketua Ikatan Alumni Perencanaan Kota Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Aspek keuangan daerah juga meningkat signifikan. Tercatat PAD meningkat hampir dua kali lipat yakni di tahun 2012 sebesar 487 miliar menjadi 971 miliar di tahun 2016 serta APBD di tahun 2012 sebesar 2 triliun menjadi 3,5 trilun di tahun 2016 (BPS, 2017).
Geliat pertumbuhan ekonomi tentu bisa berimplikasi pada perubahan wajah kota.
Chapin (1979) dalam Urban Land Use Planning mengungkapkan bahwa intervensi faktor ekonomi sangat rentan mempengaruhi tata ruang melalui alih fungsi lahan.
Di satu sisi, rencana jangka panjang tata ruang telah disahkan melalui perda No. 4 tahun 2015.
Baca juga: Untuk Kepala Daerah Terpilih, Begini Pesan Direktur Sekolah Islam Athirah
Baca juga: 4 Kabar Gembira Diterima Lalu Muhammad Zohri Usai Juara Dunia Lari 100 Meter di Finlandia
Menjadi pertanyaan apakah dengan segala keterbatasan wewenangnya, seorang Plt mampu mengelola wajah kota sesuai dengan rencana tata ruangnya?
Lihat saja kecenderungan pemanfaatan ruang yang semakin didominasi oleh fungsi ruang bisnis.
Hampir semua sudut jalan utama dapat kita temukan sarana perdagangan berupa kaki lima, ruko hingga mal.
Sebut saja; sekitaran kawasan cagar budaya Benteng Rotterdarm, sekitaran kawasan RTH Lapangan Karebosi, hingga kawasan pendidikan di sekitar Tamalanrea dan Panakkukang yang trend pertumbuhan sarana bisnisnya terus meningkat (Arief,2014).
Pengendalian Ruang
Berbagai problematika tersebut tentu menjadi tantangan bagi Plt Wali Kota Makassar mendatang dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya.
Derasnya pertumbuhan ekonomi serta kecenderungan pemanfaatan ruang perlu menjadi perhatian serius.
Bila tidak diatur secara tepat, dikhawatirkan mengarah pada penyimpangan pemanfaatan ruang.
Jangka waktu sekitar satu tahun (2019-2020) masa jabatan Plt terasa cukup lama dan rentan terhadap perubahan wajah kota.
Dalam hal penataan ruang sebaiknya PLT terpilih lebih fokus pada pengendalian tata ruang dibandingkan pada perencanaan atau pemanfaatan ruang. Mengapa demikian?
Karena aspek perencanaan dan pemanfaatan ruang memerlukan proses yang panjang dan komprehensif sehingga sifatnya substansial.
Selain itu, rencana tata ruang yang ada juga perlu disesuaikan dengan visi misi kepala daerah baru sehingga proses prencanaan dan pemanfaatan ruangnya dapat dikawal dengan baik oleh kepala daerah terpilih.