Jika Wali Kota Danny Pomanto Ngotot Mutasi Camat, Ditaruh di Mana Muka Dirjen Otoda Kemendagri?
Penjabat Gubernur Sulsel itu mengaku belum menerima permintaan izin dari Danny untuk melakukan mutasi.
Penulis: Saldy Irawan | Editor: Mansur AM
TRIBUN-TIMUR.COM - Wali Kota Makassar Danny Pomanto sudah bertekad bulat menonaktifkan semua camat yang jadi saksi pemotongan anggara 30 persen.
Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BKPSDMD) Kota Makassar, Rabu (6/6/2018), mengaku tinggal menunggu petunjuk wali kota untuk memutasi 14 camat.
Sementara itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otoda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono mengingatkan Danny untuk berpikir ulang sebelum melakukan mutasi.
Baca: Tak Pernah Terjadi Konflik Internal PKS Jadi Konsumsi Publik, Benarkah Gegara Penyusunan Caleg?
Penjabat Gubernur Sulsel itu mengaku belum menerima permintaan izin dari Danny untuk melakukan mutasi.
Baca: Jangan Lagi Sebut Ustadz Abdul Somad Tak Cinta NKRI, Jenderal Tentara Ini Penjaminnya
Sesuai aturan, Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, enam bulan jelang pilkada dan senam bulan sesudah pilkada, setiap kepala daerah dilarang melakukan kebijakan strategis, termasuk mutasi dan promosi.
Baca: Jangan Sampai Salah! Ini Lafal Lengkap Niat Bayar Zakat Fitrah, Semoga Berkah
Kalau pun akan melakukan rotasi jabatan karena sifatnya sangat mendesak, dalam waktu enam bulan sebelum dan sesudah pilkada, maka kepala daerah bersangkutan harus konsultasi dan minta izin ke kemendagri.
Izin itu harus dimasukkan ke dirjen otoda.
Praktisi hukum, Dr Syahrir Cakkari, menegaskan, Danny akan menghadapi tiga masalah hukum jika nekad melakukan mutasi.
Sementara sejumlah legilator di DPRD Makassar siap menggalang mosi tak percaya.
Pikir Dulu
Danny mengklaim rencana memutasi camat sudah mendapat persetujuan Gubernur Sulsel.
Sekretaris Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BKPSDMD) Makassar, Basri Rakhman, juga menyebut izin gubernur sebagai dasar pergantian para camat.
Hanya saja, Sumarsono memastikan belum menerima permintaan izin dari Pemkot Makassar soal rencana mutasi itu.
"Terkait dengan hal (izin) tersebut belum," ujar Soni, sapaan Sumarsono, Rabu (6/6/2018) siang.
Dia malah menyarankan Danny agat tidak melakukan perombakan struktur organisasi di menjelang Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Makassar 2018.
“Mutasi itu di tangan wali kota. Tapi sebaiknya dipikir dulu, setiap akan melakukan kebijakan itu harus sesuai dengan aturan, dan jangan melanggar aturan. Jika melanggar aturan, hal itu bisa menjadi buruk bagi Pak Danny,” ujar Soni.
Sebagai pembina pemerintahan tertinggi di Sulsel serta Dirjen Otoda Kemendagri RI sebagai pembina pemerintahan seluruh pemda di Indonesia, Soni mengaku menaruh perhatian penuh pada pemerintah di Kota Makassar.
“Sebaiknya tidak melakukan pencopotan menjelang pilkada agar sikon di Kota Makasar tetap kondusif,” ujar Soni.
Basri menegaskan, pelengseran para camat itu tinggal menunggu kedatangan Danny.
“Kita tinggal menunggu petunjuk Pak Wali kan rencananya kematin, tapi tidak jadi, karena Pak Danny masih di Jakarta. Bisa jadi semuanya dinonaktifkan. Ini salah satu bentuk akuntabilitas pejabat publik,” jelas Basri, tadi malam.
Menurutnya, pergantian camat bisa dilakukan dalam waktu singkat karena itu tidak perlu dilelang.
“Tinggal wali kota berembuk dengan tim baperjakat. Beda kalau eselon II harus lelang, seeprti kepala dinas kalau ada lowong harus lelang, kalau camat tidak perlu karena dia eselon III,” kata Basri.
Pelanggaran UU
Praktisi hukum menyebut langkah Danny, sejak aktif lagi sebagai wali kota berpotensi menimbulkan tiga pelanggaran.
“Dalam undang-undang, kepala daerah tak boleh melakukan mutasi enam bulan sebelum dan setelah pilkada. Justru yang kita dengar bermasalah hukum ini wali kota (Danny Pomanto), kaitan dengan fee 30 persen. Camat ini juga posisi sebagai saksi," jelas Syahrir.
Pengurus Peradi Makassar itu menilai Danny berusaha melakukan Obstartion of Justice dalam Pasal 21 UU Tipikor atau bentuk menghalang-halangi proses penyidikan.
"Ini ada dugaan wali kota yang berusaha untuk menghalang-halangi penyidikan.
Itu perbuatan dengan ancaman pidana yang berat. Bisa diduga merintangi proses hukum yang berjalan di polda," katanya.
Jika hal itu dilakukan, maka Danny harus dicopot karena melanggar undang-undang.
Selain itu, secara politik DPRD Makassar harus melakukan penelusuran dan penyelidikan karena diduga Danny menyalahgunakan wewenang.
"Mutasi itu bermuata politik, emosional, dan sangat tidak profesional dan merusak tatanan. DPRD harus melakukan tugas melalui pansus. Kalau terbukti melanggar undang-undang maka DPRD memberhentikan melalui Mendagri," kata Syahrir.
Ia pun mengatakan pemerintahan harus tidak boleh berjalan secara emosional dan pragmatisme.
"Harus menjadi birokrat yang tak berpihak. Sehingga, DPRD harus menelusuri ini atas perbuatan yang melanggar hukum dan harus diselidiki dugaan pelanggaran undang-undang," katanya.
Mosi Tak Percaya
Rencana Danny menonaktifkan seluruh camatnya mendapat reaksi keras dari anggota DPRD Makassar.
Sejumlah legislator menilai penonaktifan massal itu tidak wajar.
"Inikan pemerintahan sudah dikelola seperti perusahaan sendiri. Mau-maunya, dia tidak sadar kalau ini birokrasi. Ada aturannya, ada regulasinya, ada etikanya. Tidak bisa seenak perutnya," ata anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Makassar, Syamsuddin Kadir (SK).
Anggota Komisi C DPRD Makassar itu menambahkan, pelanggaran yang dilakukan Danny yang juga mantan calon Wakil Kota Makassar gagal bertarung itu, semakin dipertontonkan ke publik, maka DPRD tentu tak tinggal diam.
"Kita menggalang dukungan dari seluruh fraksi yang ada di DPRD. Secepatnya kita sikapi mosi tak percaya. Jangan karena kegalauan lalu mengorbankan pemerintahan yang tinggal seumur jagung," jelas SK.
Legislator Makassar dari PKPI, Arifuddin Kulle, menyebut, rencana mutasi itu cuma akal-akalan saja.
"Kalau alasan itu kenapa Danny aktif, sementara dia juga dipanggil Polda. Harusnya dia juga non aktif saja," tegas Arifuddin.
Dalam waktu dekat, kata Arifuddin Kulle, DPRD menyiapkan langka konkrit terkait mosi tak percaya yang kemungkinan berujung pada pemberhentian Danny.
Peraih suara terbanyak di DPRD Kota Makassar ini juga memperingatkan Danny untuk mendengar Pj Gubernur Sulsel yang juga merangkap Dirjen Otoda Kemendagri. "Mau disimpan di mana muka Pak Dirjen kalau wali kota tidak mendengar sarannya," tambahnya.
Fraksi Demokrat DPRD Makassar mendukung penuh langkah Danny.
"Itukan hak wali kota, tentu Pak Danny meski cuti, tetap memantau. Dari awalkan beliau sudah sampaikan," kata Abdi yang juga Ketua Komisi A DPRD Makassar.
Demokrat adalah satu-satunya partai pemilik kursi di DPRD Makassar yang mendukung Danny dalam Pilwali Makassar 2018.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD itu menambahkan, masyarakat bisa melihat sendiri, terlalu banyak laporan-laporan dan keluhan masyarakat selama Danny Pomanto cuti.
"Tentu Pak Danny melihat itu. Jelas indikatornya dalam melaksanakan mutasi itu biasa saja. Saya pikir tidak ada masalah karena Pak Danny Pomanto sudah tak lagi ikut sebagai peserta pemilu. Kan begitu," jelas Abdi.
Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD Makassar, Abdul Wahab Tahir, juga menyatakan mendukung langkah Danny.
Wahab malah meminta para camat tidak baper karena toh mereka belum dinonaktifkan.
Hingga Kamis (7/6/2018), Tribun-timur.com sudah mendapatkan surat undangan pelantikan pejabat eselon III yang diagendakan Jumat (8/6/2018).
Undangan pelantikan ini diteken Plt Sekda Makassar M Yasir.

(tribun-timur.com)
Baca: Jangan Sampai Salah! Ini Lafal Lengkap Niat Bayar Zakat Fitrah, Semoga Berkah
Baca: Jangan Lagi Sebut Ustadz Abdul Somad Tak Cinta NKRI, Jenderal Tentara Ini Penjaminnya
Baca: Tak Pernah Terjadi Konflik Internal PKS Jadi Konsumsi Publik, Benarkah Gegara Penyusunan Caleg?