Refleksi Ramadan
REFLEKSI RAMADAN (10): Umat Berburu Jumlah, Salat Tarawih Supercepat, 23 Rakaat Hanya 15 Menit
Bagi banyak orang, tak penting kualitas pesan-pesan agama dari setiap ritual itu. Yang penting, kalkulasi pelipatgandaan pahala
Oleh
Wahyuddin Halim
Antropolog Agama UINAM
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Perilaku beragama yang menyerupai ‘teori pilihan rasional’ dalam ekonomi banyak muncul di bulan Ramadan.
Dalam teori ini, orang berupaya memaksimalkan keuntungan dalam setiap situasi dengan menggunakan sumber daya sekecil mungkin dan meminimalisir kerugian.
Dalam beragama, prinsip ini terlihat jika seorang berupaya meraih pahala sebanyak mungkin dengan melakukan ritual seminimal, semudah atau seringan mungkin.
Jadi, yang diburu adalah waktu, tempat, dan cara di mana pengamalan ibadah dipercaya akan beroleh pahala berlipat ganda.
Misalnya, Yasinan tiap malam Jumat, puasa Rajab, salat nisfu Sya’ban. Juga tadarusan, Salat Tarawih, dan sedekah di bulan Ramadan. Atau, bersalat di Maqam Ibrahim di Masjid Haram atau di Rawdah di Masjid Nabawi. Salat tarawih supercepat 23 rakaat dalam tempo 15 menit di satu masjid di Blitar adalah contoh kuantifikasi ibadah.
Bagi banyak orang, tak penting kualitas pesan-pesan agama dari setiap ritual itu. Yang penting, kalkulasi pelipatgandaan pahala karena faktor tempat atau waktu atau cara pelaksanaannya.
Banyak orang mengaku bisa khatam Quran minimal tiga kali setiap Ramadan. Namun, apakah mereka juga paham makna yang dibaca? Adakah manfaat konkret Al-Quran bagi orang seperti ini kecuali perasaan senang memiliki deposito pahala ukhrawi yang melimpah?
Beragama adalah proses evolutif mentransformasi diri, mendarahdagingkan seluruh dimensi agama dalam hidup, pikiran dan prilaku kita. Karena itu, diperlukan proses rutinisasi, pembiasaan dan penggemblengan jasmani dan rohani yang berat lewat pengamalan ritus-ritus agama secara serius dan konsisten sepanjang hayat.
Kata Nabi SAW, ibadah bernilai bukan terutama karena kuantitas pengamalannya tapi karena konsistensi dan kontinuitasnya walau kuantitasnya kecil.
Dengan kata lain, tak ada jalan pintas dalam beragama, misalnya dengan memburu momentum dan medium di mana amalan singkat dan ringan akan mendapatkan pahala berlipat-ganda.
Beragama memerlukan keuletan, ketekunan, kesabaran dan daya tahan menjalankan setiap ritual agama secara benar, konsisten dan berkelanjutan. Nabi SAW sudah mengingatkan, jihad terbesar justeru adalah melawan diri sendiri (jihad al-nafs), yaitu mengekang hawa nafsu, mendisiplinkan diri, meruntuhkan egoisme,dan menundukkan kemalasan.
Anda tak bisa menipu Allah dengan ibadah-ibadah instan Anda lalu menagih imbalan surga-Nya. Kata Allah, ‘Manusia takakan mendapatkan kecuali apa yang mereka usahakan’.
Anda tak bisa mendapatkan pengetahuan agama yang mendalam dan berefek transformatif selama Ramadan dengan hanya duduk santai mendengar ceramah yang menghibur di mimbar masjid, tablig akbar, atau media elektronik.
Pengetahuan sejati diperoleh dengan membaca dan membaca sepanjang hayat. Wahyu pertama kepada Nabi SAW adalah perintah membaca (iqra’), bukan menyembah.