Jika Masih Mau Persoalkan Putusan KPU Makassar, Hamid Awaluddin Bilang Tinggalkan Saja Indonesia
"... itu berarti mempersoalkan pelaksanaan hukum, mempersoalkan orang yang menegakkan hukum,” tegas Hamid Awaluddin.
Penulis: Fahrizal Syam | Editor: AS Kambie
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Menteri Hukum dan HAM RI RI Kabinet Indonesia Bersatu 20 Oktober 2004-8 Mei 2007, Hamid Awaluddin PhD, menegaskan, sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar menolak putusan Panwaslu Makassar, terkait sengketa Pilwali Makassar 2018, sudah benar.
“Yang dilakukan KPU Makassar adalah menjalankan perintah hukum, jadi kalau ada pihak atau orang yang menghalangi KPU menjalankan perintah putusan MA, berarti itu bisa dikategorikan menghalangi penegakan hukum,”
Hamid menilai, keputusan Mahkamah Agung itu sudah imperatif untuk dijalankan.
“Jadi itu sudah final, tak usah lagi cari alasan ini dan itu, tidak ada. Kalau ada pihak yang mencari lagi alasan itu, suruh dia tiinggal di negara lain yang tidak ada hukumnya,” jelas Hamid.
Menurutnya, andaikan ini kasus objek perkaranya pidana, maka setelah keputusan MA yang mengikat dan final itu masih ada upaya lain bernama grasi agar mengurangi hukuman.
Tapi kalau ini, sudah tidak ada karena perkaranya bukan pidana, tapi tata usaha negara.
“Ini bukan pidana yang masih ada upaya hukum dengan grasi agar bebas, itupun grasi persyartannya melalui pertimbangan MA lagi,” ujar anggota KPU RI 2004-2005 itu.
“Keputusan hukum tetap yang mengikat itu artinya sudah final, tidak ada lagi upaya hukum lain yang harus dicari, dan dicari-cari untuk mengelak upaya melakukan eksekusi. Siapa yang mepersoalkan keputusan KPU Makassar, itu berarti mempersoalkan pelaksanaan hukum, mempersoalkan orang yang menegakkan hukum,” jelas Hamid menambahkan.

Dia meminta pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan KPU Makassar berdasar putusan MA itu untuk berbesar hati dan berhenti mencari dalih.
“Jadi sudahlah, berbesar jiwa hidup di negara hukum. Kalau Anda amencari alasan terus, yah sudah, jangan hidup di Republik Indonesia,” kata Hamid.
Dia menilai, Panwaslu Makassar keliru karena meregistrasi permohonan Danny Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi), apalagi mengabulkannya.
“Panwaslu itu salah, coba belajar hukum deh. Kalau begini terus, kapan itu ada kepastian hukum,” katanya.
Malah, KPU Makassar menurutnya bisa mempersoalkan sikap panwaslu itu.
“Kalau KPU Makassar mau "nakal", dia bisa persoalkan Panwaslu, itu bisa saja dilakukan, tapi masa kita mau seperti itu. Kita belajarlah hidup di negara hukum, sebab jika ada putusan final tidak dilaksanakan, ini kapan berakhirnya,” jelas Hamid.
Dia menyarankan agar KPU Makassar untuk segera konsolidasi dengan tim pendamping dan pendukung Munafri rifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) dan DIAmi.