Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Terbongkar! Ini Ajaran Islam Radikal yang Dianut Otak Bom Surabaya Dita, Ternyata Sudah Sejak SMA

Konsep Islam radikal telah menancap begitu kuat sejak Dita masih menjabat Ketua Rohis di SMA 5 Surabaya.

Editor: Sakinah Sudin
DOK PRIBADI
Dita Oepriarto, Puji Kuswanti, bersama keempat anaknya yang turut tewas dalam serangan bom bunuh diri di Surabaya, Jawa Timur, Ahad (13/5/2018). 

Meski tak kenal langsung, Faiz berempati dengan insiden yang melibatkan keluarga Dita.

Dita merupakan kakak kelas Faiz saat bersekolah di SMA 5 Surabaya.

Keduanya bahkan sempat mengenyam bangku kuliah di Fakultas Ekonomi UNAIR Surabaya.

Faiz mengaku tak terlalu kaget dengan apa yang dilakukan kakak kelasnya itu.

Pasalnya, ia tahu betul konsep Islam radikal telah menancap begitu kuat sejak Dita masih menjabat Ketua Rohis di SMA 5 Surabaya.

Kakak kelasnya itu bahkan enggan mengikuti upacara bendera yang menurutnya syirik, dan bid'ah.

Menurut Faiz, apa yang dilakukan Dita Supriyanto merupakan buah puluhan tahun ajaran islam radikal ditanamkan di sekolah dan kampus, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

Baca: Instruksi Mabes Polri, Polda Sulsel Bisa Tembak di Tempat Pelaku Teror

Berikut kisah lengkap yang dituturkan Ahmad Faiz Zainuddin:

DARI ISLAM MURAM DAN SERAM, MENUJU ISLAM CINTA DAN RAMAH

Dita Oepriarto adalah Kakak kelas saya di SMA 5 Surabaya Lulusan ‘91 dan FE UNAIR Surabaya. Saya tidak pernah kenal langsung sama dia, tapi cukup bisa berempati dan memahami pergolakan batin dan nuansa pemikiran garis kerasnya.

Dia bersama-sama istri dan 4 orang anaknya berbagi tugas meledakkan diri di 3 gereja di surabaya. Keluarga yg nampak baik2 dan normal seperti keluarga muslim yg lain, seperti juga keluarga saya dan anda ini ternyata dibenaknya telah tertanam paham radikal ekstrim.

Dan akhirnya kekhawatiran saya sejak 25 tahun lalu benar2 terjadi saat ini.

Saat saya SMA dulu, saya suka belajar dari satu pengajian ke pengajian, mencoba menyelami pemikiran dan suasana batin dari satu kelompok aktivis islam ke kelompok aktivis islam yg lain. Beberapa menentramkan saya, seperti pengajian “Cinta dan Tauhid” Alhikam, beberapa menggerakkan rasa kepedulian sosial seperti pengajian Padhang Mbulan Cak Nun. Yg lain menambah wawasan saya tentang warna warni pola pemahaman Islam dan pergerakannya.

Diantaranya ada juga pengajian yg isinya menyemai benih2 ekstrimisme radikalisme. Acara rihlah (rekreasinya) saja ada simulasi game perang2an. Acara renungan malamnya diisi indoktrinasi islam garis keras.

Pernah di satu pengajian saat saya kuliah di UNAIR, saya harus ditutup matanya untuk menuju lokasi. Sesampai disana ternyata peserta pengajian di-brainwash tentang pentingnya menegakkan Negara Islam Indonesia. Dan unt menegakkan ini kita perlu dana besar. Dan untuk itu kalau perlu kita ambil uang (mencuri) dari orang tua kita unt disetor ke mereka.

Sumber: Grid.ID
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved