opini
OPINI Haris Amrin: Reaksi Umat di Balik Puisi Cadar-Azan
Jika ada orang yang membandingkan cadar dengan konde dan azan dengan suara kidung tentu pantas dipertanyakan keislamanya, jangan-jangan ....
Oleh: Haris Amrin
Muballigh Daar el Hakim Sulawesi Selatan
“Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu sari konde Ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih cantik dari cadar dirimu.
Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia sangat elok
Lebih merdu dari suara azanmu.”
Begitulah penggalan puisi yang dibacakan Putri Mantan Presiden Pertama Indonesia, Sukmawati Soekarno Putri dalam ajang Indonesia Fashion Week 2018 di Jakarta Convention Centre.
Akibat Puisi ini, Sukmawati menjadi bulan-bulanan ummat Islam di media sosial dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya karena dianggap melakukan penistaan agama Islam.
Mengapa umat Islam bereaksi, bukankah sebelumnya juga telah ada pendiskriminasian cadar oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan UIN Sumatera Barat ?
Menurut saya bisa dilihat dalam tiga perspektif. Pertama, panggilan keimanan. Seorang muslim haqqul yakin bahwa apapun yang yang dikabarkan Allah dan Rasullnya itu benar dan tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya (lihat surah Albaqarah :2).
Cadar misalnya, walaupun di kalangan ulama berbeda pendapat dalam menentukan status hukumnya, ada yang mengatakan wajib, sunnah, mubah, namun tetap ia adalah bahagian dari ajaran Islam yang memiliki dasar hukum yang kuat.
BACA JUGA: Soal Puisi Kontroversial Sukmawati, Ini Tanggapan Ketua Kohati HMI Cabang Makassar
BACA JUGA: Soroti Puisi Sukmawati, Ketua PCNU: Itu Melukai Perasaan Umat Islam
Begitu juga dengan suara azan ia adalah sunnah Rasulullah sebagai panggilan masuknya waktu shalat.
Dalam azan mengandung kalimat kebesaran Allah Swt, Allahu Akbar. Kalimat ini memberi makna yang agung bahwa tidak yang besar kecuali Allah, tidak ada yang kuasa kecuali Allah.
Jabatan, keturunan, tahta, strata sosial, dan lain sebagainya yang dimiliki manusia semuanya menjadi kecil. Justru semuanya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah di hari kemudian.
Kalimat takbir inilah yang membangkitkan darah perlawanan ummat Islam dalam mengusir penjajah dan memerdekakaan Indonesia, sehingga penulis berani mengatakan bahwa Islam adalah ruh Indonesia, nyawa Indonesia.
Begitu juga dalam azan ada kalimat persaksian pertama seorang Muslim di hadapan Allah dan sekaligus pembenaran bahwa Muhammad adalah seorang rasul yang diutus untuk menjelaskan kebenaran Islam ke seluruh penduduk bumi.
Lalu alasan apa sehingga wanita yang memakai konde dianggap lebih terhormat dibanding dengan memakai tutup aurat.
Bukankah menutup aurat adalah perintah Allah dan Rasulnya bagi setiap wanita yang terdapat dalam surat An Nuur : 31, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya..”?
Bukankah Allah mengancam wanita yang mempertontonkan auratnya dihadapan orang asing baginya.
Imam Muslim menuturkan sebuah riwayat, bahwasanya Rasulullah saw bersabda; “Ada dua golongan manusia yang menjadi penghuni neraka, yang sebelumnya aku tidak pernah melihatnya; yakni, sekelompok orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti umat manusia; dan wanita yang membuka auratnya dan berpakaian tipis merangsang berlenggak-lenggok dan berlagak, kepalanya digelung seperti punuk onta. Mereka tidak akan dapat masuk surga dan mencium baunya. Padahal, bau surga dapat tercium dari jarak sekian-sekian.”[HR. Imam Muslim].
Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawiy berkata, “Sebagian ‘ulama berpendapat, bahwa maksud dari hadits ini adalah wanita-wanita yang ingkar terhadap nikmat, dan tidak pernah bersyukur atas karunia Allah. Sedangkan ulama lain berpendapat, bahwa mereka adalah wanita-wanita yang menutup sebagian tubuhnya, dan menyingkap sebagian tubuhnya yang lain, untuk menampakkan kecantikannya atau karena tujuan yang lain”.
Maka, jika ada orang yang membandingkan cadar dengan konde dan azan dengan suara kidung tentu pantas dipertanyakan keislamanya, jangan-jangan mereka belum mengetahui bahwa itu adalah bahagian dari ajaran Islam atau memang sengaja dan tidak suka dengan ajaran Islam karena mengganggu kepentingan politik dan bisnisnya!
Aneh. Seharusnya jika tidak tahu syariat bukan berpuisi tapi belajar syariat agar tidak tersesat.
Kedua, amar makruf nahi mungkar. Dalam islam setiap pelanggaran dan atau penolakan terhadap hukum syarah adalah bentuk kemaksiatan, seperti kasus cadar dan azan.
Setiap kemaksiatan pasti mendapatkan balasan dari Allah Swt jika mereka tidak bertaubat sebelum mati.
Maka tugas seorang muslim mengajak kepada jalan yang benar. Tujuannya, menjaga kemuliaan Islam agar tidak ternodai dan meninggikan kalimat “Laa Ilaaha Illallah”.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.” (Riwayat Muslim)
Ketiga, lemahnya penegakan hukum. Dalam kasus ITE misalnya, Sekjen Komisi Dakwah MUI Fahmi Salim menilai penegakan hukum terhadap undang-undang ITE dan aturan Kapolri tentang ujaran kebencian seperti tebang pilih.
Jika kasus tersebut pelakunya berafiliasi dengan umat islam atau ormas Islam, maka akan segera ditindak. Tetapi, jika pelakunya tidak ada hubungannya dengan umat atau ormas Islam, polisi seolah-olah lamban dalam menindak pelaku.
Jadi, agar syariat Islam tidak dipermainkan oleh siapapun, tindakan hukum secara tegas harus ditegakkan.
Tidak ada satu pun ummat Islam yang berhak mewakili permohonan maaf atas penghinaan terhadap Islam, karena pemilik syariat sesungguhnya hanyalah Allah.
Hanya Allah-lah yang berhak memberi maaf. Wallahu a’lam bi ash shawab. (*)