Soal Puisi Kontroversial Sukmawati, Ini Tanggapan Ketua Kohati HMI Cabang Makassar
Puisi tersebut dinilai telah menyinggung syariat Islam yaitu cadar dan adzan dalam sajak puisinya.
Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Puisi yang dibacakan oleh Sukmawati dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018, telah memancing kontroversional dari umat Islam di Indonesia.
Puisi tersebut dinilai telah menyinggung syariat Islam yaitu cadar dan adzan dalam sajak puisinya.
Ketua umum KOHATI HMI Cabang Makassar Ade Irma Suriyanti mengomentari puisi yang menghebohkan tersebut.
Irma mengatakn perbincangan tentang potongan sajak dalam puisi "Ibu Indonesia" mengenai syariat Islam menimbulkan komplikasi di antara berbagai kerangka rumit di dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia.
"Seperti kita ketahui Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Hampir 90% penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Indonesia sangat menjunjung tinggi norma-norma keagamaan," kata dia, Kamis (5/4/2018).
Ia mengatakan, Sukmawati adalah putri dari Soekarno, presiden pertama Indonesia yang dikenal sebagai Founding Father Bangsa Indonesia.
Menurut dia, selaku putri tokoh bangsa yang terkenal sangat nasionalis yang agamais, seharusnya Sukmawati lebih menjiwai bagaimana agama, kebudayaan yang menjadi saksi lahirnya negara Indonesia.
"Tetapi telah lahir kerumitan lain, pada kenyataan dengan adanya protes keras teradap karya sastra dalam puisi oleh putri presiden tersebut l, di mana pusinya menyinggung tentang syariat Islam telah menjadi perbincangan mulai dari perspektif budaya dan analisis ilmu keagamaan," kata dia.
"Sebagai budayawati seharusnya ia mampu mengungkapkan sebuah cipta yang mendeskripsikan kemerosotan etika dengan balutan estetika yang sepadan, dan berisikan pesan-pesan moral kritik sosial. Bukannya memberikan sentuhan perbandingan yang sangat tidak etis dengan menyebutkan sebuah identitas dari suatu kepercayaan," sambung dia.
Ia melanjutkan, puisi sebagai karya sastra diharapkan dalam setiap sajaknya dapat menanamkan nilai-nilai karakter, moralitas, dan bersentuhan dengan problem kemanusiaan.
Dalam hubungan itulah, puisi mencoba hadir menyajikan dan memaknainya dengan keindahannya sendiri dengan menghadirkan potret-potrest sosial yang diwarnai dan dibaluti oleh nilai estetika.
"Nilai-nilai estetika inilah yang di harapkan menjadikan karya sastra yang mampu menelusup sangat dalam dan dijiwai sampai ke ujung hati nurani bahkan sampai ke dasar rasa kemanusiaaan," ucapnya.
Ia mengatakan, Sukmawati telah menampilkan ketidakelokan sebagai putri bangsa dengan membandingkan syariat Islam dan sari konde.
"Sebagai anak mendiang proklamator tercinta dan seorang budayawati, seharusnya engkau mencipta dan membaca puisi yang mengandung niali-nilai kecintaan dan tidak melukai siapapun yang mendengarkan," tegasnya.
"Republik ini, sangat kaya dengan perbedaanya, keberagamannya, kecintaan terhadap sesama, karena Indonesia sangat menjunjung nilai persatuan dan kesatuan. Tapi, Ibu sudah cukup tua. Istirahatlah, negeri kita cukup elok sebagai rumah setiap anak bangsa ini," kata dia.
"Sebagai penerus, di rumah Ibu pertiwiku, agama adalah sesuatu yang tidak boleh dibandingkan oleh apapun. Belajarlah kepada ayahmu, bagaimana sosok Ir Soekarno selaku tokoh bangsa yang sangat dihormati memperlakukan para ulama hingga tokoh-tokoh agama lainnya, mereka semua bersatu padu menyanyikan Indonesia raya dan menjunjung tinggi nilai toleransi antar umat beragama," pungkas dia. (*)