Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tuai Pro Kontra, Ahli Akhirnya Ungkap Cara Kerja Metode 'Cuci Otak' Dokter Terawan, Amankah?

Ternyata, sebelum pemberhentian oleh MKEK IDI, terapi yang dicetuskan oleh Terawan telah lama mengundang pro dan kontra.

Editor: Sakinah Sudin
shutterstock

Dalam panduan, trombolisis dapat diberikan hingga 8 jam setelah penderita terkena stroke.

Tapi, jika terapi itu diberikan pada pasien yang serangan sudah lebih dari 8 jam, apalagi berbulan-bulan atau bertahun-tahun, bisa menimbulkan masalah.

Kontroversi ini tidak berhenti pada tahun 2012 saja.

Baca: Daftar Dewan Komisaris dan Direksi GMTD yang Baru, Ada Nama Ketua Kadin Sulsel

Baca: Meski Tanpa Saddil, Aji Santoso Pede Incar Satu Poin dari PSM

Hanya alat diagnosis

Menurut laporan Kompas.com 2014, para ahli saraf berpendapat, terapi cuci otak tidak dapat mengobati penyakit stroke.

Itu karena alat yang digunakan pada terapi ini sebenarnya untuk melakukan diagnosis saja.

Alat yang dipakai dalam terapi cuci otak dokter Terawan adalah Digital Substracion Angiography (DSA).

Baca: Januari hingga Maret 2018, 16 Warga Mamuju Tewas di Jalan Raya

Baca: Pendukung Barcelona di Sinjai Optimis Juara Liga Champions

"Brain wash itu bukan istilah kedokteran. Metode yang digunakan DSA itu alat diagnostik, sama seperti alat rontgen. Jadi bukan untuk terapi," ujar Hasan dalam Seminar Neurointervensi di Jakarta, Kamis (17/12/2014).

Prosedur DSA menggunakan kontras untuk memperjelas gambaran pembuluh darah.

Saat prosedur ini dilakukan, pasien diberikan obat heparin untuk mencegah pembekuan darah selama prosedur.

Melalui DSA, kelainan pembuluh darah di otak bisa diketahui.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved