Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

LAPAR Sulsel dan CRCS Gelar Dialog, Bahas Kepercayaan, Politisasi Kebhinekaan dan Krisis Kemanusiaan

Diskusi ini sebagai respon atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghayat kepercayaan.

Penulis: Hasan Basri | Editor: Ardy Muchlis
LAPAR Sulsel dan CRCS Gelar Dialog, Bahas Kepercayaan, Politisasi Kebhinekaan dan Krisis Kemanusiaan - makassar_20171201_001032.jpg
MUH ABDIWAN/TRIBUN TIMUR
Lembaga Sekolah Pengelolah keberagaman Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) dan Lembaga Advokasi Pendidikan Anak Rakyat (Lapar) menyelenggarakan dialog akhir tahun dengan tema Agama atau Kepercayaan, Politisasi Kebhinekaan dan Krisis Kemanusiaan di Kantor Tribun Timur Jl Cendrawasih Makassar, Kamis (30/11/2017). Hadir sebagai pemateri atau pembicara Dosen Komonikasi Politik UIN Alauddin, Firdaus Muhammad, Syamsul Rijal Adnan sebagai peneliti Balitbang Kemenag Makassar dan Dosen CSCR UGM, Syamsul Maarif tribun timur/muhammad abdiwan
LAPAR Sulsel dan CRCS Gelar Dialog, Bahas Kepercayaan, Politisasi Kebhinekaan dan Krisis Kemanusiaan - makassar_20171201_000949.jpg
MUH ABDIWAN/TRIBUN TIMUR
Lembaga Sekolah Pengelolah keberagaman Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) dan Lembaga Advokasi Pendidikan Anak Rakyat (Lapar) menyelenggarakan dialog akhir tahun dengan tema Agama atau Kepercayaan, Politisasi Kebhinekaan dan Krisis Kemanusiaan di Kantor Tribun Timur Jl Cendrawasih Makassar, Kamis (30/11/2017). Hadir sebagai pemateri atau pembicara Dosen Komonikasi Politik UIN Alauddin, Firdaus Muhammad, Syamsul Rijal Adnan sebagai peneliti Balitbang Kemenag Makassar dan Dosen CSCR UGM, Syamsul Maarif tribun timur/muhammad abdiwan
LAPAR Sulsel dan CRCS Gelar Dialog, Bahas Kepercayaan, Politisasi Kebhinekaan dan Krisis Kemanusiaan - makassar_20171201_001049.jpg
MUH ABDIWAN/TRIBUN TIMUR
Lembaga Sekolah Pengelolah keberagaman Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) dan Lembaga Advokasi Pendidikan Anak Rakyat (Lapar) menyelenggarakan dialog akhir tahun dengan tema Agama atau Kepercayaan, Politisasi Kebhinekaan dan Krisis Kemanusiaan di Kantor Tribun Timur Jl Cendrawasih Makassar, Kamis (30/11/2017). Hadir sebagai pemateri atau pembicara Dosen Komonikasi Politik UIN Alauddin, Firdaus Muhammad, Syamsul Rijal Adnan sebagai peneliti Balitbang Kemenag Makassar dan Dosen CSCR UGM, Syamsul Maarif tribun timur/muhammad abdiwan

Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Lembaga Sekolah Pengelolah keberagaman Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) dan Lembaga Advokasi Pendidikan Anak Rakyat (Lapar) menyelenggarakan dialog akhir tahun.

Dialog ini diselenggarkan di Kantor Tribun Timur Jl Cendrawasih Makassar, Kamis (30/11/2017) dengan mendiskusikan tentang Agama atau Kepercayaan, Politisasi Kebhinekaan dan Krisis Kemanusiaan.

Hadir sebagai pemateri atau pembicara Dosen Komonikasi Politik UIN Alauddin, Firdaus Muhammad, Syamsul Rijal Adnan sebagai peneliti Balitbang Kemenag Makassar dan Dosen CSCR UGM, Syamsul Maarif

Hadir sebagai peserta diskusi sejumlah mahasiswa di Makassar dan beberapa lembaga.

Ketua Pelaksana, Ismira syahrir bahwa diskusi sebagai respon atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghayat kepercayaan.

Dimana dalam putusanya MK mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada KK dan KTP.

"Ini dialog akhir tahun yang diselenggarakan teman teman alumni Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS)," sebutnya.

Sementara menurut Dosen CSCR UGM, Syamsul Maarif bahwa diskusi ini sebagai bentuk refleksi tentang persoalan di Indonesia, terutama dalam sentimen primordial terkait masalah agama yang dibawa ke ranah Politik.

"Itu yang kita perlu antisipasi untuk tahun kedepan, jadi kita ingin belajar bagaimana cara belajar menemukan cara mengatasi atau menghindari, seperti yang kita alami di Jakarta tahun lalu. Polirisasinya sampai disini" sebutnya.

Adapun putusan Mahkama Konstitusi (MK) soal penghayat kepercayaan, Syamsul mengaku putusan MK itu sudah bersifat final dan mengikat. Putusan itu harus dilaksanakan.

Meskipun putusan itu menimbulkan gejolak jika aliran kepercayaan seorang warga negara dicantumkan di dalam KTP atau KK, tapi Kata Syamsul itu patut dihargai , karena itu adalah bentuk kemajuan bangsa Indonesia dalam mendorong keberagaman.

"Perjuangan bagi penghayat ini sesuatu yang sebenarnya patut kita dihargai. Mereka itu apolitis; mereka tidak punya kepentingan Politik, mereka selama ini hanya tidak mengakses hak hak sosialnya," ujarnya.

Sementara Dosen Komonikasi Politik UIN Alauddin, Firdaus Muhammad mengaku jika putusan ini tidak dilaksanakan dengan baik maka akan menyebabkan konflik, karena munculnya kepercayan baru yang bisa mengundang kelompok kelompok radikal," paparnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved