Jika Perang Melawan Korut Pecah, AS Berpotensi Kalah. Ini Penyebabnya
Jika perang antara Amerika Serikat dan Korea Utara benar-benar pecah, maka pasukan AS di Korea Selatan tak akan bisa berbuat banyak.
TRIBUN-TIMUR.COM - Belakangan ini, hubungan Amerika Serikat dan Korea Utara kian memanas.
Sejumlah pihak khawatir hubungan kedua negara semakin tak terkendali dan bisa memicu perang.
Jika perang antara Amerika Serikat dan Korea Utara benar-benar pecah, maka pasukan AS di Korea Selatan tak akan bisa berbuat banyak.
Peringatan ini disampaikan Letjen Jan-Marc Jouas mantan wakil komandan pasukan Amerika Serikat di Korea Selatan.
"AS hanya memiliki 28.500 personel militer di Korea Selatan yang jumlahnya kalah jauh dibanding Korea Utara, demikian pula dengan jumlah pasukan Korea Selatan," kata Jouas dalam suratnya kepada sejumlah anggota Kongres dari Partai Demokrat.
"Tak seperti seperti konflik lain setelah Perang Korea, Amerika tak akan mampu menambah pasukan sebelum perang pecah," tambah Jouas yang menyebut Korut memiliki setidaknya 1,2 juta personel militer.
Surat yang ditulis Jouas ini ditujukan kepada anggota kongres Ted Lieu dan Ruben Gallego serta Senator Tammy Duckworth.
Ketiga politisi ini adalah para veteran perang yang amat prihatin terhadap retorika yang dilemparkan Presiden Donald Trump kepada Korea Utara.
Sejak Januari 2012 hingga Desember 2014, Jouas terlibat dalam perencanaan serangan balik ke Korea Utara jika negeri itu menyerang Korea Selatan.
"Ancaman ini adalah yang paling berbahaya yang pernah saya hadapi sejak Perang Dingin berakhir dan merencanakan serangan itu merupakan hal paling menantang yang saya hadapi selama 35 tahun karier saya," ujar Jouas.
Jouas juga menekankan, risiko konflik itu terhadap warga sipil Korea Selatan dan Amerika yang tinggal di kawasan tersebut.
Dia menambahkan, akan membutuhkan beberapa hari untuk menghancurkan seluruh artileri, roket, dan misil Korea Utara yang mengancam Seoul, yang berjarak kurang dari 100 kilometer dari perbatasan kedua negara.
"Akan jatuh korban jiwa yang amat besar dan krisis pengungsi akan terjadi, termasuk ribuan orang warga sipil AS yang akan mengandalkan tentara AS untuk mengeluarkan mereka dari Semenanjung Korea," lanjut Jouas.
Akhirnya, Jouas menegaskan, aksi militer AS terhadap Korea Utara, sekecil apapun, akan memicu perang besar dan nyaris tak bisa menghancurkan seluruh persenjataan nuklir Korea Utara. (*)
Berita ini sudah diterbitkan di Kompas.com dengan judul Jika Perang Melawan Korut Pecah, AS Berpotensi Kalah.
Hubungan AS dan Korea Utara Kian Memanas.Benarkah Presiden Trump Sudah “Umumkan Pernyataan Perang”?
Hubungan Amerika Serikat (AS) dengan Korea Utara (Korut) semakin memanas. Perang retorika antara keduanya terus berlanjut.
Pemerintah Korut menyatakan, penegasan Presiden AS, Donald Trump, bahwa pemimpin Korut tak akan bertahan lama “adalah pernyataan perang”.
Saat berbicara di New York, Menteri Luar Negeri Korut, Ri Yong Ho, mengatakan, militer Korut sekarang berhak untuk menembak jatuh pesawat-pesawat pengebom AS meski pesawat tersebut berada di luar wilayah udara Korut.
Ri mengatakan masyarakat internasioal harus memahami bahwa Washington yang pertama kali menyatakan perang.
"Seluruh dunia harus tahu bahwa Amerika-lah yang pertama-tama memberlakukan perang kepada negara kami," kata Ri kepada para wartawan, Senin (25/9/2017).
Ri mengeluarkan pernyataan ini sebelum meninggalkan New York, setelah menghadiri pertemuan Majelis Umum PBB yang diselenggarakan pekan lalu.
"Terkait dengan pernyataan perang yang dikeluarkan Trump ini, maka semua opsi sekarang ada di tangan pemimpin Korea Utara," tambahnya sebelum berangkat menuju bandar udara.
Kata-katanya ini adalah ulangan dari pernyataan senada yang disampaikan oleh Trump yang menyebutkan dirinya memegang semua opsi untuk menangani program nuklir dan pengembangan senjata oleh Korea Utara yang mengancam Amerika.
Hari Sabtu (23/9/2017) Ri di depan Majelis Umum PBB mengatakan “tak bisa dihindari negaranya akan menembak wilayah AS dengan roket setelah Trump menyebut pemimpin Korut, Kim Jong U, tengah melakukan misi bunuh diri”.
Tak lama kemudian, melalui Twitter Presiden Trump mengatakan kalau ancaman ini diulangi, pemerintah Korea Utara “tidak akan bertahan lama”.
Perang kata-kata ini memanas di tengah keputusan pemerintah di Pyongyang untuk terus melakukan uji nuklir dan uji penembakan rudal, meski dikecam oleh masyarakat internasional.
Ini bukan untuk pertama kalinya pemerintah Korea Utara menggunakan kata “pernyataan perang” kepada AS, namun kali ini disampaikan ketika pemimpin tertinggi kedua negara tengah saling serang melalui berbagai pernyataan resmi.
Stephane Dujarric, juru bicara Sekjen PBB General Antonio Guterres mengatakan bahasa yang panas bisa menyebabkan kesalahpahaman yang sangat fatal.
"Satu-satunya solusi adalah solusi politis," katanya.
Sementara itu juru bicara Gedung Putih, Sarah Huckabee, menegaskan bahwa pernyataan Ri “sangat absurd” dan menambahkan bahwa pemerintah Trump tidak mengumumkan perang terhadap Korut. (Kompas.com)