Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ini Penjelasan Pakar Hukum Pidana Soal Dasar Penetapan Tersangka

Chairul Huda saat menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan praperadilan tiga unsur pimpinan DPRD Sulbar di Pengadilan Tipikor

Penulis: Hasan Basri | Editor: Ardy Muchlis
HASAN BASRI/TRIBUN TIMUR
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda. 

Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Saksi ahli dari Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda mengatakan penetapkan tersangka harus memiliki dua alat bukti, kemudian alat bukti yang dimiliki itu harus relevan dengan tindak pidananya yang ditersangkakan.

Demikian disampaikan Chairul Huda saat menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan praperadilan tiga unsur pimpinan DPRD Sulbar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (23/10/2017).

"Jadi kalau ini tindak pidana korupsi, korupsi itu unsur pentingnya adalah kerugian keuangan negara. Jadi harus ada perhitungan kerugian keuangan negara baru bisa dikatakan orang bisa benar atau sah ditetapkan tersangka"

Menurutnya penetapan tersangka orang yang melakukan tindak pidana sebagai dimaksukkan pasal 2 dan pasal 3 undang undang tindak pidana korupsi, sementara belum ada perhitungan kerugian keuangan negara dari BPK, maka penetapan tersangkanya tidak sah.

Sementara itu, dalam proses penetapan tersangka tidak berdasarkan hanya proses penyelidikan. Sebab disebutkan penyilidikan itu bagian dari proses hukum untuk mencari peristiwanya.

Di dalam penyelidikan belum ditentukan adanya tindak pidana, tapi peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana.

Dugaan itulah yang harus dibuktikan di dalam penyidikan.

Sehingga yang menjadi pangkal tolak ukur orang ditetapkan sebagai tersangka tidak boleh hasil penyelidikan tetapi hasil penyidikannya.

"Nah klo hasil penyidikannya menunjukkan memang ada dua alat bukti terhadap yang bersangkutan melakukan tindak pidana yang relevan dengan tindak pidana yang ditersangkakan yaah sah," ujarnya.

Sementara itu untuk masalah SPDP juga merupakan kewajiban bagi penyidik untuk menyerahkan. Sebab dalam penanganan perkara harus ada asas praduga bersalah.

"Tentut kewajiban, karena orang itu bisa mempersiapkan diri. Setiap orang diberi sejumlah hak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah sampai pengadilan membuktikan," tegasnya. (san)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved