Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Eko Prasetyo Jadi Pembicara di Intermediate Training HMI Makassar Timur

Ia membahas tentang pendidikan dan gerakan sosial Islam dalam rangka mewujudkan negara kesejahtetaan.

Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Suryana Anas
HANDOVER
Penulis buku Bergeraklah Mahasiwa, Eko Prasetyo mengisi forum Intermediate Training Nasional HMI Cabang Makassar Timur yang diselenggarakan di Asrama Haji Sudiang Makassar, Senin (16/10/2017). 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Penulis buku Bergeraklah Mahasiwa, Eko Prasetyo mengisi forum Intermediate Training Nasional HMI Cabang Makassar Timur yang diselenggarakan di Asrama Haji Sudiang Makassar, Senin (16/10/2017).

Ia membahas tentang pendidikan dan gerakan sosial Islam dalam rangka mewujudkan negara kesejahtetaan.

Dalam materinya, ia menyampaikan bahwa problem pendidikan yang dihadapi hari ini cukup banyak.

Menumpuknya pelajaran di sekolah serta proses pembelajaran yang hanya didominasi oleh guru dan dilakukan dengan hafalan dianggap menjadi masalah dalam pendidikan.

"Akibatnya apa, peserta didik tidak ada lagi keinginan untuk mencari penyebab sesuatu karena pendidikan kita yang selalu "menyuap". Pendidikan pun terlampau jauh dari kenyataan sosial yang dialami oleh siswa dan sulit menemukan solusi dalam suatu permasalahan sosialnya," kata Eko.

Menurutnya, pendidikan Islam dimulai dari kemerdekaan manusia, manusia dianugrahi akal sebagai potensinya tetapi potensi tersebut dicerabut oleh sistem pendidikan hari ini.

"Anak-anak Islam harus menjadi sosok yang cerdas, berani dan tidak jauh dari realitas sosial. Oleh sebab itu dibutuhkan guru atau pendidikan sebagai pendamping proses pembelajaran," ucap dia.

"Pendidikan terdahulu menciptakan keseragaman pada peserta didik bukan keberagaman. Buku-buku diubah total dan mengadopsi sebagian budaya saja. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi ke-Indonesiaan yang beragam," tambahnya.

Ia melanjutkan, proses penyeragaman ini dalam prosesnya dilakukan dengan pengendalian guru. Guru dianggap sebagai pegawai yang tentunya erat dengan kekuasaan.

"Alhasil, guru menjadi tak berdaya. Percobaan penyeragaaman ini tidak sampai pada guru saja melainkan diintervensi melalui kurikulum yang berlaku. Seperti itulah potret pendidikan kita hari ini. Masalah semakin kompleks dan terlampau berat diperhadapkan dengan kondisi global yang mengedepankan persaingan membuat kita semakin terpuruk," ujar dia.

Sementara itu, Ketua Umum HMI Cabang Makassar Timur, Abdul Muis Amiruddin mengatakan, di Indonesia cukup banyak tokoh yang patut dijadikan panutan dalam dunia pendidikan.

"Salah satunya Ki Hadjar Dewantara yang menunjukkan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan tujuan membantu siswa menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu memberi konstribusi kepada masyarakatnya," kata dia.

Menurutnya, menjadi manusia merdeka adalah tidak hidup terperintah, berdiri tegak karena kekuatan sendiri dan cakap mengatur hidupnya dengan tertib.

"Singkatnya, pendidikan menjadikan orang mudah diatur tetapi tidak dapat disetir. Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid melainkan kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya," imbuhnya.

"Pengajar ikut aktif bersama siswa dalam membentuk pengetahuan, mencipta makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan memberikan penilaian-penilaian terhadap berbagai hal. Mengajar dalam konteks ini adalah membantu siswa untuk berpikir secara kritis, sistematis dan logis dengan membiarkan mereka berpikir sendiri," tutup Abd Muis. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved