Wilayah Memang Pelosok, Tapi Tidak dengan Jaringan Internet Bagi Guru SMPN 2 Rampi
Rampi merupakan kecamatan dari pemekaran wilayah Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, 18 tahun silam
Penulis: Arif Fuddin Usman | Editor: Ina Maharani
Laporan Wartawan Tribun Timur: Arif Fuddin Usman
TRIBUN-TIMUR.COM - Kecamatan Rampi, bagi sebagian warga di Sulawesi Selatan, nama daerah ini masih asing di telinga. Bahkan mungkin orang masih awam ketika mendengarnya. Kecamatan ini memang menjadi salah satu daerah terpelosok dan terisolir di Sulawesi Selatan. Secara geografis posisinya diapit dua pegunungan besar di dataran Sulawesi, Pegunungan Quarles dan Pegunungan Verbek.
Rampi merupakan kecamatan dari pemekaran wilayah Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, 18 tahun silam. Kecamatan Rampi berada di ketinggian mulai 950 hingga 1.450 meter dari permukaan laut (MDPL) dengan luas wilayah sekitar 1 565,66 Km² (Data Biro Pusat Statistik, BPS. 2016).
Baca: Kok Bisa? 1 Liter Premium di Rampi Luwu Utara Dijual Rp 25 Ribu
Baca: Tak Ada Listrik, Jalan Rusak, Begini Kondisi Warga Rampi Luwu Utara
Letak geografisnya, Rampi berbatasan langsung dengan Kecamatan Seko di sebelah barat. Sedangkan batas sebelah timur adalah Kabupaten Luwu Timur, selatan adalah Kecamatan Masamba, dan utara berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Tengah. Untuk mengaksesnya, dari Kota Masamba, Ibukota Kabupaten Luwu Utara, Anda harus menempuh jarak 84 kilometer ke arah utara.

Pemerintah Kecamatan Rampi (Rampi Dalam Angka, 2016) membawahi 6 desa dimana semuanya sudah berstatus definitif. Desa yang paling luas wilayahnya adalah Desa Onondoa (479,60 Km²) atau meliputi 30,63 persen luas wilayah Rampi. Adapun desa yang paling sempit wilayahnya adalah Desa Sulaku (135,47 Km²) atau sebesar 8,65 persen.
Berada di ketinggian, daerah yang mengalami pemekaran pada tahun 1999 ini, beriklim basah dengan udara sangat sejuk. Kondisi ini datang karena wilayahnya yang dikelilingi pegunungan dan hutan hujan tropis yang masih lebat.
Baca: Safari Ramadan ke Daerah Terpencil, Bupati Indah ke Seko, Thahar ke Rampi
Baca: Lihat Ini, Sekolah Mirip di Film Laskar Pelangi di Kabupaten Wajo. Dikepung Tambak, Berhalaman Laut
Karena masih terisolir, sampai dengan tahun 2015, tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Rampi masih tergolong sangat rendah. Dengan luas wilayah 1.565,66 Km² dan jumlah penduduk sebanyak 3.134 jiwa, maka tingkat kepadatan penduduk di kecamatan ini hanya sebesar 2 jiwa per Km persegi. Ya, setiap kilometer luas wilayah di Rampi, rata-rata hanya didiami oleh 2 orang.
Alat Transportasi
Pada tahun 2015, kondisi jalan di Rampi masih jauh dari kata baik. Dari 6 desa, baru 3 desa yang sebagian besar permukaan jalannya kena aspal. Desa itu adalah Onondowa (ibukota), Sulaku, dan Leboni. Sementara itu, 3 desa lagi, Desa Dodolo, Bangko, Tedeboe, sebagian besar jalannya berupa tanah pengerasan dengan lebar hanya 3 meter.

Sepeda motor merupakan alat transportasi terbanyak di kecamatan yang berada di wilayah Gunung Kambuno ini. Sepeda motor ini berubah wujud menjadi ojek-ojek pengantar warga dari Rampi ke Kota Masamba dan sebaliknya.
Butuh 10 jam perjalanan untuk menembus hutan belantara sejauh 84 kilometer dari Masamba ke Desa Onondowa. Namun waktu ini belum menjadi jaminan ketika kondisi di tengah perjalanan terjadi hujan lebat. Anda akan mendapati jalanan memburuk, berlumpur dan penuh kubangan. Sudah pasti, waktu tempuh akan molor dan kalau tiba malam, tak ada pilihan selain menginap di tepi belantara.
Baca: Mahasiswa Rampi Desak Pemkab Luwu Utara Bangun Bendungan di Sungai Mokoka
Baca: Guru di Rampi Mengajar Sambil Gendong Bayi, Ini Kata Bupati Luwu Utara
Karena akses yang sulit tersebut, membuat ongkos transportasi ojek di daerah ini melambung tinggi. Sekali jalan dari Masamba ke Rampi, Anda harus merogoh kocek cukup dalam, Rp 500 hingga Rp 700 Ribu sekali antaran. Boleh jadi, inilah angkutan ojek termahal. Sama mahalnya jika Anda akan menempuh perjalanan dari Masamba ke Kecamatan Seko, daerah persis bersebelahan di bagian barat-selatan Rampi.
Soal tukang ojek di Rampi, Anda jangan berpikir seperti tukang ojek kebanyakan. Menurut penuturan Guru SMPN 1 Rampi di Desa Onondoa, Erwin SPd, profesi pengojek di Rampi ini butuh keahlian yang paripurna. Selain handal dalam mengendarai motor di medan super berat, juga wajib tahu luar dalam soal sepeda motor. Ya, ini karena medan jalanan menuju Rampi yang masih ekstrim, penuh lumpur dan bebatuan, selayaknya berkendara di jalur off road. Alasan inilah, wajar jika biaya ojek mahal.

“Tidak cukup dengan kemampuan andal dari si pengemudi motor. Sepeda motor juga harus selalu dalam kondisi prima,” ujar guru berusia 33 tahun itu. Motor yang dipakai para pengojek di Rampi pun juga sudah mengalami modifikasi. Tak lagi standar keluaran pabrik. Roda gigi depan dan belakang yang biasanya kecil diganti dengan diameter lebih besar agar punya kemampuan untuk mendaki jalanan berbatu dan menembus medan berlumpur.
Baca: Tarif Subsidi Tiket Pesawat Masamba-Rampi Luwu Utara Segera Diberlakukan
Baca: Warga Keluhkan Harga Tiket Pesawat ke Rampi Luwu Utara
Catatan BPS tahun 2015, terhitung sebanyak 261 motor, tentu 2017 lebih banyak lagi. Selain itu terdapat lima mobil pribadi dan tidak ada mobil sebagai angkutan umum. Untuk menunjang kegiatan ekonomi, hanya terdapat dua truk di Kecamatan Rampi. Truk inilah yang biasa dipakai untuk transportasi hasil pertanian warga Rampi yang dikenal subur ini.
Komunikasi Terjangkau
Kondisi daerah yang terpencil, diakui Mujur membuat para guru di Rampi berpikir seribu kali untuk rajin-rajin bepergian ke kota. Namun begitu, tak berarti mereka merasa terkucilkan. Pasalnya dengan keberadaan akses informasi dan komunikasi yang tersedia, mereka tetap bisa mengontrol dan terkontrol dalam proses belajar-mengajar. Termasuk saat pelaporan progres pendidikan ke Dinas Pendidikan Kabupaten Luwu Utara.

Keberadaan satu unit Base Transceiver Station (BTS) milik Telkomsel di Rampi membuat guru-guru di pelosok ini terkoneksi ke manapun. Apakah dengan sesama guru, dengan keluarga, bahkan dengan Dinas Pendidikan Provinsi. Nah, semua itu karena mereka terkoneksi dengan jaringan telepon seluler. Bahkan kini koneksi internet pun mulai lancar.
“Meski kami ini ada di pelosok dan hidup di pedalaman Sulawesi yang dikelilingi hutan, bukan berarti kami benar-benar terputus dari dunia luar. Badan kami memang jauh di pelosok, tapi kami masih bisa berhubungan dengan siapa pun di luar sana,” kata Erwin yang sekolahnya berada di Desa Onondoa, Ibukota Kecamatan Rampi saat dihubungi Tribun Timur via telepon seluler.

Baca: Bupati Indah Carter Pesawat ke Kecamatan Rampi Luwu Utara, Hadiri Mogombo Adat
Baca: Wow, Tarif Ojek ke Rampi Luwu Utara Rp 700 Ribu
Erwin mengaku, memang tak semua desa di Rampi memiliki jaringan telepon yang bagus. Bahkan dari enam desa, hanya ada tiga wilayah saja yang bagus jaringan untuk menelpon dan mengirim pesan singkatnya. Disebutkan, daerah itu seperti Desa Onondowa (ibukota), Desa Sulaku, dan Desa Leboni. Sedangkan wilayah yang tidak ada jaringan adalah Desa Dodolo, Desa Bangko, dan Desa Tedeboe.

“Kami berterima kasih di Rampi, terutama di SMPN 1 Rampi ini sinyal ponsel cukup bagus. Kebetulan BTS Telkomsel memang di Desa Onondoa,” sebut Erwin. "Akses internet juga lumayan, meski memang masih tersendat-sendat. Tapi setidaknya untuk komunikasi dikatakan cukup lumayan. Bolehlah kami terisolir dari posisi geografis, tapi untuk jaringan telpon, kami tidak kalah dengan orang di kota,” tuturnya.
Cari Sinyal di Gunung
Sementara itu, guru atau siswa di SMPN 2 Rampi tak seberuntung dengan kondisi di SMPN 1 Rampi. Letak Tedeboe yang masih 15 km ke utara dari Desa Onondoa, membuat sinyal telepon tak sekuat di pusat kota kecamatan. Bahkan kerap hilang ditelan rimbunnya hutan atau kencangnya angin pegunungan.

Dari penuturan Guru SMPN 2 Rampi, Mujur, untuk mengakses jaringan telepon seluler maupun internet, penduduk setempat harus ke puncak Gunung Maleda’, gunung tertinggi di Rampi. Bahkan warga Tedeboe harus menempuh perjalanan setengah harian, itupun sesampainya di gunung harus mengantre karena jaringan 3G tak semuanya merata.
Baca: VIDEO: Tarif Ojek ke Kecamatan Seko Lutra Capai Rp 1,8 Juta, Ini Alasannya
“Bagi yang tidak sanggup menempuh perjalanan jauh, biasanya menitip pesan melalui tukang ojek. Sebelum tower (BTS) milik Telkomsel ini diperbaharui, jaringan telepon hanya dapat diakses oleh sekitar 20 orang. Namun kini sudah bisa banyak yang pakai, apalagi yang dekat tower bisa facebook-an,” cerita guru yang bergelar pendidikan sarjana pendidikan ini.
Mujur menambahkan, masih ada lagi sekolah yang lebih jauh lagi dari SMPN 2 Rampi. Sekolah itu adalah SDN 216 Tedeboe. Posisinya 21 km dari ibukota Kecamatan Rampi. Akses sinyal di wilayah ini sudah tak ada, sehingga menyulitkan penduduk memperoleh informasi.
Baca: Siswa di Kecamatan Seko Luwu Utara Dambakan Listrik
Bagaimana dengan harga pulsa prabayar atau kartu perdana di wilayah ini? Mujur menyebutkan harganya sangat terjangkau. Ada juga kuota data. “Pulsa dapat diperoleh dengan mudah dan harganya relatif terjangkau. Demikian pula kuota, tapi itu tadi, yang jauh dari tower, ya tidak akan kebagian jaringan,” kisah Mujur.
Sarana Pendidikan
Di tengah keterbatasan dan keterisoliran tersebut, warga di Rampi ternyata tak tertinggal dalam urusan dunia pendidikan. Meskipun jumlah dan sebarannya relatif masih terbatas, namun sarana pendidikan di Rampi tersedia lengkap dari tingkat pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).

Sarana pendidikan TK berjumlah 6 unit --masing-masing desa punya, demikian pula SD sebanyak 6 unit. Adapun untuk sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) berjumlah 3 unit yang mewakili masing-masing dua desa dan sebuah sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) yang dibangun di pusat kota kecamatan di Desa Onondowa.
“Kami boleh terpencil dan jauh dari keramaian kota, tapi sekolah di sini sudah merata dari tingkat TK sampai SMA. Kalau disesuaikan dengan jumlah penduduk, sudah mencukupi. Hanya akses jalan yang masih jadi hambatan, tapi anak-anak kami selalu optimis serta penuh semangat saat belajar,” jelas Mujur kepada Tribun-Timur.com, pertengahan Agustus 2017 lalu.
Baca: Kain Adat Warga Rampi Luwu Utara Terbuat dari Kulit Pohon Beringin
Baca: Pesawat Kargo Bakal Layani Rute Seko-Rampi Luwu Utara
Ucapan Mujur tak mengada-ada. Pada tahun 2015 (Rampi Dalam Angka, 2016), jumlah total murid dan siswa tercatat di Kecamatan Rampi sebanyak 992 orang, terdiri dari 88 murid Taman Kanak-kanak, 459 murid SD, 275 siswa SLTP, dan 170 siswa SLTA. Jika dilihat dari jenis kelamin, jumlah murid laki-laki sebanyak 500 murid dan jumlah murid perempuan sebanyak 492 murid.

Data BPS lainnya, jumlah total guru di Kecamatan Rampi sebanyak 112 orang, terdiri dari 32 guru tetap dan 80 guru honorer. Jika dilihat per jenjang pendidikan, jumlah guru di jenjang taman kanak-kanak sebanyak 7 orang, Sekolah Dasar sebanyak 58 orang, SLTP sebanyak 28 orang, dan SLTA sebanyak 19 orang.
Sekolah di Luar
Meski ada sekolah lengkap di Rampi, namun tak semua anak-anak di wilayah ini bersekolah di sana. Mujur menyebutkan, beberapa anak dari keluarga yang mampu, rata-rata menyekolahkan keluar Rampi. Tentunya dengan maksud mendapatkan pendidikan yang lebih baik, seperti di Kota Masamba.
Baca: Antisipasi Jaringan Santoso, Polres Lutra Perketat Perbatasan Seko dan Rampi
“Kalau tamat SMP, ternyata cukup banyak yang berminat melanjutkan sekolah. Di Rampi ada SMA. Kalau dari keluarga yang agak mampu biasanya menyekolahkan ke kota, ke Masamba. Ada juga ke (Kota) Palu ada juga ke SMK di Malangke, atau SMA di Poso. Tentunya mereka akan indekos di sekolah-sekolah itu,” ujar Erwin.

Dari cerita Erwin, beberapa alumni SMPN 1 Rampi ini, ada yang berlayar sebagai pelaut, ada sebagai polisi, pegawai Bandara di Rampi. “Banyak juga berprofesi menjadi guru termasuk Ibu Linda yang merupakan alumni pertama sekolah ini,” tambah Erwin dari lulusan sarjana pendidikan dari Universitas Negeri Makassar ini.
Baca: Demi Porseni, Siswa SMA 1 Rampi Jalan Kaki 3 Hari ke Masamba
Baik guru Erwin maupun guru Mujur berharap, keberadaan jaringan Telkomsel di Kecamatan Rampi bisa lebih baik lagi. Agar guru-guru dan masyarakat makin lancar dalam berkomunikasi dan juga menikmati koneksi internet. Apalagi tagline Telkomsel, "Begitu Dekat Begitu Nyata" dan kini berubah menjadi "Paling Indonesia." Karena Rampi adalah Indonesia. (*)