Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Gaya Bos First Anniesa Hasibuan saat Masih Hidup Miskin, Coba Perhatikan Keanehan di Garis Merah

"Tak ada yang tahu kami suami istri. Tak ada yang tahu juga kami enggak punya pengalaman umrah," kenang Andika.

Editor: Edi Sumardi
DOK FIRST TRAVEL
Anniesa Hasibuan (garis merah). Penampilannya terlihat lusuh. Beda dengan sekarang, amat modis serta dilengkapi aksesoris mahal. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Tak banyak yang tahu jika kisah pemilik biro perjalanan umrah First Travel, Anniesa Desvitasari Hasibuan dan Andika Surachman ternyata penuh liku.

Kepada KONTAN pada tahun 2015, Andika bertutur tentang jatuh bangun dalam membangun bisnisnya.

Dari memulai bisnis berjualan pulsa, burger sampai seprei, aneka bisnis tersebut kemudian bangkrut.

Yang membuatnya bangkit adalah bisnis umrah.

Sebelumnya itu, sekitar tahun 2004, ternyata dia adalah pramuniaga minimarket sambil meneruskan pendidikannya pada STIE TAMA Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Nikah Muda

Setahun kemudian, ia memutuskan untuk menikah muda dengan wanita pujaannya yang kini menjadi istrinya yaitu Anniesa Desvitasari Hasibuan.

Untuk membiayai keluarga barunya, Andika pindah bekerja dengan status magang di kantor Pusat Bank Bukopin.

"Saat itu dengan status magang, saya bekerja serabutan dari mulai urusan administrasi sampai beberes kantor pakai masker. Bayarannya Rp 50.000 sehari, lumayanlah buat berdua sampai anak lahir di tahun 2006," ujarnya kepada Kompas.com.

Tiga tahun menjalani kesederhanaan dengan istri yang juga masih menjalani kuliah di Universitas Indonesia, di 2008 peristiwa yang mengubah seluruh hidupnya terjadi.

Ayah mertuanya, seorang pengusaha batubara yang menjadi tulang punggung keluarga istri meninggal dunia.

Sang ayah meninggalkan ibu mertua dan 3 adik istrinya yang masih kecil-kecil.

Keluarga pun goyah karena tak ada lagi penopang keluarga, usaha sang ayah mertua pun tak ada yang bisa diteruskan.

Andika dan keluarga kecilnya sendiri masih menumpang di rumah sang mertua.

"Kalau hanya kerja untuk menafkahi saya dan anak sih, cukuplah. Tapi kan masih ada ibu dan adik yang kecil-kecil,” ujarnya.

Apalagi sebagai anak tertua, ia dan istri diberi amanat untuk menjaga adik-adik.

Hanya mengandalkan gaji Rp 50.000 sehari untuk menghidupi 7 kepala dengan sejumlah kebutuhannya, tentulah jauh dari kata cukup.

Dengan berat hati, keduanya pun memutuskan untuk mengakhiri kuliah dan fokus mencari nafkah untuk keluarga.

Sebagai tahap awal, Andika menggadaikan motor ‘butut’nya dan memperoleh dana sebesar Rp 2 juta yang ia gunakan sebagai modal.

Uang tersebut digunakan keduanya untuk menyewa toko kecil di pinggir jalan di kawasan Cimanggis, Depok.

"Saya masih bekerja dan sering bolos, kami berdua menjual apa saja. Mulai jualan pulsa handphone, burger, seprai sampai cetak foto kami lakukan," kata Andika.

Kendati menggunakan dana tambahan dari simpanan sang ayah sekitar belasan juta, usaha pasangan tersebut tak berjalan mulus.

"Jualan gak laku-laku. Usaha pun hanya bertahan beberapa bulan saja, modal habis," lanjutnya.

Modal dari Mertua

Tak putus asa, Andika pun membuka usaha travel agent.

Bermodalkan uang dari mertua, Andika memulai bisnis.

Ia membuat izin CV dengan nama First Karya Utama. Untuk memodali usahanya, keluarga sepakat untuk menggadaikan rumah satu-satunya peninggalan sang ayah ke bank.

Tanpa pengalaman yang cukup dan bermodal nekat, Andika dan istri memberanikan diri memutar Rp 50 juta uang pinjaman tersebut.

Untuk izin usaha, alat-alat kantor dan sewa tempat, modal tersebut pun nyaris habis.

"Kami itu hanya cari pasar orang-orang yang butuh tiket, kalau ada kami lempar lagi ke travel lain. Mulai door to door sampai yang ada di yellow pages kami hubungi, tak banyak hasil, uang habis untuk biaya telepon," tutur ayah dari Nadira Azra Surachman ini.

Di bulan keenam, pinjaman di bank pun sulit terbayar.

"Akhirnya rumah disita bank, listrik pun diputus. Semua tetangga mencemooh," sahut Anniesa mengenang masa itu.

Di momen inilah menurutnya menjadi titik balik untuk semangat dan membuktikan kepada orang-orang yang merendahkan keluarganya.

Rumah yang digadaikan pun dijual dengan transaksi di bank.

Sisa uang setelah dikurangi utang pokok, bunga dan denda tinggal Rp 10 juta.

Akhirnya mereka pindah ke rumah petak.

Andika yang dibantu istrinya, kembali door to door menawarkan jasa travel.

Anniesa Hasibuan dan Andika Surachman saat awal pendirian First Travel.
Anniesa Hasibuan dan Andika Surachman saat awal pendirian First Travel. Penampilan Anniesa terlihat lusuh. Beda dengan sekarang, amat modis serta dilengkapi aksesoris mahal. Jika dirinci, dia mengenakan ikat pinggang Moschino seharga US$ 295 atau Rp 3,9 jutaan, sarung tangan Moschino seharga US$ 294 atau Rp 3,9 jutaan, ros Chanel seharga Rp 6,3 jutaan, anting Chanel seharga US$ 584 atau sekitar Rp 7,7 jutaan, gelang putih-gold Hermes (Clic-Clac H) seharga 495 poundsterling atau Rp 8,5 jutaan. Belt silver Gucci (Thin Leather Belt With Crystal Interlocking G Buckle) seharga US$ 300 atau sekitar Rp 4 jutaan, gelang hitam-gold Hermes (Clic-Clac H) seharga 495 poundsterling atau Rp 8,5 jutaan, cincin Chanel seharga US$ 419 atau sekitar Rp 5,6 juta, gelang orange-gold Hermes (Clic-Clac H) seharga 495 poundsterling atau Rp 8,5 jutaan. Jam tangan Hermes (Heure H) warna orange seharga 1.900 poundsterling atau sekitar Rp 25 juta. Belt warna metalik dari Gucci (Metallic Leather Belt With Crystal Interlocking G Buckle) seharga US$ 310 atau sekitar Rp 4,1 jutaan dan chanel Gold Pearl Necklace sekitar US$ 1.000 atau Rp 13,3 jutaan.(DOK FIRST TRAVEL)

Dalam foto di atas, tampak Anniesa dan Andika saat awal pendirian First Travel

Pakaian mereka terlihat lusuh, kontras dengan sekarang yang modis serta melekat barang-barang mewah.

Dengan penampilan seperti itu, hampir semua area di Jabotabek mereka sambangi.

Cara menawarkan jasa lewat e-mail pun dicobanya.

Perhatikan foto dokumentasi saat mereka awal membuka kantor.

Tampak telepon meja dan satu laptop serta tumpukan berkas.

first travel jadul
(DOK FIRST TRAVEL)

Sampai akhirnya ada tawaran dari seorang karyawan Bank Indonesia (BI) yang ingin berwisata ke Vietnam.

"Ada sembilan orang, kami langsung full lempar sepenuhnya ke partner. Kami cari-cari partner travel di internet. Kami hanya cari margin sedikit," jelasnya.

Dalam kurun waktu 2009-2010, usaha keduanya hanya mendapat sekitar 5 konsumen.

Sampai di suatu saat, Andika mendapat kesempatan ikut pameran travel gratis dan memutuskan menawarkan paket umrah.

Uniknya saat itu justru yang didapat konsumen untuk pergi berwisata ke Lombok.

Dari situlah usahanya mulai menyebar dari mulut ke mulut.

Sampai suatu ketika ia mendapat permintaan untuk umroh dari 127 pegawai Bank Indonesia dan 50 pegawai Pertamina.

"Hanya berbekal baca-baca sejumlah literatur soal umrah, kami beranikan diri presentasi, ternyata malah bisa menyisihkan pesaing yang sudah berpengalaman dalam tender," terangnya.

Pendeknya, tanggal 12 April 2012 jadi hari bersejarah buat pasangan ini.

Mereka langsung menjadi guide dari tour tersebut.

"Tak ada yang tahu kami suami istri. Tak ada yang tahu juga kami enggak punya pengalaman umrah," kenang Andika.

Sandiwara Profesional

Dengan beberapa kali berkilah dan bersandiwara sebagai seseorang yang profesional, akhirnya perjalanan perdana sebagai guide bisa dikatakan sukses.

Mulai saat itu, sepanjang tahun 2012, mereka bisa memberangkatkan 800 orang.

Pada tahun 2013, jumlah pelanggan bertambah menjadi 3.800 orang.

"Di tahun ini, kami memberanikan diri untuk benar-benar profesional dengan mengajukan izin penyelenggara umrah ke Kemenag. Jadi kami tak perlu lagi mencari partner,"  lanjutnya.

Pasca tender itu, rezeki terus mengalir ke lulusan SMA Budi Warman 2, Jakarta Selatan.

Tak ayal, Andika terus membesarkan bisnis umrahnya.

Dengan menawarkan biaya umrah murah mulai Rp 14 juta hingga 34 juta, bisnis Andika membesar.

Ia pun berani menambah 15 kantor First Travel.

Andika juga berani memindahkan kantornya dari semula di Depok ke pusat bisnis Kuningan, Jakarta.

"Kepercayaan menjadi modal saya berbisnis," ujar Andika saat itu.

Tahun 2012, First Travel sukses memberangkatkan jamaah umrah hingga 800 orang.

Jumlahnya kian melesat di tahun 2013 menjadi 3.600 orang.

Makin berlipat pada tahun 2014, dengan memberangkatkan 14.700 jamaah dan berhasil mengantongi omzet 20 juta dollar AS.

Pada tahun 2015, ada 35.000 orang yang melakukan umrah menggunakan jasa perusahaannya.

Diperkirakan omzetnya pada tahun itu mencapai 60 juta dollar AS.

Akhir tahun 2016, target Andika kesampaian.

Ia berhasil memberangkatkan 35.000 jamaah.

Bahkan, Museum Rekor Indonesia (MURI) menyematkan First Travel dengan sebutan Manasik Akbar Umrah Terbesar di Indonesia.

Dengan catatan rekor itu, Andika yakin bisa mengempit omzet hingga US$ 40 juta atau setara Rp 528 miliar dengan kurs Rp 13.200 per rupiah.

Kesuksesan yang digenggam oleh Andika ini pun terbilang cukup singkat, yakni hanya dalam waktu sekitar 5 tahun, dimana ia mengawali bisnis ini pada tahun 2009.

Andika bercerita, terjun ke bisnis travel ini tanpa disengaja.

Ia mengaku tak memiliki pengalaman sama sekali di bisnis ini.

Ia belajar semuanya secara otodidak.

Baik membaca buku maupun browsing-browsing melalui internet.

"Awal saya memutuskan untuk berusaha itu hanya untuk survive (bertahan hidup), boro-boro punya mimpi jadi pengusaha sukses," tutur Andika yang ditemui saat peresmian logo baru First Travel di Ritz Carlton, Jakarta, Sabtu (14/2/2015).

Kalimat bertahan hidup itu ia sangat tegaskan.

Sebab, menjadi pengusaha bukan secara sengaja dilakoninya.

Tuntutan hidup dan tanggung jawab kepada keluarga, membuatnya harus mencari segala macam peluang untuk meraup fulus.

Jika ada niat dan tekad untuk berusaha, bukan tidak mungkin apa yang diharapkan bisa terwujud.

Seturut dengan kesuksesan Andika, nama Anniesa Desvitasari Hasibuan juga berkibar.

Puncaknya di tahun 2016, Anniesa menjadi satu-satunya perancang busana yang berhasil menembus New York Couture Fashion Week, New York, Amerika Serikat.

Saat itu, karya Anniesa bertema DJakarta.

mendapatkan standing ovation dari sekitar 2.000 penonton fashion show tersebut.

Ini mengukuhkan Anniesa sebagai salah satu desainer papan atas Indonesia.

Sukses di New York, Anniesa memboyong karyanya ke Doha, Qatar pada November 2016.

Namun, kisah sukses bisnis pasutri ini kini harus terhenti.

Mereka tersangkut kasus penipuan dan penggepan dana jamaah.(kontan/kompas.com/tribun-timur.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved