Dugaan Korupsi Lab Fakultas Teknik UNM
Mantan Rektor UNM Arismunandar Dicecar Hakim dan Jaksa di Ruang Sidang
Sekedar diketahui, pekara ini menyeret tiga orang tersangka. Salah satunya adalah guru besar UNM, Prof Mulyadi
Penulis: Hasan Basri | Editor: Anita Kusuma Wardana
Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Mantan Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM) Harismunandar didudukan dalam kursi persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Selasa (22/8/2017).
Kehadiran Arismunandar dalam ruang persidangan untuk memberikan kesaksian untuk terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Laboratorium Fakultas Teknik UNM.
Di ruang persidangan, Arismunandar menjalani persidangan hampir satu jam dengan dicecar puluhan pertanyaan oleh Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan kuasa hukum terdakwa.
Arismunandar dihadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Makassar mengaku saat proyek dikerjakan dirinya menjabat selaku Kuasa Pengguna Anggaran.
"Tugas dan tanggung jawab KPA yaitu menyusun perencanaa barang dan jasa. Melakukan suvervisi serta membentuk tim teknis sebagai tim perpanjangan tangan," sebutnya.
Aris dalam persidangan juga membeberkan seputar progres pekerjaan proyek pembangunan laboratorium FT UNM yang menggunakan anggaran senilai Rp 40 miliar yang dibagi dalam tiga tahapan.
Sekedar diketahui, pekara ini menyeret tiga orang tersangka. Salah satunya adalah guru besar UNM, Prof Mulyadi
Sebelumnya mereka didakwa melanggar pasal berlapis yakni pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Dimana pasal 2 UU Tipikor hukuman maksimal 20 tahun penjara paling rendah 4 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta rupiah dan paling banyak Rp 1 miliar
Sedangkan pasal 3 UU Tipikor ancaman seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar.
Prof Mulyadi dalam proyek ini kapasitasnya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen. Keterlibatanya diduga menyetujui dan menandatangani pembayaran diluar dari kontrak kerja.
Atas perbuatan terdakwa, merugikan uang negara senilai Rp 4 miliar lebih sesuai dengan hasil audit BPKP. (san)