Warga Rohigya Myanmar Curhat di DPRD Makassar, Tunggu Kepastian UNHCR dan Imigrasi
Mendengar curahan hati warga Rohigya itu, Ustad Ije pun berjanji akan melakukan komunikasi dengan pemerintah setempat.
Penulis: Abdul Azis | Editor: Anita Kusuma Wardana
Laporan Wartawan Tribun Timur Abdul Aziz Alimuddin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Empat warga Etnis Rohigya, Negara Myanmar mendatangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Makassar, Senin (24/7/2017).
Kedatangan mereka disambut anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Makassar, Iqbal Abdul Djalil (Ije).
Kepada Ustad Ije, Koordinator warga Rohigya di Makassar, Nur Islam, mengungkapkan alasannya menemui wakil rakyat Makassar. Menurutnya, sebanyak 220 warga Rohigya tinggal di Makassar.
220 warga etnis Rihigya tersebut, kata Nur Islam, menunggu kabar akan kepastian tinggal di negara ke tiga dari United Nation High Commissioner for Refuees (UNHCR).
"Kita orang dari Rohigya. Kita disini (Makassar) karena negara kita usir. Kita punya anak-anak tidak bisa sekolah di negaranya. Kita asal Kampung Rohigya, asal kampung Islam," ungkap Nur Islam, Senin.
"Bayak teman-teman dan saudara kita naik kapal laut sudah tenggelam. Mereka habis, meninggal," tambah Nur dengan penuh harapan bisa ke negara tiga.
Nur menambahkan, warga Rohigya di Makassar melakukan perjanjian UNHCR selama enam bulan, tetapi enam bulan sudah berlalu tidak ada kejelasan. Bahkan dia Nur mengaku dipenjarakan sebagai syarat untuk mendapat kartu dari UNHCR.
"Kalau di Indonesia saya datang tahun 2012, sudah keluar dari penjara dan kita mendapat kartu UNHCR, tapi tidak ada kejelasan negara tujuan atau negara ke tiga. Kata UNHCR masalahnya di Imigrasi, pihak Imigrasi bilang masalahnya di UNHCR," katanya dengan bahasa Indonesia.
Menurut Nur Islam, warga negara lain dengan perjanjian kartu UNHCR sudah memberikan pelayanan, namun warga Rohigya yang menganut agama Islam belum dapat pelayanan maksimal. Kita ini sama warga imigrasi.
Menurut Nur Islam, warga negara lain dengan perjanjian kartu UNHCR sudah memberikan pelayanan, namun warga Rohigya yang menganut agama Islam belum dapat pelayanan maksimal. Kita ini sama warga imigrasi.
"Kita tidak tahu kenapa UNHCR tidak memberi pelayanan baik. Anak-anak Afganistan, Irak dan lain-lain semua sudah dapat. Anak-anak mereka bisa sekolah tanpa biaya orangtuanya. Kita tidak bisa. Kerja saja tidak bisa," tegas Nur.
"Kita tidak bisa begini terus di Indonesia, penghasilan tidak kita ada. Anak-anak sekolah biayai sendiri tetapi kita tidak bisa bekerja. Sudah ada tiga orang sakit jiwa. Tidak bisa tinggalkan Makassar," ungkap Nur.
"Tidak bisa main judi, main perempuan itu sangat benar aturannya, tapi tidak bisa kerja itu kita tidak bisa, karena saudara-saudara kita mau makan dan hidup. Kita tinggalkan keluarga disana tapi komunikasi tidak bisa karena tidak bisa beli pulsa, tidak ada uang karena tidak kerja," ujarnya.
Mendengar curahan hati warga Rohigya itu, Ustad Ije pun berjanji akan melakukan komunikasi dengan pemerintah setempat. Tunjannya agar warga Rohigya Myanmar dapat hidup layaknya warga negara Indonesia.