Pungli Penerimaan Siswa Baru
Orangtua Siswa Kecewa, Pungli SMA 21 Makassar Tak Diproses
"Seharusnya sudah ada dipanggil dan dimintai keterangan. Tapi sayangnya, Kejaksaan terkesan membiatkan praktik tersebut," tegasnya.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Anita Kusuma Wardana
Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR-Orangtua siswa kecewa terhadap Kejaksaan Negeri Makassar lantaran tidak menanggapi laporan pegaduan seputar dugaan praktik pungutan liar (pungli) penerimaan siswa baru di SMA Negeri 21 Makassar.
Hal itu disampaikan Sukardi kepada Tribun, Rabu (19/04/2017) malam. Sukardi mengaku heran terhadap penyidik Kejaksaan sebab sudah hampir dua bulan laporan ini dilayangkan tidak ada tindak lanjut dari penyidik.
"Kami heran kenapa Kejaksaan tidak memproses laporan kami. Padahal praktik pungli di SMA Negeri 21 sangat jelas pelanggaranya," kata Sukardi dengan nada kesal.
Menurut Sukardi sudah menyerahkan sejumlah berkas bukti praktik pungli yang dilakukan pihak SMA Negeri 21 Makassar sesuai dengan permintaan Kejaksaan. Hanya saja, setelah penyerahan berkas itu, laporan itu seakan didiamkan saja.
"Seharusnya sudah ada dipanggil dan dimintai keterangan. Tapi sayangnya, Kejaksaan terkesan membiatkan praktik tersebut," tegasnya.
Adapun Sukardi melayangkan surat ke Kantor Kejaksaan Negeri Makassar, Jumat (3/3/2017) beberapa bulan lalu.
Ia dilaporkan orangtua siswa atas dugaan praktik pungutan liar pada penerimaan siswa baru periode 2016/2017 tahun lalu
Sukardy yang juga merupakan pengurus Komite SMA Negeri 21 Makassar mengatakan praktik pungli dilakukan kepala sekolah dengan meminta pembayaran kepada calon siswa antara Rp 5 juta sampai Rp 10 juta.
Permintaan pembayaran itu dengan dali penambahan bangku atau kelas siswa. Jumlah kuota siswa yang seharusnya 36 siswa perkelas dan sembilan rombongan belajar (rombel) menjadi 40 siswa perkelas dan 12 rombel.
Selain itu pungutan penerimaan siswa baru, Sukardi juga melaporkan Kepsek SMAN 21 Makassar atas pungutan sumbangan kepada siswa kelas satu, dua dan tiga.
Setiap siswa dimintai sumbangan dengan rincian kelas X11 sebesar Rp 50 ribu, kelas X Rp 75 ribu dan kelas IX sebanyak Rp 150 ribu.
"Anak saya sempat dikeluarkan dari ruangan kelas karena tidak membayar sumbangan itu, setelah membayar barulah diizinkan masuk ujian,"sebutnya.
Dana sumbangan itu disebutkan yang semestinya diperuntukan bagi guru honorer dan tenaga sukarela, justru dibagikan kepada guru PNS, Wali Kelas, Wakil Kepsek dan Kepsek.
"Kami juga laporkan soal penggunaan dana bos di Sekolah itu, kami duga ada penyimpangan,"paparnya.
Sementara Kejaksaan yang dikomfirmasi sebelumnya mengaku belum menindaklanjuti laporan itu dengan alasan fokus dengan kasus lain.
"Kita fokus dulu kasus SMA negeri 1 dan SMA 5," paparnya.(*)