Bandar Narkoba Tewas Ditembak
Ada Oknum di Belakang Bandar Narkoba Cullang
Ruslan merupakan salah satu bandar besar yang telah beroperasi sejak lima tahun lalu, dan menjadi DPO Polda Sulsel.
TRIBUN-TIMUR.COM -Sepak terjang bandar narkoba besar Makassar, Ruslan Hasan alias Cullang (28), akhirnya berakhir setelah ia tewas diterjang timah panas oleh polisi, Selasa (28/3/2017) lalu.
Ruslan merupakan salah satu bandar besar yang telah beroperasi sejak lima tahun lalu, dan menjadi DPO Polda Sulsel. Ruslan dijuluki Bos Besar lantaran mengusai peredaran sabu dengan presentase 60 persen di sejumlah wilayah di kota Makassar.
Ruslan yang ditangkap di Mamuju bersama istrinya bukanlah orang sembarangan. Meski umurnya masih terbilang muda, 28 tahun, namun ia dikenal memiliki banyak relasi, bahkan hingga anggota polisi.
Setidaknya itu yang disampaikan salah satu tetangga Ruslan di bilangan Jl Balana 2, saat ditemui, Kamis (30/3). Tetangga yang menolak namanya dipublikasikan itu menyebut Ruslan alias Cullang bunya banyak teman polisi.
Baca: Keluarga Ikhlaskan Cullang Ditembak Mati Polisi
"Banyak temamnya itu polisi, dulu mereka sering datang ke situ (rumah Ruslan) untuk ketemu dan cerita-cerita, mereka pakai pakaian polisi," ungkapnya.
Ia mengatakan, tak mengetahui jelas apa tujuan polisi yang kerap datang tersebut, namun ia melihat Cullang dan polisi sangat akrab, bahkan sering makan bersama.
Baca: Lapas Bolangi Masuk Daftar Jaringan Narkoba Cullang
Sang tetangga juga bersaksi bahwa ia pernah melihat polisi datang, dan saat hendak pulang membawa sesuatu yang dibungkus amplop.
"Pernah datang dulu, saya lupa waktunya, terus waktu pulang dikasih amplop tebal," ujarnya.
Satu hal yang sangat diingatnya adalah, ketika ada judi sabung ayam di sekitar rumah Cullang. Polisi mendatangi lokasi perjudian tersebut, namun bukannya membubarkan judi, oknum polisi tersebut justru pergi setelah berbicara dengan Cullang.
Meski demikian, Cullang rupanya memiliki reputasi yang baik di mata warga sekitar rumahnya. Cullang dinilai sebagai sosok dermawan dan sering memberi bantuan untuk warga sekitar.
Baca: 60 % Peredaran Sabu Makassar Dikuasai Cullang, Pasok 2 Kg/Pekan dari Tarakan
"Dia itu orang baek, sedekahnya banyak, dan sering menolong tetangga yang membutuhkan bantuan," kata dia.
Ia menceritakan, beberapa kali Cullang membagi-bagikan uang kepada anak di sekitar rumahnya setiap usai Salat Jumat. Ia juga pernah membagikan paket sembako kepada masyarakat saat jelang hari lebaran.
Tetangga yang mengaku sudah lama tak bertemu dengan Cullang tersebut menceritakan, saat Ruslan akan dibawa untuk dimakamkan, Rabu kemarin, ratusan masyarakat sekitar datang untuk mengantar kepergiannya.
"Kemarin banyak sekali orang yang mau angkat kerandanya, biasanya kan cuma keluarga, tapi ini tidak, orang berebutan, saya sampai menangis terharu melihatnya," kata dia.
Ia mengaku kaget juga mendengar kabar Ruslan tewas sebagai bandar narkoba. Menurutnya selama ini Ruslan dikenal memang memiliki banyak uang, namun tidak diketahui bahwa ia adalah bandar besar.
Sementara itu, Sepupu Ruslan, Rusdi (35) mengatakan sudah cukup lama tudak berkomunikasi dengan Cullang. Ia hanya tahu bahwa Ruslan tinggal di Mamuju bersama Istri, dan bekerja sebagai pengusaha ternak dan bengkel.
"Setahu saya dia bekerja sebagai pengusah pakan ternak di sana, dan juga semacam bengkel," kata dia. (*)
Bisa Muncul Anggapan Adanya Bekingan
(Direktur LBH Makassar, Haswandi Andi Mas)
LBH Makassar sangat menyayangkan tindakan aparat polisi yang melakukan proses penangkapan yang mengakibatkan tersangka meninggal dunia.
Pertama, publik kehilangan sumber informasi terkait bagaimana tersangka bersama jaringannya melakukan peredaran narkoba di Makassar. Yang ada Polda memberi informasi sepihak terkait kematiannya.
Ada dugaan pelanggaran prosedur pada penangkapan itu, karena dari pihak polisi sudah menintai sejak lama, harusnya kan sudah siap bagaimana melakukan penangkapan kepada tersangka, bukan akhirnya dengan menembak mati.
Harusnya sudah disiapkan dari awal, kalau dia tembak mati artinya polisi tidak siap bertemu dengan tersangka, apalagi kalau hanya diduga akan melarikan diri. Harusnya dilumpuhkan saja agar bisa diproses dan mendapatkan keterangan dari tersangka sehingga terungkap betul jaringan-jatingannya.
Publik hanya diberi informasi alasan menembak, bukan bagaimana betul-betul menuntaskan peredaran narkoba di Makassar dan Sulsel.
Kalau ada argumen sepihak dari Polda bahwa dia gembong narkoba, kita harus menguji apa benar jika dia telah meninggal akan terjadi perubahan signifikan terhadap penurunan peredaran narkoba. Jika ternyata tidak turun berarti bisa memunculkan persepsi publik.
Bisa saja muncul dugaan bahwa bos besarnya belum terungkap jika narkoba nanti masih marak. Tindakan polisi ini tidak profesional dan memunculkan persepsi lain dan anggapan beragam. Seandainya ditangkap saja dan diproses di persidangan hingga terungkap jaringannya, kan bisa diketahui bagaimana peredaran narkoba di Makassar.
Anggapan adanya bekingan dari oknum aparat juga bisa muncul jika seperti ini. Ini kan katanya sudah beraksi lima tahun, harusnya bisa segera diungkap. Kalau seperti ini asumsinya terputus.
Bisa ada anggapan bahwa ada upaya untuk memutuskan tali informasi dengan meninggalnya Cullang.
Di situ bisa muncul pertanyaan, ada apa, mengapa langsung ditembak mati? Harusnya jika sudah lama DPO, bisa lakukan upaya penangkapan dengan target upaya proses hukum supaya terungkap betul.
Kalau mati kan otomatis fakta-fakta hilang. Polda harus bertanggung jawab agar informasi kepada publik bagaimana jaringan peredaran narkoba ini terungkap, bukan berdasar testimoni saja, tapi berdasarkan pengungkapan kasus.
Ini juga melanggar HAM, karena prinsip HAM itu dalam prinsip hak-hak tersangka sebenarnya bukan melindungi hak asasi, tapi bagaimana pengungkapan kasus betul-betul clear, bukan berdasar opini yang diciptakan institusi kekuasaan. (*)