CITIZEN REPORTER
Catatan Duka Selama Dua Tahun Kehadiran Islamic State
Beberapa minggu kemudian, sempat beberapa kali Abu Bakar Al-Baghdady dimunculkan melalui rekaman suara
Syarifuddin Abdullah |
30 Juni 2016 / 25 Ramadhan 1437H
Dua tahun silam, sepanjang bulan Juni 2014, Irak dan Suriah mengalami rangkaian peristiwa yang kemudian menjadi penanda bahwa dua negara itu sedang menuju kekacauan, yang belum pernah terjadi terhadap satu nation-state dalam sejarah modern.
Pada 10 Juni 2014, kelompok teror dengan nama yang baru - ISIS (Islamic State in Iraq dan Sham) - menyerbu kota terbesar kedua Irak, Mosul, dan hanya perlu sekitar dua-tiga hari untuk memaklumkan telah menguasai kota secara total. Hingga saat ini, tidak pernah ada analisis yang kredibel tentang bagaimana hal itu bisa terjadi, padahal di Provinsi Ninawa dengan ibukota Mosul saat itu terdapat paling kurang tiga divisi militer reguler Irak.
Dan sekitar 20 hari kemudian, dengan menggunakan momentum tanggal 01 Ramadhan 1435H (bertepatan 29 Juni 2014), Abu Bakar Al-Baghdady, pemimpin ISIS, memaklumkan pendirian Khilafah Islamiyah, sekaligus perubahan nama dari ISIS (Islamic State in Iraq dan Sham) menjadi hanya IS (Islamic State).
Dan sejak itu, ribuan nyawa manusia melayang: para kombatan di medan tempur, para mujahid yang memilih menjadi martir, orangtua, anak-anak, wanita, yang saya cukup yakin bahwa sebagian besar dari mereka tidak memahami inti atau latar belakang konflik yang memicu kemunculan IS.
Beberapa hari kemudian, pada 05 Juli 2014, divisi media IS me-release vidoe rekaman Abu Bakar Al-Baghdady ketika bertindak sebagai khatib Jumat di Masjid Agung Kota Mosul pada Jumat 04 Juli 2014 (07 Ramadhan 1435H).
Hingga saat ini, itulah penampilan visual pertama - dan sekaligus yang terakhir - Abu Bakar Al-Baghdady. Beberapa minggu kemudian, sempat beberapa kali Abu Bakar Al-Baghdady dimunculkan melalui rekaman suara (yang tidak bisa dikonfirmasi originalitasnya).
And no body can confirm, either Al-Baghdady is still alive or not. Secara pribadi, saya lebih cenderung mengatakan Abu Bakar Al-Baghdady telas tewas (dengan sejumlah alasan, yang in sya' Allah akan disampaikan pada artikel terpisah di lain kesempatan).
Lalu apa yang terjadi sejak dan selama dua tahun IS berdiri?
Sepanjang pengamatan saya selama dua tahun terakhir terhadap nyaris seluruh lapisan dan aliran pengamat di tingkat regional Timur Tengah dan pada level global, tidak ada satupun yang dapat memastikan episode lanjutannya.
Yang pasti, sekali lagi, semua hati nurani menyesali jatuhnya ribuan nyawa manusia. Sekitar sebulan lalu, menjelang Ramadhan 1437H (Juni 2016), pasukan reguler Irak dibantu milisi-milisi Syiah menggempur Fallujah, dan konon pada pertenghan puasa, sudah berhasil menguasai kota Fallujah yang hanya berjarak sekitar 50 km arah barat Kota Baghdad. Namun klaim penguasaan itu belum dapat dikonfirmasi melalui pihak ketiga.
Pasukan reguler Irak juga sesumbar akan segera membebaskan Mosul, tapi hingga artikel ini ditulis, belum ada pergerakan militer Irak yang signifikan untuk menyerbu dan merebut Mosul dari kontrol IS.
Pada saat yang sama, di wilayah utara Irak, mulai dari Aleppo di bagian Utara-Tengah Suriah hingga ke kota Raqqah di Timur Suriah sampai wilayah perbatasan dengan Irak, pasukan koalisi pimpinan Amerika, dengan mengandalkan pasukan darat Kurdistan, konon sudah sukses merebut berbagai titik yang dikuasai oleh IS. Tetapi sekali lagi, klaim-klaim perebutan ini baru pernyataan sepihak, dan tidak bisa dikonfirmasi dari pihak ketiga.
Kesimpulan saya, dengan ambisi dan animo mempertontonkan kesadisan dalam berbagai bentuknya yang paling brutal, selama dua tahun ini, IS telah memaksakan polarisasi yang tajam dan perubahan cara pandang banyak orang di seluruh dunia: musuh-musuh IS terlihat semakin memusuhi, sementara kawan dan simpatisanya semakin menegaskan dukungannya.
Dan di antara dua kubu yang saling menegasikan itu, kelompok dan individu yang awalnya berusaha bersifat netral akhirnya juga terpaksa menentukan pilihan dan keberpihakan secara tegas: mendukung atau memusuhi, masing-masing dalam batas yang paling maksimal.
Dan spiral kebencian atau sikap saling menihilkan itu masih sedang dan terus berproses. Atau jangan-jangan, dari waktu ke waktu, kita memang memerlukan sebuah periode zaman yang brutal dan sadis untuk meningkatkan kualitas sentuhan kemanusiaan kita.(*)