Opini
Trend Penggunaan Narkoba
Di beberapa negara saat ini juga melegalkan beberapa jenis narkotika bahkan menyediakan tempat penjualan sekaligus menjadi tempat menyuntikkan narkoba
Oleh: Shanti Riskiyani
Mahasiswa Program S3 Kesehatan Masyarakat-Universitas Indonesia
Peter Carey dalam bukunya Changing Javanese Perceptions of the Chinese Communities in Central Java, 1755-1825 menceritakan bahwa sesungguhnya kebiasaan madat itu lebih banyak dilakukan oleh orang pribumi, dalam hal ini orang Jawa.
Banyak artikel dan sumber yang menyatakan bahwa perdagangan opium itu didominasi oleh etnis Tionghoa pada masa itu yang importirnya adalah para saudagar Arab.
Masuknya zat ini awalnya lebih disebabkan oleh minimnya layanan kesehatan yang tersedia pada kala itu, sementara berbagai penyakit infeksi merebak hampir di seluruh negeri. Sebagian besar orang menggunakannya sebagai pereda rasa nyeri/sakit ataupun untuk menghilangkan rasa pegal ketika bekerja berat (bertani).
Sementara itu pada kalangan yang lain, kebiasaan madat merupakan bagian dari gaya hidup yang menujukkan status sosial mereka. Ketika ada tamu yang berkunjung ke kediamannya dan disediakan fasilitas untuk madat, maka itu sebagai bentuk penghargaan kepada tamu sekaligus ‘menyampaikan’ bahwa tuan rumah adalah orang yang berstatus sosial tinggi.
Jika merujuk pada kamus besar bahasa Indonesia, madat adalah candu (yang telah dimasak dan siap diisap). Mengonsumsi madat biasanya menggunakan peralatan seperti pipa, rokok dengan tembakau ataupun dimakan.
Madat juga tersedia dalam berbagai kualitas, rakyat kebanyakan biasanya menggunakan madat berkualitas rendah yakni madat yang dicampur dengan irisan halus daun awar-awar dan gula.
Mengonsumsinya juga kadang hanya menggunakan pelepah daun papaya, atau dengan mencampurnya dengan tembakau yang sudah direndam madat dan dilinting dengan kulit jagung. Pada tahun 90-an madat atau kemudian kita kenal sebagai narkoba beredar dipasaran dalam berbagai jenis, bentuk, warna dan kualitas.
Cara pemakaiannya juga mengalami beberapa inovasi. Misalnya saja penggunaan putauw yang awalnya di-drag (dihirup) menjadi disuntikkan. Shabu-shabu yang biasanya dinikmati uapnya, sekarang ada juga yang menyuntikkan shabu-shabu.
Dari jenis bahan dasarnya pun mengalami berbagai inovasi, ada yang dari tumbuh-tumbuhan, campuran berbagai zat kimia, kolaborasi antara tumbuhan dan zat kimia, bahkan jamur yang tumbuh di kotoran sapi pun menjadi zat yang dapat memberi efek mabuk pada orang yang mengonsumsinya.
Peringatan hari anti madat atau kita sebut biasanya dengan HANI (Hari Anti Narkotika Internasional) setiap tanggal 26 Juni, biasanya akan diwarnai dengan kampanye, seminar, penyuluhan, talkshow bahkan aksi ke jalan. Setelah sekian lama, sepertinya kampanye ini juga seiring sejalan dengan ‘kampanye’ dari para produsen madat.
Tidak tanggung-tanggung pelaku kampanyenya tidak hanya dari kalangan pemadat sendiri, tetapi juga mereka yang tidak pernah menikmati zat tersebut. Dari pemberitaan di media kita sering mendengar ataupun membaca seorang ibu rumah tangga menjadi pengedar narkoba, kurir antar negara ataupun mereka yang tidak sadar kalau dirinya dimanfaatkan untuk menjadi kurir.
Tidak hanya berdampak pada kesehatan seseorang, penyalahgunaan narkoba juga menimbulkan kerugian ekonomi. Studi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia menyebutkan bahwa kurang lebih Rp 56 triliun kerugian untuk biaya pribadi.
Diperkirakan pada tahun 2020 kita akan mengali kerugian ekonomi sebesar Rp 143,8 trilyun akibat penyalahgunaan narkoba.