Kopel Sulsel Minta Kemendagri Paham Proses Pembentukan Perda
Syamsuddin menambahkan, mau tak mau harus diakui bahwa selama ini ada manfaat mutualisme dalam permainan perda.
Penulis: Abdul Azis | Editor: Anita Kusuma Wardana
Laporan Tribun Timur Abdul Aziz Alimuddin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Koordinator Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Sulsel Syamsuddin Alimsyah meminta Kemendagri harus paham dengan proses pembentukan Peraturan daerah (Perda).
"Pembentukan perda tidak murah, satu perda bisa menghabiskan Rp 2 miliar termasuk studi banding. Oleh karenanya yang harus dilakukan Kemendagri membuat regulasi yang ketat, syarat pembentukan regulasi," kata Syamsuddin, Rabu (22/6/2016) malam.
Syamsuddin menambahkan, mau tak mau harus diakui bahwa selama ini ada manfaat mutualisme dalam permainan perda. Bahkan diduga ada kecenderungan mafia dalam pembentukan perda itu sendiri.
"Proses pembentukan perda potensinya hanya menguntungkan konsultan pembuat perdanya. Konsultan yang diberi kepercayaan membuat perda tidak kualified atau kapasitasnya tidak mumpuni sehingga seperti selama ini banyak perda bermasalah," ujar Syamsuddin.
"Pembentukan perda hanya dijadikan alat untuk studi banding bagi pejabat. Mereka rendah moralitas mengkritisi kualitas perda yang dibuatnya. Bahkan ada banyak perda yang copy paste," ujarnya.( - Koordinator Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Sulsel Syamsuddin Alimsyah meminta Kemendagri harus paham dengan proses pembentukan Peraturan daerah (Perda).
"Pembentukan perda tidak murah, satu perda bisa menghabiskan Rp 2 miliar termasuk studi banding. Oleh karenanya yang harus dilakukan Kemendagri membuat regulasi yang ketat, syarat pembentukan regulasi," kata Syamsuddin, Rabu (22/6/2016) malam.
Syamsuddin menambahkan, mau tak mau harus diakui bahwa selama ini ada manfaat mutualisme dalam permainan perda. Bahkan diduga ada kecenderungan mafia dalam pembentukan perda itu sendiri.
"Proses pembentukan perda potensinya hanya menguntungkan konsultan pembuat perdanya. Konsultan yang diberi kepercayaan membuat perda tidak kualified atau kapasitasnya tidak mumpuni sehingga seperti selama ini banyak perda bermasalah," ujar Syamsuddin.
"Pembentukan perda hanya dijadikan alat untuk studi banding bagi pejabat. Mereka rendah moralitas mengkritisi kualitas perda yang dibuatnya. Bahkan ada banyak perda yang copy paste," ujarnya.(*)