Dugaan Korupsi Lab Fakultas Teknik UNM
ACC Desak Polda Sulselbar Periksa Prof Husain Syam
Terkait kasus korupsi gedung Laboratorium FT UNM 2015.
Penulis: Darul Amri Lobubun | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan Tribun Timur, Darul Amri Lobubun
TRIBUM-TIMUR.COM, MAKASSAR -Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Sulselbar agar segera memeriksa dekan Fakultas Teknik (FT) Universitas Negeri Makassar (UNM) Prof Husain Syam terkait kasus korupsi gedung Laboratorium FT UNM 2015.
Peneliti ACC Sulawesi, Hamka mengatakan, pihaknya mendesak penyidik Direktorat Reserse Kriminal Reserse Khusus (Ditreskrimsus) Subdit III Tipikor Polda Sulselbar agar memeriksa Husain Syam sebagai penanggung jawab atas penandatanganan kwitansi pembayaran gedung Lab FT UNM.
"Sejauh ini kami belum menerima adanya laporan pemeriksan atau pemanggilang polda terhadap yang bersangkutan. Padahal jelas dia (Husain) punya bukti penandatanganan pembayaran terhadap pembangunan gedung tersebut," kata Hamka di kantor ACC Sulawesi Jl Ap Pettarani kota Makassar, Senin (9/5/2016).
Alumnus Fakultas Hukum (FK) Universitas Muslim Indonesia (UMI) ini juga menunjukan, berkas fotokopian bukti kwitansi yang ditanda tangani Husain Syam bersama Mulyadi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Edy Rachmat Widiyanto sebagai Direktur PT Jasa Bhakti Nusantara.
Dalam kwitansi tersebut menjelaskan, Husain Syam menandatangani pencairan anggaran sebesar 17.476.850.000 Milliar atau 50 persen dari pembangunan gedung Laboratorium Terpadu UNM bersama Mulyadi dan Edy Rachmat.
"Jadi hingga kasus ini digulirkan, nama yang bersangkutan seakan mau ditutup-tutupi. Kami berharap agar polda segera memang yang bersangkutan untuk diperiksa dan segera ditetapkam tersangka," jelas Hamka.
Kasus Tipikor gedung Laboratorium Terpadu FT UNM memang sudah bergulir dari awal bulan Maret. Tepatnya pada tangga 7 Maret lima orang diantaranya adalah Prof Arismunandar telah diperiksa dan dipanggil untuk memberikan verifikasi atas dugaan kasus tersebut.
Dari hasil verifikasi tersebut, penyidik Polda kemudian melakukan koordinasi dengan pihak Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) provinsi Sulawesi Selatan. Akhirnya, Polda menemukan adanya kerugian negara sebesar 4 miliar rupiah. (*)