Diskusi Tribun Timur
Seniman dan Budayawan Sulsel Diskusi Lego-Lego, Bahas Musik Tradisional
Hal itu ditandai dengan diadakannya diskusi yang bertajuk Lego-Lego di kantor Tribun Timur, Jl Cendrawasih, 430 Makassar.
Penulis: Saldy Irawan | Editor: Ina Maharani
Laporan wartawan Tribun Timur, Saldy
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Musik tradisional lagu daerah (bugis-makassar) mendapat perhatian bagi akademisi dan budayawan di Makassar.
Hal itu ditandai dengan diadakannya diskusi yang bertajuk Lego-Lego di kantor Tribun Timur, Jl Cendrawasih, 430 Makassar.
Dia yang hadir diantaranya, musisi lagu daerah Daeng Mile, Daeng Tola, dosen Seni Universitas Negeri Makassar (UNM) Sri Wahyuni (Yuni KDI), Prof Nurhayati, Ishak Ngeljeratan, Dr Halilintar, Phlip Yampolsky seorang peneliti musik dari Amerika, Syarifuddin akademisi UNM, dan sejumlah Mahasiswa Fakultas Seni Budaya UNM.
Dalam diskusi itu disimpulkan bahwa lagu daerah tidak bisa digabungkan atau di aresemen dengan musik pop atau dangdut.
"Lagu Makassar musiknya juga harus nada Makassar, itu tidak bisa digabungkan atau di aresemen," kata Philip.
Menurutnya, dengan mengaresemen sebuah lagu tradisional menjadi musik trend, itu akan menghilangkan ruh dari lagu tradisionalnitu sendiri.
Bahkan kata Philip dalam kajiannya, musik trend itu bisa membuat lagu tradisional punah.
Ia mengungkapkan meski dirinya seorang warga negara asing, namun alunan lagu tradisional Makassar yang disandungkan dengan kecapi memiliki daya tarik tersendiri untuk dihayati.
Menurutnya lagu daerah Makassar layaknya pesan inspirasi dan mengeritik untuk berbuat kebaikan.
Ia juga mengaku prihatin, karena industri musik khususnya di Makassar tidak membudayakan dan mempromosikan lagu -lagu daerah sesuai dengan ruhnya.
"Ada lagu daerah tapi banyak di aresemen," kata Philip.
Saat ini kata Philip banyak orang yang menyepelekan karya lokal.
Seperti dicontohkan dengan kejadian saat ini, sebahagian besar kaum pemuda lebih memilih mendengar lagu pop atau rock dibanding lagu daerah.
Senada diungkapkan Prof Nurhayati, bahwa musik -musik anak perkotaan seperti pop dan rock menjadi kebutuhan bagi pemuda.
Sedangkan karya musik lagu-lagu daerah itu lebih membawa pesan moral tapi tidak dilirik oleh pemuda.
Dengan kondisi ini, kata Prof Nurhayati seluruh elemen harus berperan aktif agar karya tradisional ini tidak punah.
"Sepakat dengan Pak Philip, lagu daerah harus dibudayakan," ujar Prof Nurhayati.
Menurutnya, peran media sangat dibutuhkan dalam persoalan ini agar tidak fokus pada pemberitaan di kota metropolitan.
Mengapa musik trend laris,karena media fokus dengan apa yang ada di kota, sedangkan didesa hanya sesekali.
"Di desa itu sangat elok jika dihayati dengan baik," katanya.
Selain itu, Sri Wahyuni jebolan KDI, mengatakan peran pemerintah sangat penting dalam mempertahankan karya -karya pendahulu di Sulawesi Selatan.
Pasalnya, dengan pengalihan lagu daerah menjadi lagu pop saat ini lagu marak di Indonesia khususnya di Makassar.
Hal itu dilihat dari banyaknya tindak pembajakan atau kopi paste lagu.
"Meskipun lagunya lagu Makassar itu dibuat dengan gaya tren. Ini kan mencederai hak cipta," katanya.
Olehnya itu, Yuni berharap pemerintah sigap mengambil tindakan mau dibawah kemana karya lagu Makassar.
Salah satu dicontohkan Yuni, yakni alunan musik India "Chaiya-Chaiya". Di Makassar itama itu diisi dengan syair lagu daerah.
Bahakn lagu itupun bumin,karena mengarsemen dengan irama yang lagi trend di jaman moderen seperti saat ini.
"Nah peran pemerintah apakah ini ditindak atau bagaimana," katanya.
Terpisah Ishak Ngeljeratan berharap industri musik pop tidak menghancurkan lagu-lagu daerah yang ada di Makassar.
"Ini harus dipertahankan, dan jangan sampai diklaim orang," kata Ishak.
Selain membawa pesan perdamaian, lagu daerah kata Ishak menghidupkan kesenian yang tak bisa dihitung keelokannya.
Ia pun mengajak bagaimana jika dilakukan kampanye besar-besaran mengenai lantunan lagu daerah yang harus dipertahankan untuk penerus bangsa yang akan datang.
Syarifuddin menambahkan diskusi ini diadakan untuk mempersatukan bangsa melalui musik tradisional.
"Musik sebagai penghibur juga sebagai keseragaman antar budaya," katanya.