Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Bahaya, Terorisme Transnasional Bermutasi

Selain itu, kejadian Paris 13/11 menunjukkan terorisme transnasional juga merekrut pelaku serangan dari warga nasional setempat.

Editor: Anita Kusuma Wardana
zoom-inlihat foto Bahaya, Terorisme Transnasional Bermutasi
TRIBUN TIMUR
Dosen Hubungan Internasional Fisip Unhas, Agussalim Burhanuddin

Serangan teroris di Paris (13/11) lalu memperlihatkan adanya modus baru terorisme transnasional dan semakin memperbesar ancamannya terhadap masyarakat sipil. Jika tren serangan terorisme sebelumnya cenderung memilih target simbolik, aksi teroris di Paris baru-baru ini lebih diarahkan pada efek kuantitas korban.

Istilah bermutasi di sini dimaksudkan dengan adanya perubahan pemilihan target serangan yang dilakukan oleh kelompok teroris yang lebih diarahkan pada sasaran sipil dibandingkan target strategis seperti instalasi militer, bangunan politik, serta simbol-simbol kekuatan ekonomi dan politik. Selain itu, kejadian Paris 13/11 menunjukkan terorisme transnasional juga merekrut pelaku serangan dari warga nasional setempat.

Indiscriminate Target

Sebelum lebih jauh, kita harus memahami bahwa pelaku terorisme adalah aktor rasional yang mengambil tindakan berdasarkan pilihan rasional dan kalkulasi logis. Jadi mereka bukan sekelompok orang gila atau psikopat yang melakukan kekerasan ataupun bom bunuh diri tanpa perhitungan. Teroris bertindak rasional dalam hal alasan, metode, terlebih lagi pemilihan target.

Meskipun teroris dibedakan dari aktor bersenjata lainnya karena mereka menjadikan warga sipil sebagai target, pemilihan sasaran mereka dilakukan secara selektif bukan serampangan. Serangan teroris khususnya dari kelompok radikal Islam sebelum kejadian Paris 13/11 secara umum dapat diartikan sebagai bahasa politik melawan hegemoni ekonomi, politik, dan militer, dan targetnya adalah simbol-simbol dari hegemoni tersebut. Contoh paling konkret adalah serangan Al-Qaeda pada tahun 2011 ke gedung WTC dan Pentagon yang merupakan simbol kekuatan ekonomi dan militer AS.

Besarnya korban jiwa dalam serangan teroris 9/11 bukanlah target utama dari kelompok Al-Qaeda melainkan arti dan nilai penting dari gedung WTC dan Pentagon bagi AS. Populasi warga sipil yang menjadi korban dapat dikatakan sebagai ekses tambahan yang memperbesar efek psikologis dan sosio-politis dari serangan tersebut. Dalam terminologi militer korban semacam ini dapat disebut sebagai “collateral damage.” Dalam beberapa aksi terorisme yang lain, korban biasanya tidak langsung dibunuh tapi disandera untuk keperluan negosiasi atau jaminan jiwa atas tuntutan tertentu.

Akan tetapi kejadian Paris Friday 13th memperlihatkan kecenderungan baru kelompok radikal Muslim dalam memilih target serangan. Gedung konser Bataclan, gelanggang bola Stade de France, serta restoran dan bar yang menjadi target serangan teroris dari IS/ISIS di Paris bukanlah tempat yang dapat dikatakan memiliki nilai strategis khusus secara politik atau militer. Lokasi-lokasi tersebut adalah tempat public di mana orang-orang sipil berkumpul. Jadi sangat jelas bahwa target serangan teroris kali ini bukan bangunan simbolik tetapi kuantitas korban sipil.

Model serangan indiscriminate target semacam ini awalnya dilakukan oleh IS/ISIS dalam konflik sektarian di Irak pasca invasi AS 2003. Pada saat itu kelompok ini masih bagian Al-Qaeda di Irak dan memilih target kantong-kantong populasi syiah yang mayoritas di Irak selain target militer pemerintah Irak dan militer asing. Pada konflik Suriah, IS/ISIS lebih cenderung bertempur secara konvensional melawan pasukan pemerintah Suriah. Meskipun IS/ISIS menjalankan psywar dengan mempublikasikan foto dan video eksekusi secara brutal, hal tersebut mereka lakukan pada tawanan perang atau korban yang mereka pilih secara selektif.

Ketika ISIS merubah namanya menjadi IS (Islamic State) pada Juni 2014 dan mengklaim seluruh dunia Islam sebagai wilayahnya, kelompok radikal ini kemudian memapankan dirinya menjadi organisasi teroris transnasional baik dalam hal pengikut dan wilayah operasi. Serangan IS ke sejumlah kerumunan orang sipil di Paris kemarin menunjukkan modus baru aksi kelompok radikal Islam, dan kemudian juga membedakan IS dengan pola umum aksi Al-Qaeda yang lebih selektif.

Dampak Kejadian Paris

Serangan IS di Paris menimbulkan dampak teror luar biasa pada warga sipil dan dapat mengakibatkan dampak lanjutan (snowball effect) yang mengkhawatirkan. Selain puluhan korban jiwa, masyarakat sipil juga akan kehilangan rasa aman untuk berasa di ruang-ruang publik, atau di mana saja. Dan ketakutan ini akan terjadi di seluruh dunia, bukan hanya di Irak, Suriah, di AS, di negara Eropa, bahkan di seluruh dunia. Orang akan takut untuk berada di ruang terbuka berkumpul bersama orang lain. Aktifitas sosial manusia akan terdegradasi.

Masyarakat sipil juga akan kehilangan kepercayaannya pada negara dalam menjamin keamanan mereka, dan kemudian berusaha membangun keamanan sendiri dengan mempersenjatai diri sehingga terjadi lingkaran teror (cycle of terror) di masyarakat. Legitimasi negara sebagai pemilik tunggal penggunaan kekerasan (militer) akan terganggu, sehingga dapat mengundang draconian effect di mana negara menjalankan situasi darurat secara berlebihan dan represif. Pada situasi ini ketertiban dan kebebasan sipil akan hilang.

Aksi terorisme di Paris juga akan berpengaruh besar pada ekonomi negara dan dunia. Ketiadaan rasa aman di tempat umum akan mematikan industri-industri pariwisata di dunia yang merupakan salah satu roda ekonomi di banyak negara. Industri ini juga menampung banyak tenaga kerja yang terancam menganggur jika orang-orang dicekam rasa takut. Dunia akan berada di ambang krisis ekonomi dan keamanan.

Mengingat besarnya dampak yang mungkin ditimbulkan oleh aksi teroris di atas, maka seyogyanya semua pihak di dunia mengambil tindakan yang efektif dan komprehensif dalam melawan terorisme transnasional. IS/ISIL bukan hanya masalah Irak dan Suriah, atau hanya Prancis dan negara-negara Barat, tetapi merupakan ancaman bagi semua bangsa dan kemanusiaan di seluruh dunia. (*)

Oleh:

Agussalim Burhanuddin
Dosen Hubungan Internasional Fisip Unhas dan PhD Candidate di University of Hawaii at Manoa, AS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved