ACC Curigai Ada Praktik Suap dan Gratifikasi di Lapas Kelas 1 Makassar
Diduga terjadi dalam kasus pemberian fasilitas kepada terpidana korupsi Jusmin Dawi
Penulis: Hasan Basri | Editor: Suryana Anas
Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -Lembaga Anti Corruption Commite (ACC) mendesak Kementerian Hukum dan Ham serta Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menelurusi indikasi praktik suap dan gratifikasi di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas 1 Makassar.
Praktik suap ini diduga terjadi dalam kasus pemberian fasilitas kepada terpidana korupsi Jusmin Dawi oleh pejabat Lapas kelas 1 Makassar, beberapa hari lalu
Wakil Direktur ACC Kota Makassar, Kadir Wokanubun, mengatakan, terpidana korupsi kredit fiktif kepemilikan mobil Bank Tabungan Negara Syariah senilai Rp44 miliar l ditenggarai sering keluar Lapas Klas I Gunung Sari Makassar dari pagi hingga dini hari. Meski ia masih berstatus sebagai terpidana kasus korupsi.
Sepanjang hari Jusmin yang divonis 12 tahun penjara oleh Hakim Pengadilan Negeri Makassar, dengan pidana denda Rp 300 juta subsider 6 bulan bebas melakukan aktivitas seperti warga umumnya.
Ia juga kerap sarapan dan makan siang di salah satu restoran di bilangan Jalan Sultan Alauddin, selanjutnya berkeliaran di tempat-tempat hiburan malam serta pulang ke rumahnya di Kompleks Dahlia, Jl Dahlia Makassar.
Kadir mengatakan, keluar masuknya Jusmin dengan klaim asimilasi ini patut diduga sebagai pelanggaran terhadap PP No 99 Tahun 2012, tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 TAHUN 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Serta Permenkumham No 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas,dan Cuti Bersyarat.
"Kami meminta agar Menkumham dan pihak Kepolisian Daerah (Polda) Sulselbar mesti menelurusi indikasi praktik suap dan gratifikasi yang melibatkan Jusmin dan pihak Lapas sehingga keduanya bisa dijerat dengan Pasal 12 UU Tipikor No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001," ujarnya. (*)