Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

IPW: Ada 3 Insiden Pendahuluan di Tolikara

Sebelum kerusuhan 17 Juli 2015 meletus di Tolikara ujar Neta, sudah ada dua kerusuhan lainnya, yakni 9 Juli 2015, rumah warga di Kampung Yelok dibakar

Penulis: Darul Amri Lobubun | Editor: Thamzil Thahir
KOMPAS
Kapolda Papua, Irjen Pol Yotje Mende memperlihatkan sketsa lokasi kerusuhan di Karubaga, Kabupaten Tolikara, kepada para wartawan di ruang kerjanya di Mapolda Papua, Sabtu (18/7/2015) 

JAKARTA, TRIBUN -- Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane, mengungkapkan setidaknya ada tiga rangkaian gejolak sosial yang terjadi di Karubaga, Ibu Kota Kabupaten Tolikora, Provinsi Papua, di hari Lebaran, Jumat (17/7/2015) lalu.

Sebelum kerusuhan 17 Juli 2015 meletus di Tolikara ujar Neta, sudah ada dua kerusuhan lainnya, yakni 9 Juli 2015, rumah warga di Kampung Yelok dibakar massa.

Tanggal 11 Juli 2015 beredar surat Badan Pekerja Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Wilayah Toli. Surat edaran kontroversial yang ditandatangani Pendeta Marthen Jingga dan Pendeta Nayus Wenda tertuang larangan merayakan Idul Fitri di

Karubaga karena bertepatan dengan pelaksanaan Seminar dan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Internasional Pemuda GIDI.

Lalu insiden ketiga, tanggal 15 Juli 2015 sejumlah Hanoi (rumah tradisional) di Panaga dibakar massa.
IPW menilai kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende tidak bisa memberdayakan para personelnya intelijennya untuk merekam dan malaporkan riak insiden itu.

"Karena fakta buruknya kinerja itu juga keberadaan surat GIDI yang dikeluarkan 11 Juli 2015 tidak diantisipasi dan tidak ada upaya pencegahan hingga kemudian kerusuhan meletus, tanggal 17 Juli yang bertepatan hari Lebaran," kata Neta S Pane, Minggu (19/7).

Dan buntutnya, 17 Juli 2015 meletus kerusuhan di Tolikara, sebanyak 70 bangunan dan mesjid dibakar massa. Setidaknya ada 38 rumah, 63 kios, dan menyebab 153 warga mengungsi dari kabupaten pedalaman Papua yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sarmi (utara), Kabupaten Jayawijaya (Selatan), Kabupaten Puncak Jaya (barat), dan Kabupaten Jawawijaya di (timur).

Korban bukan hanya Muslim, tetapi juga Nasrani asli Papua.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta aparat keamanan segera menangani kasus sentimen agama dan suku adalah api yang sangat mungkin menjalar, meluas dan meruntuhkan NKRI. Ambon adalah sejarah yang tidak ingin kita ulang.

"Ada tenggat waktu tujuh hari. Kenapa intelkam Polda Papua tidak melakukan deteksi dan antisipasi dini? Apakah karena Kapolda Papua sedang sibuk mengikuti seleksi calon pimpinan KPK sehingga antisipasi terhadap wilayah tugasnya terabaikan? Kerusuhan ini menunjukkan tingkat kepedulian para pejabat Polda Papua sangat rendah," tegasnya.

Polri dan TNI sudah mengirim pasukan tambahan ke Papua

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved