Kolom Hati Dr Muammar Bakry Lc
Ihsan Itu Cara Membentuk Karakter
"jika engkau mendengar seeorang mengatakan sesuatu yang menyakiti hatimu, janganlah engkau menggerutu, jika itu benar, berarti dosamu dihapus
"jika engkau mendengar seeorang mengatakan sesuatu yang menyakitkan hatimu, janganlah engkau menggerutu, jika yang dikatakan itu benar, berarti dosamu telah ditebus.
ADA hadis populer yang diriwayatkan Abu Huraerah tentang seorang pemuda yang bertanya kepada Nabi perkara Iman, Islam dan Ihsan.
Tentang Ihsan, Nabi menjawab, "kamu menyembah Allah seakan kamu melihatnya, jika kamu tidak sanggup melihatnya, sesungguhnya Dia melihatmu".
Potongan riwayat Hadis di atas, oleh ulama dijadikan pijakan akhlak Islam. Intinya adalah penyadaran penuh seorang hamba atas pengawasan Tuhan kepada dirinya. Pengawasan inilah yang berimplikasi positif dalam gerakan tubuh untuk membentuk akhlak yang baik.
Kata 'Ihsan' maknanya bukan sekadar baik (hasan) melainkan upaya berbuat kebaikan yang berimplikasi dan dirasakan orang dan pihak lain. Lebih tepat jika ihsan diterjemahkan secara harfiyah; 'memperbaiki'.
Karena itu arti ihsan adalah berbuat baik kepada pihak lain dan jika melakukan sesuatu, dilakukan dengan baik.
Manusia dituntut ber-ihsan kepada dua hal utama; Pertama kepada Allah dengan beribadah secara baik dan maksimal lahir dan batin sesuai dengan kesanggupan hamba. Kedua berihsan kepada makhluk Tuhan.
Kaitan dengan ini ayat yang memerintahkan untuk berlaku adil dan ihsan dalam QS. Al-Nahl;90.
Salah satu makna adil adalah memberikan dan menempatkan sesuatu secara proporsional sesuai tempatnya. Ketika seseorang membalas atau memberi imbalan kepada pihak yang memberinya manfaat sesuai apa yang diterima, maka itulah keadilan. Sekadar contoh, seseorang yang meminta jasa tukang becak mengantar ke satu tempat lalu membayar sesuai kesepakatan awal, maka itu bentuk keadilan, karena setimpal antara jasa dengan upah.
Namun jika sang penumpang menambahkan bayaran lebih dari yang disepakati, maka sang penumpang ber-ihsan kepada sang tukang becak. Demikian pula ber-ihsan kepada Tuhan bukan sekadar melakukan fardhu atau yang wajib saja, tapi juga ditambah dengan amalan sunat, zikir dan sebagainya sebagaimana Tuhan memberi anaugerahNya dengan berihsan kepada manusia yang tak ternilai jumlahnya.
Orang yang senantiasa melakukan kebaikan digelar dengan 'muhsin'. Sebuah gelar yang amat tinggi di sisi Tuhan. Orang seperti ini memiliki mental spiritual dan ketahanan jiwa yang amat kuat. Apapun masalah yang dihadapi, semangatnya untuk melakukan kebaikan tidaklah pernah surut, sekalipun ia dizalimi oleh orang lain. Jadi, ihsan adalah sikap batin yang mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang terbaik.
Berbuat baik kepada yang memberi kebaikan lebih mudah dilakukan dari pada berbuat baik kepada yang berbuat kejahatan. Karena biasanya jika seseorang dizalimi, paling tidak ada tiga cara meresponnya. Pertama, membalasnya secara berlebihan.
Cara ini dimurkai oleh Tuhan. Kedua, membalas sesuai kezaliman yang dirasakan, cara ini biasanya dilakukan oleh banyak orang. Sekalipun cara ini ditolerir sebagai bentuk keadilan, tapi tidak lebih baik dari yang ketiga yaitu bersabar, memaafkan bahkan melakukan kebaikan kepadanya. Cara ketiga ini hanya dilakukan oleh orang yang bergelar 'muhsin', yang pahalanya hanya Allah yang Maha Tahu seperti dalam QS. Al-Syura: 40 (Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya
Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim). Atau juga dalam QS. Al-Nahl: 126 (Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar).
Karena itu, derajat 'muhsin' ketika dizalimi bertingkat-tingkat, pertama memaafkan, kedua mendoakan agar diberi hidayah, dan ketiga yang amat mulia yaitu membalas dengan kebaikan.
Imam Ja'far al-Shodiq berkata, "jika engkau mendengar seeorang mengatakan sesuatu yang menyakitkan hatimu, janganlah engkau menggerutu, jika yang dikatakan itu benar, berarti dosamu telah ditebus. Namun jika yang dikatakan itu tidak benar, maka engkau akan memperoleh kebajikan tanpa berusaha".
Banyak ditemukan dalam al-Qur'an dan Hadis perintah berihsan dalam berbagai hal, antara lain berihsan kepada orang tua dengan cara taat kepadanya selama bukan dalam kemaksiatan, berbuat baik serta menghindarkannya dari segala bahaya, mendoakan serta meminta ampunkan, membayarkan utang serta kebutuhannya dan menghormati rekan sejawatnya.
Begitupula berihsan kepada anak yatim dengan menjaga harta dan hak-haknya, membimbing serta membina dengan baik, mengusap kepalanya jika bertemu, menyantuni dan memeliharanya.
Berihsan kepada pembantu dengan memberi upah yang layak sebelum keringatnya kering, tidak memberi beban pekerjaan melebihi dari kemampuannya, menjaga hak-haknya dan kehormatannya.
Nabi juga memerintahkan dalam jual beli didasari pada ihsan dengan menjual barang secara rasional dan tidak berlebihan dalam keuntungan yang dapat menyiksa pembeli. Demikian pula pembeli tidak menawar secara berlebihan sehingga dapat menyiksa penjual. Karena itu pembeli dan penjual sama-sama berlaku ihsan dalam usahanya. Banyak lagi perintah ihsan lainnya seperti berihsan kepada hewan, berihsan kepada tetangga dan berihsan dalam berbicara.
Puasa yang dilakukan sebulan penuh dalam bulan suci Ramadhan sesungguhnya membina mental kita untuk memiliki karakter ihsan dalam semua aspek kehidupan. Inti pelajaran ibadah puasa adalah penyadaran seorang muslim atas pengawasan Allah atas sikap dan prilakunya sehingga terjauh dari akhlak yang buruk. Dengan puasa akan terbentuk muslim yang berakhlakul karimah didasari pada ihsan sebagai ajaran inti dari Agama Islam. (Dr Muammar Bakry, LC, MA; dosen UIN Alauddin Makassar)