Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Prof Amiruddin Wafat

Prof Amiruddin Itu Ali Sadikin-nya Sulsel

..itu adalah era Amiruddin. Itulah puncak pemerintahan Orde Baru. Bukan orang yang mencari kekuasaan tapi kekusaanlah yang mancari-nya

Editor: Thamzil Thahir
dok tribun-Timur/fb/Inun Yunus Pabittei
Mendiang Prof Dr Ahmad Amiruddin (83) bersama kerabatnya 

Di eranyalah modernisasi pemerintahan dan infrastruktur pemerintahan ditata. Dia "mengubah" lahan pekuburan China menjadi kantor Gubernur Sulsel. Idenya strategis sekaligus monumental.

Prof Dr Taslim Arifin, Ketua tim penilai Kalla Award 2012, memberikan catatan kenapa Amiruddin laik dapat penghargaan Maestro Pendidikan.

"Guru besar Unhas dan ahli atom ini boleh dibilang paripurna di dunia pendidikan. Hampir separuh dosen dan pengajar Unhas yang kini berkiprah atas desakannya untuk menyekolahkan mereka ke jenjang lebih tinggi. Tidak saja itu dia juga melakukan restorasi besar-besaran untuk kampus Unhas," kata dosen Ekonomi Unhas

Dia adalah sosok to macca (intelektual) Bugis yang memulai jenjang pendidikan kampung bersendi religis, dari desa di Wajo, lalu ke kota Sengkang, ke Makassar, ke Bandung lalu ke tugas belajar ke Amerika.

Dia peraih gelar dukturandus, saat ini selevel dengan sarja S1, saat Intsitut Teknologi Bandung (ITB) bernama Universitas Indonesia Bandung (1952). Dan dia sarjana di Bagian Kimia, Fakultas Ilmu Pasti dan Alam.

Dia adalah lelaki Bugis pertama yang meraih gelar Doctor of Philosophy (PhD) dari Universitas Lexington, Kentucky, Amerika 1958-1961. Ia doktor atom, inti dari segala material di bumi.

Dia-lah intelektual Muslim Indonesia yang saat ICMI mengelelah majalah Ulumul Quran, 1990-an dia membahas soal zarrah, (intoi atom) sebagaimana ternukil dalam Alquran.

Prof Amiruddin bukan sosok pemimpin yang protokolir, meski di masanya protokoler adalah segala-galanya bagi pejebat se-level Kepala Daerah Tingkat I.

Suatu saat, di awal dia merintis Kampus Unhas Tamalanrea, di akhir dekade 1970-an, saat Menteri Pendidikan  Kabinet Pembangunan II Soeharto (1974 -1978) M Syarif Tayeb berkunjungan ke kampus Unhas Barabaraya.

Kala itu Amiruddin, baru memulai masa jabatan keduanya sebagai Rektor Unhas (1973-1983), Amiruddin rela menjadi  sopir mengantar Pak Menteri keliling kampus Unhas.

Dia cerdik bak kancil. Ia teknorat yang tahu kekuatan diplomasi anggaran. Prof Amir tak membawa si menteri melewati jalan mulus beraspal, namun Prof Amiruddin justru sengaja mencari jalan berlubang dan berkubang.

Dari "kecerdikannya" itu dia meyakinkan atasannya di bapak menteri kelahiran Peureulak, Aceh itu, bahwa "sudah saatnya Unhas direlokasi ke wilayah yang laik menjadikannya kampus modern dan nomor satu di Indonesia.

Tak banyak petinggi Unhas orang mengetahui rencana dadakan tersebut. Memang kala itu, rencana prof Amir juga masih kontroversi. Banyak dosen senior yang tinggal di Perumahan Dosen Barayya dan Jl Sunu, juga enggan direlokasi.

Dia teguh pada visi dan rencananya. Dia bukan sosok yang bekerja berdasarkan opini publik, seperti kebanyakan pemimpin masa kini.

Kala itu, senat Unhas banyak yang protes karena dianggap kampus Tamalanrea terletak di Jalan Maros (kini Jl Perintis Kemerdekaan, Km 10).

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved