Bos Asindo Disidang
Direktur Asindo Janji Lunasi Utangnya Rp 29 Miliar
Terkait pembayaran utang ini terdakwa dinilai melakukan penipuan,

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Direktur PT Asindo Group John Lucman dan Direktur PT Karunia Sejati Frans Tunggo yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan penipuan senilai Rp 29 miliar berjanji awal Agustus mendatang akan segera melunasi utang piutangnya kepada PT Roda Mas Baja Inti yang selama ini menjadi permasalahan hingga berujung di Pengadilan Negeri Makassar.
Hal tersebut diungkapkan John Lucman dihadapan ketua majelis hakim, Andi Makkasau saat keduanya menjalani proses sidang lanjutan yang digelar di PN Makassar Jl RA Kartini, Senin (18/7/2011) siang tadi.
"Kami janji awal Agustus mendatang semua utang piutang akan kami lunasi
kepada korban penipuan dalam hal ini PT Roda Mas Baja Inti," kata John
yang turut didampingi penasehat hukumnya, Tajuddin Rahman saat prose
sidang berlangsung.
Pelunasan utang piutang tersebut berdasarkan sesuai dengan
barang yang diambil terdakwa berupa ratusan besi beton untuk
pembangunan Mall Panakkukang Square Makassar yang dipasok oleh PT Roda
Mas Baja Inti 2005 silam.
Dengan rencana pelusan utang para terdakwa,
John kemudian meminta kepada majelis hakim agar kiranya memberikan waktu
selama dua pekan untuk menunda prose persidangan lanjutan dengan tujuan
agar utang mereka dapat terselesaikan secara cepat.
"Kami meminta kesedian majelis agar menunda persidangan hingga
awal bulan mendatang untuk proses pelunasan utang piutang yang
disangkakan korban terhadap kami selama ini," ujarnya kepada majelis
hakim.
Meski terdakwa dianggap sudah memiliki itikad baik untuk segera
melunasi utangnya kepada PT Roda Mas Baja Inti selaku pihak korban,
namun Andi Makkasau yang memimpin persidangan itu tetap pada
pendiriannya yaitu, menunda persidangan hingga, Senin (25/7/2011) mendatang
dengan agenda sidang menghadirkan sejumlah keterangan saksi yang
dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Adnan Hamzah.
"Persidangan akan tetap dilanjutkan hingga pekan mendatang,
namun menyangkut soal pelunasan utang piutang itu menjadi hak terdakwa
dengan korban yang merasa ditipu," tegas Makkasau kepada pengacara
terdakwa.
Sidang yang berlangsung kurang lebih 30 menit itu hanya
mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan jaksa.
Dalam
keterangannya, saksi membenarkan jika kedua terdakwa memiliki utang
piutang terhadap PT Roda Mas Baja Inti yang berjumlah kurang lebih
puluhan miliar itu, sekaitan dengan pengambilan barang untuk pembangunan
Mall Panakkukang Square 2005 silam.
"Memang hingga hari ini terdakwa belum melunasi utang mereka kepda korban," uajr saksi.
Dalam kasus itu, keduanya didakwa dengan ancaman hukuman empat tahun
penjara. Mereka dijerat kasus penipuan dan penggelapan sesuai Pasal 378
atau 372 Kitab Undang-Undang Hukum PIdana. Terdakwa didakwa karena tidak
menunaikan kewajibannya membayarkan utang piutan senilai Rp 29 miliar
berdasarkan nota perjanjian dalam pengadaan material baja dan wiremesh
dalam pembangunan Mal Panakkukang. Ia diduga menyalahi kontrak dengan
perusahaan PT Roda Mas Baja Inti yang menyuplai materi baja tersebut.
Dugaan penipuan ini terungkap atas laporan Jemmy Gautama ke
Mabes Polri sejak Agustus 2008. Jemmy merupakan kuasa dari Direktur PT
Roda Mas Baja Inti, David Gautama. Pelapor menuding dugaan penipuan dan
penggelapan atas tidak dibayarnya pasokan baja beton dan wiremesh yang
dipasok pelapor. Kontrak pengadaan baja beton dilakukan sejak 2004.
Saat itu PT Roda Mas Baja Inti menyuplai besi dan baja kepada
perusahaan-perusahaan PT Asindo Grup di antaranya PT Karunia Sejati yang
dipimpin Frans Tunggono dan PT Marga Mas Development yang diwakili John
Luckman.
Pasokan baja dan wiremesh itu untuk kepentingan pembangunan
Mal Panakkukang Square yang melibatkan tiga bangunan yakni Carrefour,
Ace Hardwere, dan Ramayana.
Dalam kontrak kerja sama itu, pihak terlapor bersedia membayar
hingga tenggak waktu Februari 2005 dengan bunga 1,5 persen setiap bulan.
Jumlah kontrak kedua pihak mencapai Rp 29 miliar.
Namun,
setelah pasokan material telah didatangkan, pihak terlapor tidak
melunasi hutang-hutangnya. Akibatnya, pelapor mengalami kerugian hingga
mencapai Rp 38 miliar sudah termasuk bunga.
Terkait pembayaran utang ini terdakwa dinilai melakukan
penipuan, dimana pembayaran berupa 7 bidang tanah, belakangan diketahui
jika tanah tersebut masih dalam proses sengketa di Mahkamah Agung.
Selain tanah, tersangka juga berusaha membayar pelapor dengan menerbitkan 3 lembar cek senilai Rp 3 miliar dan 4 lembar bilyet giro senilai Rp 1,3 miliar. Namun cek dan giro tersebut ternyata kosong. Sedangkan unsur penggelapannya adalah penguasaan bahan material yang ternyata tidak dibayarkan kepada pelapor.