Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

40 Tahun Toyota di Indonesia

Asmalang Tak Semalang Otoyota Raksasa

"Asmalang, karena nasibnya yang malang. As yang paling menderita kalau otoyota raksasa pigi (pergi) ambil batu gunung,"

Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Ridwan Putra
zoom-inlihat foto Asmalang  Tak Semalang Otoyota Raksasa
Truk Toyota DA-110, atau yang di Sulsel dikenal dengan Otoyota Raksasa. Truk ini milik warga Dusun Kassi, Desa Tonasa, Kecamatan Balocci, Pangkep, Sulsel

Wilayah terbatas itu di dua desa di dua kabupaten bertetangga. Pertama di Kampung Kassi, Desa Tonasa, Kecamatan  Balocci, Kabupaten Pangkep. Kedua, di Kampung Berua, Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros. Di dua perkampungan ini, truk Toyota seri DA-110  populer dengan otoyota raksasa.

"Asmalang, karena nasibnya yang malang. As yang paling menderita kalau otoyota raksasa pigi (pergi) ambil batu gunung," kata Daeng Like (51), warga Dusun Kassi Tinambung, Desa Tonasa, Pangkep, Minggu (20/6/2011) petang lalu.

Di manual book Toyota Diesel Truck DA 80/90/95 yang juga kemdian diadaptasi perubahan oleh seri DA 100 dan 110, asmalang adalah istilah teknis dari Reversed Elliot "l" front beam axle. Bentuknya memang seperti aksara "L "kecil. Perangkat utama roda depan ini terbuat dari baja solid. Letaknya melintang di bawah gardan utama, sumbu pengikat dan pengendalikan kedua roda depan Dari sisi fungsi, asmalang memang jadi penyangga sekaligus pelindung sumbu roda depan dari benturan keras di jalan.

Penamaan asmalang adalah fenomena menyatunya lokalitas pengalaman satu komunitas dengan kemandirian teknologi otomotif  Toyota yang sudah 40 tahun merambah pasar Indonesia, khususnya di Sulsel.
Selain di dua kabupaten di atas, asmalang juga populis di Makassar.  Istilah ini banyak dikenal para pekerja transportasi darat di pelabuhan terminal penumpang dan barang Soekarno-Hatta, serta di Pelabuhan Rakyat Paotere, kawasan pantai utara Makassar.

Bukan merek dagang resmi Toyota, asmalang dipakai menjadi kata niaga khas truk di kawasan bengkel dan pedagangan spare part mobil utara kota. Pedagang sparepart di Jalan Bandang, Jalan Tentara Pelajar (d/h Jl Irian), Jalan Kalimantan dan Jalan Tarakan, juga mengerti. "Punya juga (oto) raksasa ya, Pak," ujar pramuniaga yang mengaku bernama Aling, di UD Sahabat, Jl Tentara Pelajar.  

Laiknya asmalang, istilah otoyota raksasa juga khas Sulsel. Truk Toyota seri FA (berbahan bakar bensin), atau seri DA (berbahan bakar solar) diidentifikasi dengan istilah yang kerap dilafalkan lidah orang Bugis-Makassar dengan "oto-rassasa."

Di pulau Jawa lain lagi. Di kawasan pelabuhan di Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Perak Surabaya, moda transportasi barang ini dikenal dengan "Truk Buaya". Jika kap penutup mesin terbuka, dari depan kepala truk terlihat mirip buaya menganga. "Kalau di Kalimantan, Maluku atau Irian juga otoyota raksasa," kata Arfan Tualle, direktur  teknik PT Purna Karya manunggal, anak perusahaan pemasaran PT Semen Tonasa, yang memiliki cabang di 15 kota di kawasan Timur Indonesia.

Oto adalah nama populis bagi kendaraan jenis kendaraan roda empat. Sejak mobil Eropa diimpor di masa Revolusi, warga Sulsel pun melafalkan kata serapan ini. Saat mobil Jepang dijual secara massal akhir dekade 1960-an , istilah ini bahkan sudah merakyat.

Jusuf Kalla, mantan wakil presiden RI yang juga komisaris utama Toyota Hadji Kalla, --main dealer Toyota di Sulsel-, masih kerap memakai kata oto untuk menyebut mobil.  Bahkan, Aksa Mahmud, --mantan Wakil Ketua MPR RI --, lebih senang memakai kata oto ketimbang mobil. Seperti Kalla di Sulawesi, Aksa juga pemilik bos usaha penjualan mobil merek ternama Jepang lainnya.

Kata "raksasa" di belakang otoyota adalah identifikasi kata besar dalam arti sesungguhnya.  Sejak mobil jenis heavy duty truck ini menjadi alat angkut komersil di dekade awal 1970-an hingga akhir 1980-an, di Sulawesi, otoyota raksasa memang paling raksasa.     

"Truk sepuluh roda (dump truck) itu baru pii (saja) ada, waktu saya kecil memang sudah dibilang otoyota raksasa, karena paling besar mii,"  kata Daeng Like yang sejak berumur 17 tahun mengaku sudah bisa menyetir mobil truk.

Daeng Like mengenal otoyota raksasa kala berusia 8 tahun. Masa itu, pabrik Semen Tonasa unit I baru memasuki tahun pertama berproduksi, 1968. Dari Kassi, cerobong asap "merah-putih" pabrik jelas terlihat. "Waktu itu (truk) masih yang pakai bensin, belum pii solar."

Di Kassi, Dg Like dikenal sebagai sopir otoyota raksasa sejati. Tiga tahun lalu, di sekitar rumahnya masih, di malam hari, terparkir enam otoyota raksasa. Tapi kini hanya tersisa satu unit. "Cuma truk ji yang kubisa. Saya dulu cuma karnet. Setelah merantau di Jayapura, saya lalu jadi sopir sampai sekarang," ujar bapak tiga anak ini.

Sopir lainnya di Kassi, Daeng Jama (48), kini juga jadi sopir otoyota raksasa senior. Dia membawa truk sejak tahun 1985.  Di petang hari, di halaman rumahnya terparkir tiga unit.  Dua unit miliknya. Satu unit dikelola keponakannya, Wahyu (18).  Baru mengantongi surat izin mengemudi jenis A, -- sopir mobil penumpang biasa, Wahyu sudah mendapat predikat "mahir" dari si paman.

Seperti belasan pemuda atau sopir truk yunior di Kampung Kassi,  Wahyu juga sudah dipercaya mengendarai membawa muatan batu gunung, batu kapur, atau pasir ke Makassar atau daerah yang beradius 30 hingga 60 km dari kampungnya. "Habis Lebaran, insyallah sudah bisa urus (SIM) B-1," kata Jama saat menemani keponakannya membersihkan truk di samping rumahnya.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved