Ultimatum Mahfud MD untuk Mahkamah Konstitusi, 'Jangan Mau Diintervensi, Jangan Sudi Diteror'
Ultimatum Mahfud MD untuk Mahkamah Konstitusi, 'Jangan Mau Diintervensi, Jangan Sudi Diterror'
TRIBUN-TIMUR.COM-Sengketa Pilpres 2019 segera bergulir di Mahkamah Konstitusi.
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subinto-Sandiaga Uno telah mengajukan sengekat Perselisihan Hasil Pemungutan Suara Pemilu (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi.
Ada tujuh poin tuntutan Prabowo - Sandiaga, salah satunya mendiskualifikasi pasangan pemenang 01 Jokowi - Maruf Amin.
Dalam pemaparannya, Ali Lubis memaparkan bahwa pihaknya sedang menyiapkan sejumlah formulir yang diperlukan untuk mengajukan gugatan.
Ali Lubis menegaskan, pihaknya akan mencoba membuktikan ada tidaknya pelanggaran dalam pemilu 2019.
Ia lantas memaparkan dua hal yang akan diminta oleh pihak 02 dalam gugatannya.
Baca: Mata Najwa Semalam, Jenderal Moeldoko Bahas Solusi Damai Jokowi & Prabowo, 08 Sudah Telepon Luhut
Baca: TERUNGKAP! Tersangka Rencana Pembunuhan 4 Jenderal Punya Hubungan dengan Kivlan Zein
Baca: Jokowi Beri Sinyal Ketika Ditanya Kemungkinan AHY dan Sandiaga Uno Jadi Menterinya, Benar Gabung?
"Kalau memang (kecurangan) masif di hampir separuh wilayah Republik Indonesai ini, itu nanti kita ke Mahkamah Konstitusi bahwasanya kita minta yang pertama kita membatalkan dulu SK dari KPU," ungkap Ali Lubis.
"Yang kedua kita kan meminta juga, kalau memang memungkinkan kita minta diskualifikasi, karena berdasarkan pembuktian TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif) tersebut," paparnya.
Jika permintaan nomor dua ini cukup bukti dan dikabulkan MK, berarti pasangan 01 Jokowi-Maruf Amin harus kecewa karena keikutsertaan sebagai kontestan Pilpres 2019 didiskualifikasi.
Ali Lubis mengaku, akan ada banyak bukti yang disampaikan oleh pihaknya.
"Contoh kemarin kan beredar di relawan kami, ada video dugaan-dugaan kecurangan kan banyak tuh, itu akan kami hadirkan. Daerah mana, saksinya siapa," ujar Ali Lubis.
Ultimatum Mahfud MD
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD pun mengapresiasi langkah BPN Prabowo-Sandi yang mengajukan gugatan ke MK.
Mahfud MD menyebut kuasa hukum dari BPN Prabowo-Sandi memiliki banyak pengalaman di MK.
"Syukurlah, Paslon 02 Prabowo-Sandi menempuh jalur hukum ke MK utk menggugat keputusan KPU yg dianggap curang. Memang, hanya jalur hukum ke MK yg paling elegan utk menyelesaikan sengketa itu. Di MK itu semua pihak bisa mengadu bukti utk menentujan siapa yg menang dlm Pilpres 2019,"tulis Mahfud MD di akun resmi Twitternya.
Menurutnya, di MK ada dua masalah yang bisa dijernihkan.
Pertama, kesalahan penetapan jumlah perolehan suara. Kedua, kecurangan dalam pelaksanaan Pilpres 2019.
Untuk kesalahan jumlah suara, pembuktiannya bisa dengan adu dokumen seperti form C1, Plano, dan lain-lain.
Hal tersebut bisa mengubah perolehan suara masing-masing paslon atau malah sebaliknya bisa juga menguatkan keputusan KPU.
Untuk kecurangan pelaksanaan Pemilu, Mahkamah Konstitusi bisa memutus untuk pemungutan suara ulang, perhitungan ulang, bahkan pengalihan suara di suatu daerah atau TPS-TPS.
Syaratnta, kecurangan itu harus terbukti dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
"Semua kemungkinan terbuka. Kita awasi,"tulisnya lagi.
Namun agar proses hukum di Mahkamah Konstitusi berjalan dengan baik, Mahfud MD pun memberikan ultimatumnya.
"Wahai teman2 di Mahkamah Konstitusi (MK). Jagalah independensi, jangan mau diintervensi dan jangan sudi diterror. Dengan profesionalitas dan keteguhan hati, dulu pd usia 9 tahun (2012), MK Indonesia dinobatkan dlm "Hanvard Hanbook" masuk dlm 10 MK terbaik (terfektif) di dunia,"tulisnya di akun twitternya.
Salah seorang warganet pun mempertanyakan adanya intervensi dan teror di MK.
"Memang ada yg ngintervensi + neror prof?! @lexwok72
"Faktanya sih tidak ada kalau di dalam. Tapi di masyarakat, kan ada dugaan intervensi dan terror sehingga kita harus mengingatkan teman2 di MK agar tak terpengaruh. Pokoknya, hukum harus ditegakkan tanpa boleh dipengaruhi oleh kekisruhan politik,"jawab Mahfud MD
Profil 9 Hakim Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga negara yang berwenang memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Ada sembilan hakim Mahkamah Konstitusi yang akan menangani sengketa Pilpres 2019.
Siapa saja mereka, berikut tribun-timur.com rangkumkan profil 9 hakim Mahkamah Konstitusi saat ini:
1. Dr Anwar Usman SH MH
Anwar Usman saat ini menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi sejak 2 April 2019.
Sebelum menjadi ketua, Anwar Usman pernah menjabat sebagi Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi pada 14 Januari 2015 hingga 2 April 2018.
Anwar Usman merupakan hakim yang diusulkan dari Mahkamah Agung.

Dikutip dari Wikipedia, Anwar Usman Mengawali karier sebagai seorang guru honorer pada 1975. Sukses meraih gelar Sarjana Hukum pada 1984, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim.
Keberuntungan pun berpihak padanya ketika ia lulus dan diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan negeri Bogor pada 1985.
Di Mahkamah Agung, jabatan yang pernah didudukinya, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003 yang kemudian berlanjut dengan pengangkatannya menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003 – 2006.
Lalu pada 2005, dirinya diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.
2. Prof Dr Aswanto SH MSi DFM
Saat ini, Aswanto menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sejak 2 April 2018.
Aswanto merupakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.

Ia telah menjadi hakim di Mahkamah Konstitusi sejak tahun 2014 setelah diusulkan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sebelum menjadi hakim di Mahkamah Konstitusi, Aswanto memegang jabatan sebagai Dekan Fakultas Hukum Unhas.
Guru besar Ilmu Pidana Universitas Hasanuddin ini terbilang sering bersentuhan dengan MK. Ia kerap diminta menjadi pembicara dalam kegiatan MK, salah satunya menjadi narasumber dalam pendidikan dan pelatihan perselisihan hasil pemilihan umum untuk partai politik peserta pemilu yang diselenggarakan di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor.
Ia juga dipercaya MK menjadi satu dari tiga anggota panitia seleksi Dewan Etik MK. Bersama Laica Marzuki dan Slamet Effendi Yusuf, Aswanto ikut memilih tiga nama anggota Dewan Etik MK yang kini telah resmi bertugas.
Selain itu, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin sebagai perguruan tinggi yang dipimpinnya juga bekerjasama dengan MK untuk sejumlah kegiatan, salah satunya persidangan jarak jauh dengan menggunakan video conference.
3. Dr Wahibudddin Adams SH MA
Wahibuddin Adams telah menjadi salah satu anggota hakim Mahkamah Konstitusi selama lima tahun.
Ia merupakan hakim yang diusulkan oleh lembaga Dewan Perwakilan Rakyat.
Sebelum menjadi hakim, Wahibuddin Adams tercatat sebagai Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Ia sempat aktif sebagai Ketua Dewan Perwakilan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) selama tiga tahun.
Selain itu, ia sempat menjadi anggota Dewan Penasihat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ketua Bidang Wakaf dan Pertanahan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Wakil Sekretaris Dewan Pengawas Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), dan sejumlah organisasi lainnya.
4. Prof Dr Arief Hidayat SH MS
Arief Hidayat adalah ahli hukum Indonesia yang pernah terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2015-2017 menggantikan Hamdan Zoelva yang sudah berakhir masa jabatannya
Arief mengawali kariernya sejak lulus dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
Arief terpilih sebagai hakim konstitusi menggantikan Mahfud MD pada tanggal 4 Maret 2013, melalui pemilihan di Komisi III, Dewan Perwakilan Rakyat.

Arief resmi dilantik menjadi hakim konstitusi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 1 April 2013
Arief Hidayat merupakan guru besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Bidang keahlian Arief meliputi hukum tata negara, hukum dan politik, hukum dan perundang-undangan, hukum lingkungan dan hukum perikanan.
Arief Hidayat resmi menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sejak tanggal 14 Januari 2015, setelah diambil sumpahnya pada pelantikan yang dilakukan di ruang sidang lantai 2, Gedung Mahkamah Konstitusi RI
Arief diketahui sudah 2 kali melanggar kode etik hakim MK dan diminta untuk mundur oleh beberapa pihak termasuk pegaiwai MK sendiri.
5. I Dewa Gede Palaguna
Dikutip dari Wikipedia, I Dewa Gede Palguna adalah Hakim Konstitusi MK sejak tahun 2015.
Ia dipilih sebagai Hakim Konstitusi dari unsur pemerintah.
Sebelumnya ia adalah dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Udayana dan Hakim Konstitusi RI generasi pertama dari unsur Dewan Perwakilan Rakyat dan menjabat selama lima tahun pada periode 2003-2008.

Pada 5 Januari 2015, ia dipilih oleh Presiden Joko Widodo dari dua nama yang diajukan oleh Panitia Seleksi (Pansel) Hakim MK, yaitu: Dr I Dewa Gede Palguna dan Prof Dr Yuliandri.
Pengangkatan hakimnya berdasarkan Keppres No 1-P/2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi dari unsur presiden.
6. Dr Manahan M.P. Sitompul SH MHum
Manahan M.P Sitompul menjabat sebagai hakim Mahkamah Konstitusi sejak 28 April 2015.
Pria asal Sumatera Utara tersebut terpilih sebagai hakim MK yang diusul Mahkamah Agung.
Manahan Malontinge Pardamean Sitompul terpilih menggantikan Hakim Konstitusi Muhammad Alim yang memasuki masa purna jabatan April 2015.
Mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin ini mengucap sumpah jabatan di hadapan Presiden Joko Widodo pada Selasa (28/4/2015) di Istana Negara Jakarta.

Karier hakimnya dimulai sejak dilantik di PN Kabanjahe tahun 1986, selanjutnya berpindah-pindah ke beberapa tempat di Sumatera Utara sambil menyelesaikan kuliah S2 hingga tahun 2002 dipercaya menjadi Ketua PN Simalungun.
Pada tahun 2003, ia dimutasi menjadi hakim di PN Pontianak dan pada tahun 2005 diangkat sebagai Wakil Ketua PN Sragen.
Pada 2007, ia kembali dipercaya sebagai Ketua PN Cilacap. Setelah diangkat menjadi Hakim Tinggi PT Manado tahun 2010, diminta tenaganya memberi kuliah di Universitas Negeri Manado (UNIMA) dengan mata kuliah Hukum Administrasi Negara pada program S2.
Setelah mutasi ke PT Medan tahun 2012, Universitas Dharma Agung (UDA) dan Universitas Panca Budi (UNPAB) memintanya memberi kuliah di Program S2 untuk mata kuliah Hukum Kepailitan dan Hukum Ekonomi Pembangunan.
7. Dr Suhartoyo SH MH
Suhartoyo menjabat sebagai hakim konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015 lalu.
Pada 17 Januari 2015, pria kelahiran Sleman ini mengucap sumpah di hadapan Presiden Joko Widodo sebagai hakim konstitusi.
Sebelumnya, ia adalah hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar.

Pada 1986, ia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Ia pun dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011.
Di antaranya Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar.
Ia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).
8. Prof Dr Saldi Isra SH
Pada 11 April 2017, Presiden Joko Widodo resmi melantik Guru Besar Hukum Tata Negara Saldi Isra untuk menggantikan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi masa jabatan 2017 – 2022.
Pria kelahiran 20 Agustus 1968 tersebut berhasil menyisihkan dua nama calon hakim lainnya yang telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo oleh panitia seleksi (Pansel) Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada 3 April 2017 lalu.
Selain Saldi, Pansel Hakim MK saat itu juga menyerahkan dua nama lainnya, yakni dosen Universitas Nusa Cendana (NTT) Bernard L Tanya dan mantan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Wicipto Setiadi.
Saldi Isra memulai pendidikan tingginya di Fakultas Hukum Universitas Andalas pada 1990. Lalu pada 1994, ia lulus dengan predikat summa cumlaude.

Pada 2001, Saldi Isra meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia.
Sementara gelar Doktor diraihnya pada 2009 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Saldi kemudian dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas pada 2010.
Selain sebagai ahli hukum tata negara, Saldi dikenal sebagai pegiat antikorupsi. Kepeduliannya pada gerakan antikorupsi ditunjukkan dengan diterbitkannya kumpulan esai berjudul "Kekuasaan dan Perilaku Korupsi".
Saldi Isra juga pernah mendapat penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award pada 2004. Penghargaan tersebut diraih Saldi setelah mengungkap korupsi di DPRD Sumatera Barat yang berlangsung sejak 1999.
Selain itu, Saldi Juga menerima penghargaan Megawati Soekarnoputri Award untuk kategori Pahlawan Muda bidang Pemberantasan Korupsi. Penghargaan itu diraihnya pada 2012 lalu.
9. Prof Dr Enny Nurbaningsih SH MHum
Enny Nurbaningsih akhirnya terpilih menggantikan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi perempuan di Indonesia.
Wanita kelahiran Pangkal Pinang tersebut terpilih oleh panitia seleksi calon hakim konstitusi setelah melalui seleksi yang ketat.
Enny lahir di Pangkal Pinang pada 27 Juni 1962. Adapun latar belakang pendidikannya, Enny merupakan sarjana dari Fakultas Hukum UGM Yogyakarta pada tahun 1981.

Kemudian ia menamatkan program Pascasarjana di Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 1995.
Enny juga berhasil meraih gelar doktor pada program Pascasarjana Fakultas Hukum UGM dengan tesis berjudul "Aktualisasi Pengaturan Wewenang Mengatur Urusan Daerah dalam Peraturan Daerah".
Selain itu, Enny juga memiliki rekam jejak karir yang beragam di bidang hukum.
Beberapa di antaranya seperti, Staf Ahli Hukum DPRD Kota Yogyakarta, Kepala Bidang Hukum dan Tata Laksana UGM, Sekretaris Umum Asosiasi Pengajar HTN-HAN Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Legal consultant di Swisscontact hingga menjadi penasihat pada Pusat Kajian Dampak Regulasi dan Otonomi Daerah.
Ia juga berkarir sebagai Ketua Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Enny juga pernah meraih penghargaan tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya 10 tahun.
Penghargaan ini diberikan kepada pegawai negeri sipil yang telah mengabdi selama 10 tahun dengan menunjukkan kesetiaan, kedisiplinan, pengabdian dan keteladanan bagi pegawai lainnya.
(Tribun Timur/Anita Wardana)
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur: