Cerita Pilu Ros, Korban Bencana yang Diusir dari Huntara
Ros sendiri masih bingung dengan kebijakan pemerintah. Pasalnya, kata dia, ada sebagian warga yang dulunya mengontrak tapi diberikan huntara.
Penulis: abdul humul faaiz | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUNPALU.COM, PALU - Sedih bercampur rasa kecewa.
Itulah kata yang bisa terucap dari mulut Ros, Warga Balaro, Palu Barat yang tinggal di Kamp pengungsian Kelurahan Duyu, Kecamatan Tatanga, Kota Palu.
Ia bersama suami dan tiga anaknya terpaksa harus kembali melanjutkan hidup di tenda pengungsian setelah sempat tinggal selama dua minggu di hunian sementara.
Ros menceritakan, ketika mendengar kabar bahwa nama suaminya, Suardi, tertulis di salah satu bilik huntara.
Saat itu, pengurus huntara meminta monor telepon suaminya untuk memberitahukan kabar gembira itu.
"Katanya kalau nama suami saya turun dari Bappeda, saya salah satu penerima huntara," terang Ros, kepada Tribunpalu.com, Rabu (3/4/2019).
"Ibu turun ke huntara, soalnya ada nama bapak tertulis di pintu," tambah Ros, mengulang perkataan pengurus yang diketahui bernama Debi itu.
Ros bersama keluarga merasa bersyukur saat itu karena derita yang mereka rasakan selama di kamp pengungsian tak lagi dirasakan ketika itu.
Tanpa ada pemberitahuan selanjutnya, kemudian Ros sekeluargfga menjalani kehidupan normal bersama warga huntara di Kelurahan Duyu itu.
Ros, tinggal bersama suami dan tiga orang anaknya.
Dua orang sudah masuk di bangku Sekolah Dasar (SD), satunya lagi masih bayi.
"Alhamdulillah, saya ucapkan saat itu, kemudian kita tinggal di situ (huntara red)," jelasnya.
Saat itu, Ros mengaku belum tahu kalau warga yang mengontrak tidak mendapat fasilitas rumah dari pemerintah.
Tapi sayangnya, dua minggu berselang, pihak RW datang menjumpai keluarga ros untuk mengklarifikasi bahwa keluarganya tidak layak mendapat huntara.
Pihak RW datang untuk memberithukan mereka untuk menghadap ke lurah saat itu.